JAKARTA (Arrahmah.com) – Proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta dinilai sarat dengan praktik manipulasi. Tak hanya merugikan nelayan, proyek ini juga disebut mencemari lingkungan.
Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik mengatakan, banyaknya pengembang yang mendirikan bangunan di pulau-pulau tersebut dipastikan membuat lingkungan tercemar. Ia meyakini pengembang tak mempedulikan masalah pencemaran lingkungan ini.
“Saya khawatir reklamasi ini seolah-olah enggak masalah kalau membuat tercemar. Ini kan membohongi warga. Padahal itu sudah pasti terjadi,” ujar Riza dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (15/4/2016), lansir cnnindonesia.
Dia mengibaratkan laut seperti sawah milik petani. Jika lahan pertanian rusak dan tercemar, dampaknya pada volume pemenuhan kebutuhan pangan.
Sama seperti proyek reklamasi, ribuan hektar yang telah ditutupi urukan akan mempersempit lokasi perikanan sebagai tempat para nelayan mencari penghasilan.
“Jika lautnya ditimbun untuk membangun 17 pulau secara otomatis lahan perikanan juga akan berkurang,” katanya.
Manipulasi ini, kata Riza, juga terjadi pada saat persetujuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pada warga di sekitar proyek reklamasi.
Warga yang mestinya hanya menandatangani presensi kehadiran dalam sosialisasi, ternyata digunakan untuk persetujuan Amdal.
“Kalau seperti ini pemerintah mesti memulihkan hak-hak nelayan. Apalagi pembangunan ini hanya dilakukan demi kepentingan para pengembang, bukan untuk warga Jakarta,” ucapnya.
Sebelumnya pemerintah dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti, dan Komisi IV DPR RI sepakat untuk menolak reklamasi di Pulau Utara Jakarta dilanjutkan.
Mengutip Rmol, keputusan menolak reklamasi dilanjutkan diambil dalam rapat kerja antara Komisi IV dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti Rabu (13/4).
“Komisi IV DPR RI bersepakat dengan pemerintah, juga Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan proses pembangunan proyek reklamasi pantai teluk Jakarta,” kata Wakil Ketua Komisi IV yang juga bertindak sebagai pemimpin raker, Herman Khaeron.
(azm/arrahmah.com)