JAKARTA (Arrahmah.com) – Dengan alasan keamanan bagi para anggota Densus 88, sidang etik terhadap aparat Densus terkait kematian Siyono berlangsung tertutup. Padahal sebelumnya dijanjikan sidang etik akan berlangsung terbuka.
Mabes Polri menggelar sidang kode etik profesi secara tertutup terhadap anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror, Selasa (19/4/2016). Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Agus Rianto menyatakan sidang digelar tertutup dengan alasan keamanan bagi para anggota Densus 88 terkait.
“Hari ini dimulai sidang pendahuluan kode etik secara tertutup terhadap anggota terkait yang melaksanakan tugas penangkapan,” katanya di Mabes Polri, Selasa (19/4), lansir cnnindonesia.
Agus mengakui Peraturan Polri Nomor 19 Pasal 51 ayat 1 tahun 2012 memang mengatur bahwa tiap sidang kode etik dilaksanakan terbuka. Namun, kata dia, sidang kali ini merupakan pengecualian dengan alasan keamanan dan kerahasiaan identitas satuan anggotanya.
“Bukan berarti kami tidak transparan, tapi ini berkaitan dengan teman-teman Densus yang sering menghadapi kelompok radikal dan teroris,” kata Agus.
“Ada hal-hal yang tidak bisa kami buka kepada publik, apalagi menyangkut keamanan dan keselamatan anggota Polri yang sedang melaksanakan tugas,” ujar Agus.
Agus juga enggan menjelaskan lebih rinci mengenai materi sidang dan siapa saja pihak yang hadir. Menurutnya, pemeriksaan pendahuluan ini dilakukan penyidik Propam terhadap pihak-pihak yang kesaksiannya diperlukan.
“Kami tidak bisa jelaskan sekarang siapa saja dan apa saja yang terjadi dalam sidang, karena terlalu awal bagi Propam (Divisi Profesi dan Pengamanan) untuk mendalami perkara ini,” kata Agus.
Sidang kode etik terkait Siyono, ujar Agus, kemungkinan akan dilakukan beberapa kali karena menurutnya masih banyak pihak yang perlu dimintai keterangan lebih lanjut agar pemeriksaan berlangsung objektif.
Siyono tewas dalam penangkapan oleh Densus. Kematiannya dicurigai KontraS mengandung tindak penyiksaan, sebab sekujur tubuh Siyono luka-luka.
Diketahui, hasil autopsi yang dilakukan oleh tim dokter forensik Indonesia menunjukkan Siyono tidak pernah melakukan perlawanan seperti yang diklaim oleh Mabes Polri selama ini. Terungkap pula selama ini jasad Siyono tidak pernah diautopsi.
Kematian siyono diakibatkan benda tumpul di bagian rongga dada, yaitu ada patah tulang. Pada iga bagian kiri ada lima. Luka patah sebelah kanan ada satu keluar, sedangkan tulang dada patah.
Selanjutnya, tulang patah ke arah jantung hingga mengakibatkan luka yang cukup fatal. Memang ada luka di bagian kepala, tetapi tidak menyebabkan kematian. Sebab, luka pada bagian tersebut tidak terlalu banyak mengeluarkan darah.
Dari seluruh rangkaian autopsi ini, tidak adanya perlawanan dari luka luka yang diteliti. Jadi, tidak ada perlawanan dari Siyono, tidak ada luka defensif dari Siyono
Autopsi dilakukan oleh 10 dokter. Sembilan dokter dari tim forensik dan satu dokter dari Polda Jateng. Kesepuluhnya sepakat dan tidak ada yang berbeda pendapat. Autopsi dilakukan sejak pukul 09.00 pagi hingga 12.00 siang, 3 April 2016.
(azm/arrahmah.com)