TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Otoritas Zionis pada Sabtu (23/4/2016) menyampaikan pemberitahuan ke desa Palestina, Jalud di Tepi Barat yang diduduki, mengingatkan warga bahwa 5.000 dunam tanah milik pribadi akan dijadwalkan untuk penyitaan
Pejabat dari dewan lokal Jalud mengatakan kepada kantor berita Ma’an bahwa militer Zionis mengidentifikasi warga di daerah tersebut yang akan kehilangan tanah mereka adalah Khallat Al-Wusta, Shieb Khallat Al-Wusta, dan Abu Al-Kasbar.
Bagaimanapun, pemukiman ilegal Adei, Esh Kodesh, Ahiya dan Kidah yang telah didirikan di daerah itu menandai penyitaan sebagai legalisasi retroaktif terbaru “Israel” untuk membangun pemukiman ilegal lainnya.
Pejabat Jalud mengatakan kepada Ma’an bahwa pemberitahuan yang disampaikan ke desa telah ditandatangani oleh kepala Komando Pusat “Israel”, Roni Numa yang mengklaim bahwa “langkah-langkah tertentu diperlukan untuk mencegah serangan teror” dan sebagai hasilnya ia memberi perintah untuk menyita lahan “untuk alasan keamanan”.
Tanah akan dinyatakan sebagai “tanah negara” dan jatuh di bawah kontrol penuh dari militer Zionis, tambah pejabat tersebut.
Seorang pejabat Otoritas Palestina yang memantau aktivitas pemukiman di Tepi Barat utara, Ghassan Daghlas mengatakan kepada Ma’an bahwa penyitaan seperti yang dilakukan di Jalud bertujuan semata-mata untu memperluas pemukiman ilegal, meskipun mereka mengklaim alasan keamanan.
“Alasan keamanan hanya alat untuk menutupi perampokan tanah untuk membangun pemukiman,” ujar Daghlas.
Daghlas memperingatkan bahwa penyitaan retroaktif akan membuka jalan untuk melanjutkan perluasan pemukiman ilegal di daerah tersebut yang akhirnya akan menghubungkan pos-pos ilegal dengan pemukiman ilegal Shilo melalui Alon Road, jalan raya yang hanya bisa digunakan oleh pemukim ilegal “Israel” dan militer.
Daghlas menambahkan bahwa dewan lokal Jalud telah mengajukan keluhan ke Pengadilan Tinggi “Israel” atas aktivitas pemukim ilegal di tanah pribadi milik warga Palestina di mana para pemukim ilegal ekstrimis Yahudi telah mengambil alih tanah dan memanen secara ilegal setelah tentara menunjuk tanah tersebut sebagai “zona militer tertutup”. (haninmazaya/arrahmah.com)