JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Umum Dewan Islamiyah Indonesia Drs. Mohammad Siddik, MA, mengecam Perdana Menteri Perancis Manuel Valls yang melontarkan wacana kebijakan pelarangan memakai jilbab oleh komunitas Muslim di Prancis.
“Prancis adalah Negara demokrasi yang mestinya menjunjung nilai-nilai kebebasan beragama dan hak-hak asasi manusia yang tersimpul dalam nilai-nilai luhur Prancis,” katanya dalam pernyataan tertulis kepada redaksi Sabtu (16/4/2016).
Menurutnya Muslim di Prancis adalah penganut agama kedua terbesar. Masyarakat Islam di Prancis datang dari berbagai negeri bekas jajahannya antara lain Aljazair, Maroko, Tunisia, Mauritania, Senegal, New Guinea, Mauritius dan lain lain. Disebabkan penduduk Perancis khususnya dan Eropa pada umumnya terus mengalami penurunan maka negeri-negeri di Eropa Barat memerlukan masukan penduduk yang datang sebagai imigran untuk menjalankan roda ekonominya baik sebagai pekerja pabrik, pertanian dan mata pekerjaan lainnya. Sudah tentu aspirasi penduduk Muslim yang datang dengan kebudayaan dan agamanya itu harus diakomodir oleh negeri tuan rumah seperti Prancis.
Dikatakan Sidik, merupakan sebuah kesalahan jika ada persepsi bahwa wanita yang pakai jilbab akan mengganggu penerapan nilai-nilai demokrasi dan kesataraan gender.
“Bahkan wanita yang berjilbab adalah indikasi wanita terhormat dan menjaga nilai-nilai agama yang universal. Bukankah pakaian wanita di Gereja, upacara-upacara keagamaan di Prancis dan umumnya wanita Kristen juga terlihat memakai pakaian serupa jilbab. Pelarangan memakai jibab Muslimah di Prancis justru dikhawatiarkan akan menimbulkan reaksi negatif dan kemarahan publik baik dari kaum muslimin maupun dari warga Prancis sendiri. Sekarang saja sudah ada reaksi yang menolak wacana pelarangan jilbab yang dirumuskan oleh PM Prancis, Manuel Valls ini dari berbagai pihak di Prancis,” paparnya.
Sebelumnya lima tahun yang lalu Pemerintah Prancis melarang pemakaian burqa atau niqab karena menurut mereka bisa menimbulkan security risk (resiko keamanan) dan mayoritas ulama muslim sendiri banyak yang berpendapat bahwa memakai jilbab sudah cukup menutup aurat.
Diketahui, Perdana Menteri Prancis Manuel Valls telah mempertahankan sikap kerasnya terhadap masalah integritas Muslim di Prancis. Dalam sebuah wawancara dengan harian Liberation, Valls mengatakan akan mendukung larangan penggunaan jilbab di kampus-kampus di Prancis.
Namun, pernyataan tersebut segera mendapat reaksi keras dari politisi sosialis Prancis lainnya.
“Tidak perlu adanya hukum mengenai jilbab di universitas,” kata Menteri Pendidikan Tinggi Prancis Thierry Mandon yang dilansir Sputnik, Jumat (15/4/2016). Dia mengingatkan bahwa bagian pakaian itu tidak dilarang di wilayah Prancis manapun.
Hal ini disetujui oleh Menteri Pendidikan Prancis, Najat Vallaud-Belkacem yang mengatakan bahwa pelajar universitas telah dewasa dan mereka mempunyai hak konstitusional termasuk kebebasan mendengarkan kata hati dan beragama.
(azmuttaqin/arrahmah.com)