Oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Jibriel A.R
(Arrahmah.com) – Meninggalkan Jihad fie sabilillah menjadi puncak dan penyebab utama kehinaan dan kerendahan umat Islam sepanjang masa. Kehinaan dan kerendahan ini tidak akan terangkat dari mereka sehingga kaum Muslimin kembali kepada agamanya yang benar yaitu berdakwah dan berjihad meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sahabat Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرَعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ
“Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah, dan kalian telah disibukkan memegang ekor-ekor sapi dan telah senang dengan bercocok tanam dan juga kalian telah meninggalkan jihad niscaya Allah akan kuasakan/timpakan kehinaan kepada kalian tidak akan dicabut/dihilangkan kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian.”
(HR. Abu Dawud no. 3003 dalam kitab Al Buyu’ bab An-Nahyu ‘anil ‘Inah dan Al-Imam Ahmad. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menshahihkan hadits ini dalam kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 11)
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ merupakan kinayah karena kesibukan seseorang dengan peternakan sehingga lalai untuk berjihad di jalan Allah. رَضِيْتُمْ بِالزَّرَع merupakan kinayah tentang keberadaan mereka yang menjadikan bercocok tanam sebagai ambisi dan perhatian utama. Dan تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ kinayah sibuk dengan perniagaan sistem ribawi. Adapun maksud ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ adalah kalian kembali menyibukkan diri dengan dakwah dan jihad membela dan meninggikan agama Allah Ta’ala.
Termaktub dalam sejarah Islam bagaimana kaum muslimin mampu meruntuhkan dan menguasai dua kerajaan besar yang menguasai bagian dunia dan diibaratkan negara adidaya di masa itu Persia dan Romawi. Mereka guncangkan tahta Kisra dan Kaisar. Hal ini sebagaimana pengabaran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللهَ زَوَى لِيَ الأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا. وَإنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا. وَأَعْطَيْتُ الْكَنْزَيْنِ: اْلأَحْمَرَ وَاْلأَبْيَضَ
“Sesungguh Allah mengumpulkan/melipat bumi untukku hingga aku dapat melihat timur dan baratnya. Dan sungguh kerajaan umatku akan sampai ke bagian bumi yang dilipatkan untukku tersebut. Dan aku diberi dua perbendaharaan: merah dan putih (HR. Muslim)
Demikianlah generasi terdahulu dari kaum ini dapat mencapai kemuliaan yang begitu tinggi. Hal ini bukan karena kekayaan materi mereka. Bukan pula karena mereka menguasai IPTEK walaupun hal ini dibolehkan bagi mereka bila mereka mampu. Namun mereka diberikan kemuliaan oleh Allah subhanahu wa ta’ala karena keimanan dan ketakwaan mereka kepada-Nya berpegang teguh dengan agama-Nya membenarkan seluruh ajaran-Nya dan selalu beramal untuk negeri akhirat. Sebagaimana janji Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:
“Wahai kaum mukmin, Allah menjanjikan kepada orang yang beriman dan beramal shalih di antara kalian, bahwa Allah pasti menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana orang-orang mukmin sebelum mereka berkuasa di muka bumi. Allah jadikan mereka menegakkan agama yang diridhai-Nya. Mereka akan menikmati ketenteraman dan keamanan setelah mengalami ketakutan terhadap penindasan kaum kafir. Mereka taat kepada syari’at-Ku dan melenyapkan perbuatan syirik dalam bentuk apa pun. Setelah itu, siapa saja yang keluar dari Islam, maka mereka itu adalah orang-orang yang sangat durhaka kepada Allah.” (An-Nur, 24: 55)
Ayat di atas merupakan janji Allah subhanahu wa ta’ala kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana Dia akan menjadikan umat beliau sebagai pemimpin dan penguasa manusia. Hal ini disebabkan karena dengan kepemimpinan dan penguasaan mereka akan menjadi baiklah negeri-negeri dan umat manusia. Dulu kaum muslimin takut kepada manusia namun sesuai dengan janji Allah ini Allah akan gantikan rasa takut tersebut dengan keamanan.
Allah subhanahu wa ta’ala juga telah memenuhi janji-Nya di mana sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat Allah bukakan untuk beliau kota Makkah, Khaibar, Bahrain, seluruh Jazirah Arab dan seluruh negeri Yaman. Beliau mengambil jizyah dari orang Majusi Hajar dan dari sebagian penduduk Syam. Demikian pula Hiraklius raja Romawi dan Muqauqis penguasa Mesir serta Iskandariyyah tunduk kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula raja-raja negeri ‘Amman dan Najasyi raja Habasyah.
Kemudian sepeninggal beliau Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu khalifah beliau memegang pemerintahan. Dia mengutus pasukan muslimin ke negeri Persia dipimpin Khalid bin Al-Walid radhiyallahu ‘anhu. Pasukan yang lain menuju negeri Syam dipimpin Abu ‘Ubaidah radhiyallahu ‘anhu dan pasukan ketiga dipimpin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu menuju negeri Mesir. Allah subhanahu wa ta’ala pun membukakan kemenangan di hari-hari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sampai dia kembali ke sisi-Nya.
‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu sebagai khalifah kedua meneruskan dengan sempurna apa yang telah dilakukan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Sehingga semasa beliau hidup negeri Syam dikuasai sepenuhnya demikian pula Mesir dan kebanyakan daerah Persia. Hancurlah dengan sehancur-hancur Kisra dan Kaisar.
Demikian pula di masa ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu perjuangan pendahulu tetap ia teruskan. Hingga di masa timur dan barat bumi telah dikuasai kaum muslimin. Segala puji bagi Allah atas nikkmat yang telah dilimpahkan-Nya.
Janji yang diberikan Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat ini akan terus berlaku sampai hari kiamat. Selama mereka menegakkan keimanan dan amal shalih maka pasti akan diperoleh apa yang dijanjikan Allah kepada mereka. Mereka dapat dikuasai oleh orang-orang kafir dan munafik hanya dikarenakan mereka menyia-nyiakan iman dan amal shalih.
Sebaliknya kenyataan pahit yang kita dapatkan pada hari-hari kita ini di mana kaum muslimin direndahkan musuh-musuh dan kehinaan pun menyelubungi dan menguasai mereka bukan karena mereka tidak memiliki materi dan bukan pula karena mereka tidak menguasai IPTEK namun karena mereka jauh dari ajaran agama mereka tenggelam dalam kehidupan dunia dan bergelimang dalam lumpur dosa dan maksiat. Bahkan lebih jelek daripada itu kesyirikan menyebar dengan sangat luas sehingga tidak diketahui lagi mana yang dinamakan kesyirikan dan mana yang dinamakan tauhid.
Tauhid disangka syirik dan syirik disangka tauhid. Begitu juga hal dengan bid’ah dan sunnah, wallahul musta’an. Gambaran secara global adalah sebagaimana tersebut dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Mereka bermuamalah dengan cara yang jelek tenggelam dalam kesibukan dunia dan ingin hidup kekal di muka bumi dengan enggan untuk berjihad. Karena anggapan mereka jihad identik dengan mati konyol dan berpisah dengan kesenangan hidup.
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Penyakit yang diderita kaum muslimin pada hari ini bukanlah berupa kebodohan mereka terhadap ilmu tertentu. Aku katakan yang demikian ini dalam keadaan aku mengakui bahwa semua ilmu yang bermanfaat bagi kaum muslimin wajib dipelajari dengan kadarnya. Namun kehinaan yang menimpa kaum muslimin bukanlah disebabkan kebodohan mereka dengan fiqih yang populer pada hari ini dengan istilah “fiqhul waqi'”! Namun yang menjadi sebab utama dikarenakan mereka menyia-nyiakan untuk beramal dengan hukum-hukum agama baik dari Al-Qur’an maupun dari As-Sunnah sebagaimana datang keterangan dalam hadits yang shahih ini.”
Ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ merupakan isyarat satu jenis dari muamalah ribawiyah yang mengandung unsur tipu muslihat terhadap syariat. Sedangkan sabda beliau: وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ merupakan isyarat tentang sangat perhatian seseorang terhadap perkara-perkara dunia dan kecenderungan pada sementara perkara syariat dan hukum-hukum diabaikan.
Yang semisal dengan ini sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرَعِ. Sementara sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: وَتَرَكْتُمُ الْجِهَاد merupakan buah dari keinginan hidup kekal di dunia sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Wahai kaum mukmin, mengapa kalian merasa sangat keberatan ketika diperintahkan kepada kalian: “Pergilah berjihad guna membela Islam?” Apakah kalian lebih mencintai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat? Padahal kesenangan dunia hanyalah sangat sedikit jika dibandingkan dengan kesenangan di akhirat.” (At-Taubah, 9: 38)
Meninggalkan jihad fie sabilillah termasuk sebab kerendahan umat ini mengapa?
Karena Jihad fie sabilillah termasuk amalan yang utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengibaratkan orang yang berjihad di jalan-Nya seperti orang yang sedang melakukan jual beli dengan-Nya di mana jannah sebagai pembayarannya.
“Sungguh Allah membeli jiwa dan harta orang-orang mukmin dengan pahala surga. Mereka telah berperang guna membela Islam, lalu mereka membunuh atau dibunuh. Janji pahala surga ini termaktub dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Wahai kaum mukmin, siapa saja di antara kalian yang memenuhi janjinya kepada Allah, bergembiralah kalian dengan bai’at yang telah kalian lakukan dalam perjanjian itu. Demikian itu adalah keberuntungan yang amat besar bagi para syuhada.” (At-Taubah, 9: 111)
Pahala yang diperoleh dengan amalan jihad ini demikian besar sehingga ketika ada shahabat yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah amal apakah yang bisa menyamai jihad fie sabilillah?” Beliau berkata: “Kalian tidak akan mampu melakukannya.” Lalu mereka mengulangi pertanyaan ini dua hingga tiga kali namun beliau tetap menjawab: “Kalian tidak akan mampu melakukannya.” Setelah itu beliau bersabda:
مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللهِ. لاَ يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلاَ صَلاَةٍ، حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى.
“Perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah seperti orang yang berpuasa dia shalat dan taat kepada ayat-ayat Allah. Dia tidak pernah berhenti dari shalat dan puasa itu sampai orang yang berjihad pulang kembali.” (HR. Al-Bukhari)
Namun, karena cinta terhadap dunia dan takut mati, amalan yang begitu besar nilainya tidak dipandang ataupun ditoleh oleh kebanyakan kaum muslimin. Amalan yang utama ini dilempar jauh di belakang mereka. Bahkan ada di antara mereka yang salah kaprah terhadap jihad dengan perkataan di antaranya: ‘Jihad itu mati konyol’, ‘tidak ada itu yang nama jihad sebab jihad itu jahat dan Islam itu rahmat sedang jihad itu sudah ketinggalan zaman’ dan berbagai tuduhan keji terhadap kalimat jihad. Akibat kehinaan dan kerendahan pun ditimpakan pada mereka.
Jumlah mereka banyak namun tiada berarti di hadapan musuh-musuh mereka sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
يُوْشِكُ اْلأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَْكُمْ كَمَا تَدَاعَى اْلأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا. فَقَال قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ، لَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِي قُلُوْبِكُمُ الْوَهْنَ. فَقَالَ قَائِلً: يَا رَسُوْلَ الله! مَا الْوَهْنُ؟ قَالَ: حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَهِيَةُ الْمَوْتِ
“Hampir-hampir umat-umat mengerumuni kalian sebagaimana orang-orang yang makan mengerumuni piring hidangannya.” Ada yang berta kepada beliau: “Apakah disebabkan jumlah kita sedikit pada saat itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Bahkan kalian pada hari itu jumlah banyak akan tetapi kalian hanyalah buih seperti buih yang dibawa air bah dan sungguh Allah akan mencabut dari dada-dada musuh kalian rasa segan terhadap kalian dan Allah akan lemparkan ke dalam hati-hati kalian al-wahn.” Seseorang berta lagi: “Wahai Rasulullah apakah al-wahn itu?” “Cinta dunia dan takut mati” jawab beliau. (HR. Abu Dawud)
Hadits ini menunjukkan dua hal:
Pertama: Islam itu tidak membutuhkan kepada buih seberapa pun besarnya.
Kedua: Pokok/asal penyakit itu muncul dari hati karena “cinta dunia dan takut mati” adalah dua penyakit hati. Tempat asal akidah juga di hati sehingga dari sini jelaslah bahwa perbaikan akidah adalah pokok/asas dari suatu perbaikan. Dan pada perkara inilah kaum muslimin sebaik dan seharusnya menyibukkan diri mereka. Hingga seandainya pun musuh yang kuat dzalim lagi aniaya hendak menimpakan kejelekan kepada mereka niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan menolak keinginan tersebut hingga musuh-musuh kaum muslimin kembali dengan rendah lagi hina dina. Walaupun mereka telah mengumpulkan orang-orang antara Timur dan Barat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Orang-orang mukmin Bani Israil yang yakin kelak akan bertemu dengan Allah berkata: “Berapa banyak kelompok yang kecil dapat mengalahkan kelompok yang besar dengan pertolongan Allah?” Allah menyertai orang-orang yang tabah menghadapi musuh dalam perang. (Al-Baqarah, 2: 249)
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Sebab kerendahan dan kehinaan ini -wallahu a’lam- yaitu tatkala mereka meninggalkan jihad fie sabilillah sementara di dalam jihad ini ada kemuliaan bagi Islam. Juga dengan jihad agama ini akan menang di atas seluruh agama lain. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menimpakan kepada mereka lawan dari kemuliaan itu berupa turun kehinaan dan kerendahan karena mereka berjalan di belakang ekor-ekor sapi yang sebelum mereka menunggangi di atas punggung-punggung kuda yang merupakan tempat paling mulia.”
Dengan meninggalkan jihad berarti mereka menjatuhkan diri mereka ke dalam kebinasaan padahal Allah subhanahu wa ta’ala melarang kita menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan.
“Janganlah kalian bakhil mendanai perang untuk membela Islam.” (Al-Baqarah, 2: 195)
Ayat yang mulia di atas Allah subhanahu wa ta’ala turunkan sebagai teguran kepada sebagian shahabat yang berkeinginan untuk menyarungkan pedang-pedang mereka dan berencana untuk membenahi harta mereka setelah Allah subhanahu wa ta’ala memberikan banyak kemenangan kepada Islam dan muslimin sehingga mereka beranggapan selesailah tugas mereka berjihad dan tiba saat bagi mereka mengurusi dunia.
Abu ‘Imran At-Tujibi berkisah: “Kami keluar untuk berperang menuju Konstantinopel menghadapi pasukan Romawi sementara yang memimpin pasukan adalah Abdurrahman bin Khalid bin Al-Walid. Pasukan Romawi pada waktu itu merapatkan punggung-punggung mereka ke tembok kota Konstantinopel. Lalu seseorang dari kami maju menghadapi musuh hingga ia masuk ke barisan mereka. Melihat hal itu orang-orang pun berteriak dengan menyatakan: “Cegah! Cegah! La ilaha illallah! Dia telah menjatuhkan diri dalam kebinasaan.” Mendengar hal itu bangkitlah Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu seraya berkata: “Kalian telah menakwilkan ayat ini dengan penakwilan yang demikian ketika melihat ada seseorang yang maju berperang karena ingin mati syahid. Padahal ayat ini turun berkenaan dengan diri-diri kami orang-orang Anshar. Tatkala Allah subhanahu wa ta’ala telah menolong Nabi-Nya dan memenangkan Islam kami pun berkata di antara kami dengan menyembunyikan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Marilah kita benahi dan kita perbaiki harta-harta kita.” Allah subhanahu wa ta’ala pun menurunkan ayat:
“Wahai kaum mukmin, dermakanlah harta kalian untuk membela Islam. Janganlah kalian bakhil mendanai perang untuk membela Islam. Sekiranya kalian bakhil mendanai perang untuk membela Islam, berarti kalian menyiapkan diri menghadapi adzab Allah. Dermakanlah harta kalian untuk membela Islam. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang mendermakan hartanya untuk membela Islam.” (Al-Baqarah, 2: 195)
Sehingga yang dikatakan kebinasaan adalah mengurus harta dengan mengutamakan dan memperbaiki ekonomi sementara jihad kita tinggalkan dan kita abaikan.”
Jalan Keluar dari Kehinaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan solusi bagi umat untuk keluar dari kehinaan yang menimpa mereka yaitu dengan kembali kepada ajaran agama mereka. Kembali taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala mentauhidkan-Nya dan menjauhi kesyirikan. Kembali berpegang teguh dengan seluruh ajaran agama Islam sebagaimana yang pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa memilah-milah atau memilih-milih mana yang sesuai dengan selera hawa nafsu dan mana yang tidak sesuai dengan selera hawa nafsu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Wahai kaum mukmin, ikutilah syari’at Islam itu seluruhnya. Janganlah kalian mengikuti bujukan-bujukan setan. Sungguh setan itu adalah musuh kalian yang nyata-nyata merugikan kalian. (Al-Baqarah, 2: 208)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: ummat Islam tidak akan berjaya sehingga mereka kembali kepada ajaran agama mereka sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذَلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِيْنِكُمْ
“Niscaya Allah akan kuasakan/timpakan kehinaan kepada kalian tidak akan dicabut/dihilangkan kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian.”
Kesimpulan
Dari paparan ringkas ini, kita mendapat maklumat bahwa kehinaan dan kerendahan kaum Muslimin sepanjang masa karena hidup mmengikuti pikiran dan pandangan hidup orang-orang kafir dan sekutunya.Ummat Islam telah meninggalkan kitab Allah dan Sunnah Rasul Nya,yang justru menyuruh agar tegak berdiri diatas Kitab Allah dan Rasul Nya tanpa menghiraukan cercaan dan celaan orang-orang yang suka mencela.
Selama ini sebagian kaum Muslimin yang berjihad menegakkan Islam dituduh teroris lalu mereka terkecoh dan terpengaruh sampai-sampai mereka ketakutan dan mundur dari prjuangan. Semoga dengan penjelasan ini dapat merubah suasana keraguan dan ketakutan mendengar kalimatul jihad menjadi kalimat yang dicintai dan siap membelanya dengan seluru potensi yang dimiliki.
Amien ya Rabbal Alamien.
(samirmusa/arrahmah.com)