JAKARTA (Arrahmah.com) – Menurut Fahira Idris, Wakil Ketua Komite III DPD, LGBT bukan lagi hanya sebatas prilaku individu tetapi sudah menjelma menjadi sebuah gerakan masif yang terorganisir.
“Secara pribadi, saya tidak mempersoalkan keberadaan LGBT dan menolak segala macam kekerasan kepada mereka. Yang saya tidak terima adalah aksi propaganda mempromosikan LGBT dengan pesan utama ‘mencintai sesama jenis’ dan ‘perilaku seks menyimpang adalah hal yang wajar’. Terlebih propaganda ini sangat gencar menyasar kalangan anak dan remaja,” ujar Fahira, di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (15/2/2016), sebagaimana dilansir oleh Tribun News.
Ada indikasi kuat secara bertahap gerakan LGBT ingin mengubah tatanan sosial di Indonesia, ungkap Fahira.
Targetnya yaitu untuk menjadikan Indonesia sama seperti Filipina di mana kelompok LGBT bebas melakukan propaganda karena mendapat dukungan luas dari berbagai elemen mulai dari civil society, intelektual, law maker, aktivis, ormas, kampus, hingga tokoh dan lembaga keagamaan.
Indonesia juga bisa seperti Vietnam di mana pernikahan sesama jenis dibolehkan walau tidak tercatat dalam catatan sipil, dan pada akhirnya sama seperti di Amerika dan 20-an negara lainnya yang melegalkan pernikahan sesama jenis dan secara hukum, sosial, budaya, agama, LGBT tidak lagi dipersoalkan, tambah Fahira.
Fahira menjelaskan bahwa dalam sistem demokrasi yang dianut Indonesia, jumlah menjadi hal yang penting. Sehingga propaganda dilakukan secara massif dan sistematis agar jumlah komunitas LGBT dan para penyokong secara statistik semakin besar, sehingga diperhitungkan dari segi populasi.
Propaganda secara masif dilakukan lewat berbagai media baik yang konvensional maupun non kovensional, mulai dari buku, musik, film, tayangan televisi, internet, media sosial, aplikasi percakapan, dan lainnya.
“Dengan sokongan dana besar, ini (merubah tatanan sosial) bukan hal yang mustahi bisa terjadi. Saya minta hentikan niat-niat seperti itu, sudah banyak aspirasi dari masyarakat agar Indonesia punya aturan terkait LGBT seperti Rusia dan Singapura,” kata Fahira.
Propaganda LGBT langsung ke sekolah-sekolah dengan tameng edukasi dan komik remaja berisi percintan sejenis, menilai propoganda LGBT di kalangan anak dan remaja telah melanggar hak-hak asasi anak dan UU Perlindungan anak yang menjamin anak untuk tumbuh kembang secara wajar dan alamiah.
Jika propaganda kepada anak terus dilakukan, maka akan ada konsekuensi hukum bagi para pelaku propaganda LGBT.
“Hak anda, para LGBT mendeklarasikan orientasi seksual anda ke muka umum. Tetapi jangan coba-coba berniat menuntut dan memaksa kami dan anak-anak kami, juga memberi tolerensi terhadap gerakan yang mencoba mengubah pandangan agama, tatanan sosial, etika, norma dan nilai-nilai budaya Indonesia untuk beradaptasi atas ke LGBT-an anda. Karena kami akan lawan,”tegas Fahira.
Dia juga menyerukan agar pemerintah memiliki konsep yang tegas terkait LGBT sehingga di lapangan tidak terjadi benturan.
Menurut Fahira, banyak orang menjadi same sex attraction, karena pemaksaan mengambil role model (utamanya peran ibu), yang banyak terjadi misalnya kasus keluarga broken home, over protective atau anak terlalu manja atau dilindungi, dan terjadi pada anak yang tidak mendapat perhatian dari kedua orangtua.
Serta terakhir faktor trauma jiwa akibat pelecehan seksual (sodomi) sewaktu kecil, yang diyakini sebagai faktor penguat kecenderungan yang sudah terbangun oleh lingkungan.
“Banyak dari mereka yang ingin move on dan hijrah kembali kepada fitrahnya. Masalahnya sering mereka tidak punya tempat curhat yang tepat dan terus dibombardir propaganda bahwa apa yang terjadi pada mereka adalah hal yang biasa saja. Pemerintah harus paham hal ini dan memfasilitasi mereka yang ingin move on. Jangan tidak ada inisiatif sama sekali,” ujar Fahira yang juga merupakan Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini.
(ameera/arrahmah.com)