(Arrahmah.com) – Di samping urgensitas peran politik Ulama, dunia kampus dianggap sebagai penopang kebijakan politik pemerintah. Pendapat masyarakat kampus bagian dari penentu berhasil tidaknya suatu kebijakan yang dikeluarkan diterima oleh masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari potensi kampus sebagai badan riset, apa yang mereka hasilkan dipastikan akan lebih mudah untuk diterima oleh masyarakat.
Orientasi pada nilai-nilai ideal dan kebenaran membuat mahasiswa peka dan peduli terhadap persoalan-persoalan di lingkungannya terutama yang menyangkut bentuk-bentuk pelanggaran dan penyelewengan. Kepedulian itu diekspresikan dalam bentuk-bentuk protes, menggugat hingga demonstrasi. Karena sebagai salah satu ‘pendekar perubahan’ gerakan mahasiswa bersifat massal, maka dampak politik mahasiswa sering tidak terhindarkan dalam berbagai komunitas masyarakat atau negara. Dalam konteks inilah, mahasiswa sering berperan mewarnai perkembangan masyarakat, perubahan sosial dan kehidupan politik.
Gerakan sosial politik mahasiswa umumnya berperan sebagai pembawa suara kebenaran dan kontrol sosial terhadap lingkungan sosial politik dan penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara. Beberapa negara yang pemerintahannya korup dan otoriter telah jatuh karena gerakan-gerakan perlawanan yang dilakukan mahasiswa seperti penggulingan Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958 dan Ayub Khan di Pakistan tahun 1969 dan Soekarno tahun 1966 dan Soeharto tahun 1998.
Dalam catatan
Sepanjang kurun Orde Baru, mahasiswa terus memainkan peran pressure politic. Tahun 1973 meletus kerusuhan anti-monopoli bisnis yang dipelopori mahasiswa. Kerusuhan itu dipicu oleh demonstrasi massa besar-besaran yang berpusat di Bandung memprotes praktek monopoli bisnis para cukong China yang mendapat proteksi para pejabat pemerintah. Sekitar 1.000 toko Cina dihancurkan dan simbol-simbol lain milik China jadi sasaran amuk massa. Pada Januari 1974 meletus peristiwa Malari yaitu kerusuhan sipil akibat demonstrasi mahasiswa dan ketidakpercayaan publik terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah, korupsi yang merajalela, kekacauan politik dan pengaruh Barat yang merusak. Kemudian mahasiswa juga mengambil peranan dalam berbagai aksi protes lainseperti Peristiwa Tanjung Priok tahun 1984, Azas Tunggal tahun 1985, aksi protes atas Peristiwa 27 Juli, Peristiwa Semanggi yang menewaskan mahasiswa Trisakti dan lain-lain.
Rangkaian gerakan mahasiswa itu kemudian berakumulasi pada kejatuhan Soeharto sendiri tahun 1998.Gerakan-gerakanmahasiswa yang pernah muncul sejauh ini sesungguhnyahanya berperan sebagai inspirator dan katalisator bagi kemunculan gerakan massa yang lebih besar yang kemudian menjadi penyebab jatuhnya sebuah rezim. Dengan kata lain, gerakan mahasiswa sebagai sebagai katalisator dari kekuatan politik yang lebih besar.
Warning!
Bahaya pragmatisme dan materialisme telah menggiring banyak mahasiwa pada aktifitas-aktifitas yang tidak ada relevansinya dengan pembelaan umat, tidak peka dengan lingkungan sosial, dengan nasib orang-orang lemah dan dengan kehidupan politik sekuler kapitalis. Westernisasi dan pop culture di sisi lain, menggiring orientasi dunia mahasiswa pada hal-hal yang bersifat selebritas, perayaan dan hura-hura. Aktifitas selebritas dan pop culture yang seharusnya dikritisi malah menguat seperti parade band, lomba nyanyi, pemilihan putri kampus, valentine day dll. Dunia mahasiswa sebagai kaumintelektual berubah jadi dunia ABG.
Saat ini dimana keran kebebasan dibuka tetapi malah terjadi penurunan pada kuantitas dan kualitas Gerakan Mahasiswa disebabkan oleh budaya hedonis, yang menginvasi alam pemikiran gerakan mahasiswa. Kuatnya arus hedonisme yang berdialektis dengan ruang kebebasan inilah yang kemudian melahirkan embrio-embrio mandul yang pragmatis, dan senantiasa mencari kesempatan untuk keuntungan dirinya sendiri -oportunis-.
Kehadiran gerakan mahasiswa sebagai perpanjangan aspirasi rakyat dalam melakukan advokasi-advokasi atas konflik-konflik yang terjadi antara rakyat vis-a-vis penguasa seperti kenaikan BBM, UU Minerba, UU Migas,dll. yang didasari dari idealisme gerakan kini sudah tergerus oleh iklim hedonisme yang menghadirkan comfort zone bagi pergerakan mahasiswa sehingga mengalihkan idealisme dan intelektualitas mahasiswa ke arah pemenuhan kepentingan-kepentingan elit politik yang hanya menambah value added untuk eksistensi mereka.
Harapan masyarakat kepada mahasiswa sebagai tonggak perubahan justru menambah permasalahan yang kian kompleks sebagaimana potret mahasiswa kekinian yang berjibaku dengan dunia mereka yang kian pragmatis seperti pengrusakan basecamp organisasi yang berbeda pandangan dengan mereka, pengrusakan-pengrusakan fasilitas kampus, tawuran antar mahasiswa dengan masyarakat. Sekalipun masih ada mahasiswa yang menggunakan intelektualitas mereka pun teralihkan hanya dengan menghasilkan karya ilmiah, debat ilmiah, talk show yang menurut mereka merupakan bentuk kritikan dan masukan untuk penguasa tetapi malah mendistorsikan sikap kritis dan idealis pergerakan mahasiswa yang sesungguhnya.
Keadaan ini semakin menunjukkan bahwa pergerakan mahasiswa kekinian cenderung pragmatis sehingga memudahkan pihak-pihak tertentu untuk mengambil kesempatan atas kepentingan-kepentingan busuk mereka. Kondisi pergerakan mahasiswa yang pragmatis inilah yang harus diwaspadai keberadaannya. Mahasiswa sering dihadapkan pada perebutan pengaruh, kekuasaan, jabatan dan fasilitas di kampusnya masing-masing. Mahasiswa yang pragmatis dan oportunis, sebagian sibuk dalam pertarungan praktis memperebutkan orientasi material yaitu kedudukan dan jabatan organisasi-organisasi intra kampus.
Era baru kebangkitan
Buya Hamka pernah memberi nasehat, bahwa jika hidup hanya sekedar hidup, maka kera di hutan pun juga hidup. Manusia yang hanya hidup untuk memenuhi kebutuhan perut -dan sejengkal di bawah perut- tidak ubahnya dengan hewan. Aqidah Islam hendaknya menjadi titik awal, untuk mewujudkan tujuan hidup untuk membawa kebahagiaan yang hakiki. Ketulusan mahasiswa untuk memperbaiki negeri ini tidak bisa hanya bermodal semangat, namun juga ideologi yang kuat. Manusia harus membawa dirinya kepada level berpikir yang “beyond physical needs “, bukan ‘tuntutan perut’ semata. Perjuangan kepentingan menurut dirinya sendiri tidak akan membawa kebangkitan yang sebenarnya.
Pergerakan mahasiswa yang ideal ini sejatinya lahir dari sebuah tuntutan keyakinan (aqidah), bukan berdasarkan kepentingan manfaat semata. Pergerakan mahasiswa yang berlandaskan mabda yang shohih inilah yang tidak akan dapat ditunggangi atau dibeli oleh pihak elit politik busuk manapun. Sehingga pergerakan inilah yang mampu menjadi political control kebijakan-kebijakan yang tidak pro dengan rakyat, dan menjadi lokomotif perubahan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik.
Pada titik inilah, hendaknya arah perjuangan seluruh mahasiswa muslim adalah fokus menolong umat untuk menegakkan pemerintahan dengan sistem Islam. Sesungguhnya fajar Khilafah telah mulai menyingsing. Tanda-tandanya telah makin jelas. Maka jangan membiarkan negeri ini dipimpin rejim kapitalis dalam subordinasi kepada Barat. Akan tetapi bergerak untuk mencapai keridhaan Rabb dan berjuang bersama para ulama mukhlis untuk menolong negeri ini dan menjunjung-tinggikan kalimat Allah. Mendukung para penguasa despot tidak akan memberi manfaat kepada kita di dunia dan tidak pula di akhirat. Mereka tengah menuju lenyap, sementara umat akan tetap ada dan pertolongan Allah itu amat dekat.
Totalitas Perjuangan
Arah dan kecenderungan gerakan mahasiswa muslim sebagai political movement harus lahir dari konteks aqidahnya sendiri. Tidak boleh bergerak reaktif. Dalam lingkungan sosial politik di bawah pemerintahan Orde Neo-liberal ini, fungsi gerakan mahasiswa sebagai pendobrak, rotor perubahan yang efektif dan bergerak untuk merealisasikan terbitnya Khilafah yang agung. Kini telah menemukan lahannya yang subur. Sistem dan kekuasaan yang dholim dan sewenang-wenang harus jatuh oleh gerakan yang dimotori mahasiswa.
Kepada para mahasiswa, tidak ada jalan selamat untuk kita kecuali dengan Islam. Kedholiman tidak akan hilang dari negeri ini kecuali dengan penerapan syariah Allah. Umat Islam di berbagai belahan bumi telah mencoba sosialisme, kapitalisme, nasionalisme dan patriotisme, akan tetapi kondisi umum malah mengalami pembusukan di semua aspek kehidupan. Maka perjanjian Sykes-Picot harus dibuang. Umat Islam hanya akan mulis ketika menjunjung panji Rasulullah saw. Mari berjuang untuk menegakan syariah Allah melalui daulah al-Khilafah al-Islamiyah ar-Rasyidah yang menjadi satu-satunya jalan keluar krisis di seluruh dunia. Dan Allah bersama Kita dan tidak akan menyia-nyiakan amal-amal Kita.
Hanya keimanan kepada Allah SWT sajalah yang mewujudkan kemampuan luar biasa untuk menanggung pengorbanan ini. Tekad kuat untuk melakukan perubahan sistem dan rejim pada mahasiswa muslim akan mampu mengusir setiap upaya untuk mengaborsi perjuangan. Hari ini maupun nanti, kebangkitan gerakan mahasiswa direpresentasikan dengan keteguhan sikap mengusung tema besar perubahan “Syariah dan Khilafah mewujudkan Islam Rahmatan Lil ‘alamin“.
Umar Syarifudin, Praktisi politik (Lajnah Siyasiyah HTI DPD Kota Kediri)
(*/arrahmah.com)