“Kami yakin pada tentara kami, dan negara kami.”
Di tengah suara artileri yang menyerang kota Kilis, hanya beberapa mil dari perbatasan Suriah, Halil Deli yang berusia 36 tahun, seorang supir taksi selama lima tahun terakhir, mendukung penembakan tentara Turki di Suriah.
Namun ia cepat menunjukkan kepedulian tidak hanya untuk keluarganya tetapi juga untuk masa depan kota Kilis.
“Istri saya tidak bisa tidur dengan tenang karena suara artileri sepanjang malam,” ujar Deli.
“Sejak roket ditembakkan dari sisi Suriah yang memukul dua sekolah umum di sini, setiap pagi saya mereka stres ketika dua anak gadis saya pergi ke sekolah.”
Sebuah roket yang ditembakkan dari sisi Suriah merusak dua sekolah negeri yang terletak di pusat kota pada 18 Januari lalu dan membunuh dua anak.
Namun meskipun merasa cemas, ia menekankan bahwa ia merasa “dilindungi oleh pembalasan militer Turki”.
Militer Turki terus melepaskan tembakan ke posisi PYD dan PKK di Suriah utara yang berulangkali menembakkan roket dari basis mereka di sekitar kota Azaz sejak 12 Februari.
Penembakan tentara Turki telah diintensifkan setelah bom mobil mengguncang ibukota Turki, Ankara pada pekan lalu yang membunuh sedikitnya 28 orang.
“Saya telah tinggal di Kilis selama empat tahun dan kami sekarang telah terbiasa hidup dengan suara artileri,” ungkap Ahmet K seorang mahasiswa yang belajar di Universitas 7 Desember Kilis.
Dia menambahkan bahwa meskipun begitu, dia bangga dengan pasukannya (pasukan Turki-red).Menyusul perang Suriah, Kilis mengalami sedikit kemajuan ekonomi dan bahkan baru-baru ini menjadi perhatian media.
Olea Hotel, hotel terbaru dari tiga hotel yang ada di kota ini, dibuka tahun lalu dan telah melihat kenaikan tingkat hunian menjadi lebih dari 80 %, menurut pemilik hotel.
“Kami menjadi tuan rumah awak pers terutama asing dan domestik dan hunian hotel meningkat 90 persen dalam dua minggu,” ujar pemilik yang tidak ingin disebutkan namanya.
“Ya, kami mendapatkan uang hari ini tapi kami tidak pernah ingin mendapatkan uang dari ketegangan perbatasan.”
Kilis juga menjadi rumah bagi lebih dari 120.000 pengungsi Suriah. Untuk provinsi terkecil kedua di Turki, mereka memberikan keadilan terkait masalah sosial dan ekonomi atau yang berkaitan dengan kerja keras dari kehidupan sehari-hari.
Bisnis lokal beradaptasi dengan situasi baru.
Ketua CCA (Dewan Pengrajin dan Artisans Kilis) Mehmet Nur Korkmaz mengatakan bahwa setidaknya 75 perusahaan yang tidak terdaftar dijalankan oleh warga Suriah yang terlibat dalam impor dan ekspor ilegal di Kilis.
“Menurut angka CCA, setidaknya 700 warga Suriah bekerja secara ilegal,” tambah Korkmaz. “Rata-rata usia mereka adalah berusia sekitar 20 tahun.”
“Mempekerjakan pekerja ilegal tidak hanya menjadi kendala bagi pemuda pengangguran Turki di Kilis tetapi juga berbahaya bagi pengungsi Suriah yang tidak dapat memiliki akses ke hak resmi mereka.”
Korkmaz juga membandingkan jumlah upa harian antara pekerja Suriah dengan pekerja Turki.
“Upah harian pekerja Turki sekitar 50 lira Turki (16,8 USD), Suriah dapat bekerja secara ilegal dengan upah 20 lira Turki (6,7 USD),” ungkapnya.
Namun demikian, menurut Kamar Dagang dan Industri Kilis, setidaknya ada 70 perusahaan Suriah yang terdaftar di industri tekstil, makanan dan konstruksi.
Ayla Cimen (48), penerjemah resmi yang bekerja di Kamp Pengungsi Oncupinar mengatakan dia menganggap warga kamp pengungsi sebagai kerabatnya.
“Sebelum saudara Suriah kami datang ke sini, saya adalah seorang ibu rumah tangga. Ketika mereka mulai memasuki Turki, instansi pemerintah Kilis membutuhkan banyak penerjemah,” jelasnya.
“Saya mendengar lusinan cerita sedih. Saya tidak bisa tidur selama dua tahun,” katanya.
“Ketika saudara Suriah kami datang ke sini, kami berbagi semua yang kami punya. Saya bahkan membagi mahar putri saya menjadi dua bagian dan berbagi dengan mereka.”
Bulan lalu, Wakil Ketua Partai Keadilan dan Pembangunan (AK), Ayhan Sefer Ustun menominasikan rakyat Kilis untuk Hadiah Nobel Perdamaian.
“Orang-orang berbagi pekerjaan mereka, rumah-rumah mereka, perdagangan dan ruang sosial dengan pengungsi Suriah. Saya kira itu menjadi contoh tindakan damai yang tidak ada di dunia,” tulisnya dalam suratnya kepada komiter Nobel. (haninmazaya/arrahmah.com)
*sumber tulisan: Zaman Alwasl