SURIAH (Arrahmah.com) – Sebuah penyakit parasit tropis menghantui Timur Tengah. Penyakit kulit Leishmaniasis yang sudah ada di Suriah selama berabad-abad itu, kini berkembang menjadi epidemi dan tersebar di negara-negara lainnya.
Penyakit leishmaniasis tropis atau yang dikenal sebagai ‘Iblis Aleppo’ ini adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dalam aliran darah. Penularannya dari orang ke orang biasanya melalui gigitan lalat pasir, yang banyak ditemui di Timur Tengah. Penyakit ini dapat diidentifikasi melalui luka menganga di kulit, terasa menyakitkan dan meninggalkan bekas permanen.
Ada berbagai jenis penyakit ini. Cutaeous leishmaniasis yang banyak dijumpai di Suriah, meninggalkan luka menganga di kulit. Jenis mukokutan leishmaniasis menggerogoti membran hidung, mulut dan tenggorokan. Sedangkan Visceral leishmaniasis adalah tahapan yang paling parah dengan gejala: disertai demam, pembengkakan hati dan limpa. Jika tidak diobati, maka bisa berakibat fatal dan mematikan.
Diduga sudah ratusan ribu orang tergerogoti penyakit ini di Suriah. Meski tak sebanyak penderita di Suriah, penyakit ini juga dilaporkan terjadi di Libanon, Turki, Yordania, Libya dan Yaman. Situs WHO menyebutkan, selain di Suriah, leishmaniasis mukokutan juga juga terjadi di Afghanistan, Brazil, Kolombia, Iran, Arab. Sementara visceral leishmaniasis: Bangladesh, Ethiopia, India, Sudan.
Penyakit ini disebabkan oleh parasit protozoa yang ditularkan lewat gigitan sejenis lalat genus Lutzomyia & Phlebotomus. Parasit menginvansi sel imun dalam tubuh, menyebabkan luka terbuka yang menyakitkan dan sering menyebabkan kerusakan kulit secara permanen serta menyerang organ lain. Luka juga rentan terhadap infeksi sekunder dan penyebaran penyakit lebih lanjut.
Penyakit ini sudah berabad-abad lamanya ada di Suriah. Namun, di tengah kerusakan sosial akibat konflik, penyebaran penyakit makin meningkat. Kemiskinan, kurangnya fasilitas kesehatan dan gizi, serta kurangnya akses terhadap air bersih, telah memperburuk situasi.
Kini penyakit itupun menyebar ke luar Suriah. Di kamp-kamp pengungsi, orang-orang terpaksa hidup berdesakan. Akibatnya, risiko penyebaran sulit dihindari. Belum lagi fasilitas perawatan medis yang dapat memberikan darurat atau perawatan dasar kerap tak memadai. Penyakit ini juga menimpa pengungsi-pengungsi dari negara-negara Timur Tengah lainnya yang juga dililit konflik.
Para ilmuwan mengatakan, intervensi dini adalah kuncinya. Organisasi kesehatan internasional dan pemerintah harus melakukan upaya gabungan dalam memberikan pengobatan, lansir DW (1/6/2016).
(fath/arrahmah.com)