JAKARTA (Arrahmah.com) – Kematian Siyono, imam Masjid Muniroh yang merupakan warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten berbuntut panjang. Selain umat Islam Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga melihat kematian tidak wajar menimpa Siyono KontraS menduga kematian Siyono saat dibawa aparat Densus 88, karena mengalami penyiksaan saat berada dalam pemeriksaan Polri.
Menurut KontraS, Humas Polri menyampaikan penjelasannya bahwa korban adalah terduga kasus terorisme dan meninggal setelah mencoba melakukan perlawanan terhadap anggota polisi yang mengawalnya. Oleh karena anggota Polri yang mengawal hanya satu orang, anggota tersebut terpaksa melakukan kekerasan agar korban tidak melarikan diri. Hal itu mengakibatkan korban lemas dan meninggal dunia. Penjelasan ini tentu sulit dipercaya kebenarannya, apalagi karena Polri belum melakukan visum atau otopsi untuk membuktikan penyebab kematian korban.
Adapun, lanjut KontraS, Pasal 11 ayat (1) huruf b Perkap No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa “Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan: penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan”. Selain itu, Pasal 7 ayat (2) huruf c Perkap No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa “Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan wajib: segera menyelesaikan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawahan;”. Mengenai tindakan pengawalan, anggota Polri juga diduga telah melanggar Pasal 7 ayat (1) Perkababinkam Polri No. 10 Tahun 2009 Tentang Pengawalan yang menyatakan “Pengawalan orang/tahanan dilaksanakan oleh anggota Polri minimal 2 (dua) orang atau disesuaikan dengan jumlah tahanan yang dikawal”. Lemahnya persiapan penggeledahan yang dilakukan Densus 88 sehingga menimbulkan ketakutan bagi anak-anak juga menunjukkan Densus 88 tidak proporsional dalam menerapkan Pasal 8 ayat (1) dan (2) huruf c Perkap No. 23 Tahun 2011 Tentang Prosedur Penindakan Tersangka Tindak Pidana Terorisme yang menyatakan “Pelaksanaan penindakan tersangka tindak pidana terorisme secara teknis dan taktis yang disesuaikan dengan medan atau situasi kondisi lingkungan yang dihadapi, antara lain meliputi: tempat keramaian atau sentra-sentra publik (pasar, tempat ibadah, sekolah, acara/event tertentu, bandara udara, pelabuhan laut, pelabuhan darat)”.
Berdasarkan fakta dan ketentuan di atas, KontraS melalui rilis yang di teken Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar, MA Senin (14/3/2016) mendesak Kapolri untuk:
Pertama, memerintahkan jajarannya untuk melakukan penyidikan mengenai dugaan penyiksaan yang dialami oleh Alm. Siyono dan menindak anggota Polri yang melakukannya;
Kedua, memerintahkan jajarannya untuk melakukan visum dan otopsi terhadap jenazah Alm. Siyono untuk mengetahui dengan pasti penyebab kematiannya;
Ketiga, mengevaluasi kewenangan dan tindakan operasi Densus 88 untuk mencegah terjadinya hal serupa;
Keempat, menyampaikan informasi perkembangan penyidikan kasus dugaan penyiksaan tersebut kepada keluarga korban;
(azmuttaqin/arrahmah.com)