JAKARTA (Arrahmah.com) – Usai mengumumkan hasil autopsi terhadap Siyono, korban kezaliman Densus 88 asal Klaten, Jawa Tengah, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Siane Indriyani, mengaku mendapatkan serangkaian teror.
Siane menceritakan beragam teror yang dialaminya, seperti rumah didatangi sejumlah aparat pada malam hari. Satuan Pengamanan (Satpam) kompleks didatangi orang menanyakan berbagai kegiatan suami dan keluarganya.
“Saya yakin, ini berkaitan dengan autopsi Siyono,” ungkapnya di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (15/4/2016), lansir viva.
Bahkan, ada juga orang yang berteriak-teriak di depan rumahnya. “Tak jelas apa yang diteriakkan. Tapi pas dilihat orangnya lari. Kejadiannya subuh kemarin,” katanya
Tak cuma itu, dalam beberapa hari terakhir, juga banyak orang asing di daerahnya berlalu lalang sekitar rumah. Kemudian, foto suaminya diunggah melalui media sosial tanpa ada izin.
“Saya meminta stop teror keluarga saya,” tegas Siane.
Siane juga menyebut ada surat kaleng yang mendiskreditkan Komnas HAM, Muhammadiyah dan TNI. Surat itu dikirim ke PP Muhammadiyah.
“Ada pihak-pihak yang secara sistematis menghalangi autopsi dengan berbagai macam cara. Dan menghalalkan segala cara,” jelasnya.
Sebelumnya Sianne mengumumkan hasil autopsi jenazah Siyono di kantor Komnas HAM Senin (11/4). Dia mengungkapkan, kematian siyono diakibatkan benda tumpul di bagian rongga dada, yaitu ada patah tulang. Pada iga bagian kiri ada lima. Luka patah sebelah kanan ada satu keluar, sedangkan tulang dada patah.
Kemudian, lanjutnya, tulang patah ke arah jantung hingga mengakibatkan luka yang cukup fatal. Siane mengatakan, memang ada luka di bagian kepala, tetapi tidak menyebabkan kematian. Sebab, luka pada bagian tersebut tidak terlalu banyak mengeluarkan darah.
“Dari seluruh rangkaian autopsi ini, tidak adanya perlawanan dari luka luka yang diteliti. Jadi, tidak ada perlawanan dari Siyono, tidak ada luka defensif dari Siyono,” ujar Sianne, Senin (11/4), dikutip dari Republika.
Siane mengatakan, autopsi dilakukan oleh 10 dokter. Sembilan dokter dari tim forensik dan satu dokter dari Polda Jateng. Kesepuluhnya sepakat dan tidak ada yang berbeda pendapat. Autopsi dilakukan sejak pukul 09.00 pagi hingga 12.00 siang, 3 April 2016.
(azm/arrahmah.com)