(Arrahmah.com) – Assalamu ‘ala manittaba’al huda…
Yang kami hormati Bapak-bapak Densus 88…
Beberapa waktu belakangan ini, kami umat Islam Indonesia kembali merasa diperlakukan secara zalim oleh pihak yang berpredikat sebagai aparat negara. Pada banyak media diberitakan bahwa Siyono (39) warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, dikembalikan ke rumahnya dalam kondisi sudah meninggal, Jumat (11/3), setelah ditangkap dan menjalani pemeriksaan oleh Densus 88, Selasa (8/3).
Mendengar berita ini, kami otomatis beristighfar. Kenapa selalu saja ada keresahan setiap Bapak-bapak Densus beraksi? Dan ini bukan peristiwa pertama. Dengan dalih terorisme, di negara hukum ini, Bapak-bapak langsung menangkap, menembak, bahkan menyiksa dan membunuh tanpa hak bela, tanpa bukti, tanpa proses pengadilan. Asal Bapak tahu, kami umat Islam juga anti terhadap segala tindakan terorisme. Dan agama apapun pasti juga tidak ada yang sepakat dengan perilaku terorisme. Masyarakat sudah cerdas menilai, ketika Bapak-bapak beraksi pasti lebih banyak hal negatif yang ditimbulkan. Dan ini bisa juga disebut sebagai bentuk terorisme. Terlebih kami, umat Islam sebagai pihak yang terzalimi tentu semakin menambah daftar hitam rasa kebencian terhadap Bapak-bapak Densus 88. Apakah Bapak-bapak memang ingin umat Islam semakin benci? Apakah Bapak-bapak ingin memupuk kebencian ini hingga ke anak cucu kita nanti? Bagaimana perasaan Bapak jika yang dibunuh itu adalah orangtua, istri, anak, saudara atau kerabat Bapak? Tentu akan ada setidaknya dua rasa, sedih karena ditinggal oleh orang yang dicinta, dan benci kepada orang yang telah merenggut nyawa orang tersayang tanpa alasan yang jelas. Maukah jika nantinya muncul rasa dendam mendalam kepada Bapak-bapak karena perlakuan tidak adil ini?
Karena jika ini terus dilakukan, maka dampak yang ditimbulkan kedepan pasti akan banyak lagi korban, yang baru sebatas terduga sudah diperlakukan secara tidak manusiawi. Terus terang saja, aksi terbaru Bapak-bapak Densus 88 ini membuat para aktivis muslim semakin geram, tidak hanya kami, para pegiat HAM juga menyayangkan hal tersebut. Maaf jika kami harus bertanya, sebenarnya Bapak-bapak itu detasemen khusus anti teror, atau malah biang pembuat teror? Kiranya perlu dijelaskan kepada publik sebenarnya tugas Bapak-bapak itu apa? Serta bagaimana SOP yang seharusnya dijalankan. Profesional dan prosedural Pak, jangan semena-mena dalam bekerja!
Kami beri masukan agar ke depan lebih baik dalam bekerja. Karena kalau ternyata malah lebih banyak pelanggaran yang Bapak-bapak Densus 88 lakukan, tampaknya lebih baik dibubarkan saja. Karena sangat disayangkan jika harus menghabiskan banyak anggaran negara (bahkan mencapai Rp 1,9 triliun), tetapi hanya digunakan untuk menebar teror dengan membunuh orang Muslim secara semena-mena.
Maaf Bapak-bapak, mungkin ada baiknya kita menengok kembali tentang makna HAM, dimana setiap orang di alam demokrasi ini mempunyai hak yang sama, termasuk dalam hal hukum. Tentu Bapak-bapak Densus tidak ingin kalau negeri ini disebut setengah demokrasi. Bapak-bapak tentu juga tidak ingin jika negeri ini disebut dengan negeri setengah HAM atau negeri setengah hukum. Apalagi jika ada yang menyebut otak dan hati Bapak-bapak Densus hanya setengah. Tolong Pak, belajarlah membedakan yang haq dan yang bathil, yang benar dan yang salah. Agar kami, umat muslim di negara kita Indonesia tercinta ini, tidak merasa sedang berperang dengan kebatilan sistematis yang tergabung dalam Densus 88.
Buat Bapak-bapak Densus 88 anti teror. Sekali lagi mohon maaf jika selama ini kami justru merasa bahwa sebenarnya Bapak-bapak lah yang suka meneror dan menebar ketakutan. Agama apapun tidak membenarkan perilaku teror. Maka kami mengajak Bapak-bapak bertanya pada hati nurani yang bersih tentang pekerjaan yang Bapak-bapak lakukan. Lalu beristighfar dan bertaubat kepada Allah. Jika ada dari Bapak-bapak yang masih merasa sebagai muslim, kami menyerukan untuk segeralah bertaubat kepada Allah atas kezaliman yang telah dan sering Bapak-bapak perbuat. Karena jika Bapak-bapak tidak segera bertaubat, maka tidak ada yang bisa kami katakan, selain mempersilakan Bapak-bapak menunggu berita gembira dari Allah berupa azab dan siksaan yang pedih bagi orang-orang yang zalim. Wallahul mus’taan
Atas nama anak-anak Pemuda Muhammadiyah
Cabang Blimbing Daerah Sukoharjo
Ketua, Zaed Affandi
Sekretaris, Ahmad Nasri
(*/arrahmah.com)