JAKARTA (Arrahmah.com) – Sistem perpolitikan demokrasi liberal yang telanjur berjalan dinilai tidak menguntungkan umat Islam. Umat Islam terkesan berjalan sendiri dalam mengarungi kontestasi dan kompetisi politik. Akibatnya, kuantitas umat tidak paralel dengan ekspektasinya termasuk masalah kepemimpinan.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengatakan umat Islam belum mengambil keuntungan dari era demokrasi Indonesia terkini, tampak dari terpinggirkannya aspirasi dari Muslim sebagai warga mayoritas bangsa.
“Umat Islam seperti pendorong mobil mogok, tapi begitu mobil jalan dia ditinggalkan,” kata Din di sela acara Rapat Pleno VIII Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia di kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (18/5/2016), dikutip dari Antara.
Din menjelaskan pengibaratan itu terjadi dalam dunia demokrasi Indonesia terkini yang cenderung mengarah liberal. Saat kampanye, umat Islam dirayu mendukung calon atau partai tertentu tetapi begitu yang bersangkutan ada di kursi kekuasaan melupakan janji-janjinya terhadap umat.
Atas dasar itu, dia meminta siapapun agar tidak sekadar memanfaatkan suara umat Islam saja, selanjutnya tidak dipedulikan aspirasinya di kemudian hari.
“Islam jangan disingkirkan dari pentas politik,” kata Din.
Karena itu, mengutip Republika, Wantim MUI melalui rapat pleno ini mengusulkan agar segera dibentuknya desain besar pendidikan kepemimpinan umat untuk bangsa. Untuk menciptakan kesadaran dan ketaatan politik diperlukan pendidikan politik kaderisasi kepemimpinan bagi umat Islam dengan melibatkan pendidikan tinggi Islam, pondok pesantren partai dan organisasi sosial keagamaan lainnya.
Tak hanya itu, umat Islam harus memperkuat peran politik. Salah satu bentuk penguatan tersebut adakah dengan memperkuat ormas Islam sebagai pilar masyarakat sipil dalam bentuk pemenuhan aspirasi umat Islam dalam regulasi dan kebijakan penyelenggaraan negara.
Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan umat Islam saat ini tidak menguasai media dan ekonomi nasional. Oleh karena itu, umat sangat kesulitan untuk berjaya di pentas politik baik figur maupun partainya.
“Politik sekarang cenderung tumbuh secara pragmatis dan dipengaruhi dua kekuatan besar, yaitu ekonomi dan media. Di dua sisi itu umat tidak mempunyai kekuatan yang cukup. Setelah calon atau partai bersangkutan melenggang, umat Islam dilupakan dan kebijakan untuk umat tersingkir atau kalah dengan kepentingan pemodal yang memiliki ekonomi dan media. Ini masalah besar,” kata dia, lansir Antara.
Untuk itu, dia mengharapkan umat Islam segera bangkit dari keterpurukan untuk memperkuat diri, terutama di bidang ekonomi dan media,
“Gerakan ekonomi sangat penting sehingga dalam pertarungan politik di era demokrasi yang bebas ini bisa menang. Kemampuan ekonomi dan modal ini sangat penting dalam persaingan pemilu yang cenderung melakukan praktik pertarungan bebas,” katanya.
(azm/arrahmah.com)