(Arrahmah.com) – Sosoknya muncul seolah “menghangatkan” sebuah daerah dingin di pegunungan Kaukasus utara. Daerah bercurah hujan tinggi yang selalu dilanda “sengketa” dan menjadi saksi bisu perjuangan para mujahidin di sana. Ya, di wilayah Chechnya inilah seorang mujahid dari Afghanistan keturunan Arab hadir. Namanya tak asing dan tak usang di telinga masyarakat yang bermukim di dalamnya.
Dialah Muhammad bin ‘Abdullah bin Saif Al-Jabir Al-Buaynayn At-Tamimi, atau lebih dikenal dengan Abu Umar As-Saif. Seorang Arab dari Bani Tamim yang lahir dan besar di provinsi Al-Qasim, Arab Saudi. Bani Tamim adalah suku besar yang tersebar di seluruh Jazirah Arab.
Abu Umar mempunyai 5 saudara laki-laki, dua orang kakak dan tiga orang adik. Kakak tertuanya adalah Mubarak dan Ibrahim. Keduanya bekerja di Royal Commision for Jubail, sebuah kota industri di provinsi Syarqiyah. Sedangkan ketiga adiknya adalah Faisal, Badr dan Ali. Selain saudara laki-laki, Abu Umar juga memiliki enam saudara perempuan. Ayah Abu Umar meninggal saat ia masuk di bangku perkuliahan.
Masa mudanya seperti kebanyakan pemuda zaman saat itu, masih berkubang dalam kemaksiatan. Olahraga yang ia gemari adalah sepak bola, bahkan jabatan kapten tim disandangnya. Lantunan musik-musik jahiliyah masih sering terdendang dari lisannya.
Tidak dijelaskan secara mendetail, bagaimana perjalanan pendidikannya dari dasar hingga perguruan tinggi. Abu Umar hidup ala kadarnya sebagai seorang pemuda yang beranjak dewasa. Semua berubah setelah hidayah dari Allah menghampirinya. Tak dinyana, seorang pemuda biasa berubah menjadi seorang ulama mujahid teladan bagi umat.
Saat Hidayah itu Datang
Hanya Allah-lah Sang Pemberi Hidayah. Terkadang hidayah itu muncul secara tiba-tiba dan dari arah yang tidak disangka-sangka. Sayup-sayup hidayah itu merasuk dalam hati Abu Umar saat tidak sengaja mendengar sebuah kajian. Dirinya tergerak dan mencari sumber suara. Ternyata suara kajian itu berasal dari ruang perpustakaan keluarga. Ada sebuah buku karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah yang tergeletak di meja.
Rupanya, kakek Abu Umar tidak sengaja meninggalkan kitab karya ulama besar ini. Abu Umar pun mendekati kitab itu dan mulai membaca lembar demi lembar secara seksama. Kitab-kitab ini berisi khusus tentang pengaruh dosa bagi diri manusia. Ya, nama kitab ini adalah Al-Jawabul Kafi Liman Saala ‘an Ad-Dawaisy Syafi.
Hati Abu Umar bergetar sedemikian hebatnya membaca goresan pena Ibnul Qayyim. Akhirnya, getaran itu menggerakkan hatinya melangkah ke masjid untuk mengikuti kajian kitab tersebut dari seorang syaikh. Kecenderungan di dalam dirinya mulai tumbuh. Hobi bermain sepak bola berganti menjadi melahap kitab-kitab Ibnul Qayyim lainnya, semisal Madarijus Salikin dan Thariqul Hijratain.
Kehidupan Baru
Hari-hari Abu Umar mulai terasa indah dan bermakna setelah tercelup dengan nikmatnya ilmu dan iman. Karena saking cintanya pada tulisan Ibnul Qayyim, ia telah membaca kitabThariqul Hijratain lebih dari dua puluh kali. Hampir-hampir, ia dapat menghafal seluruh isinya.
Kehidupan masa lalunya mulai terkubur digantikan kehidupan baru. Ia tidak suka memiliki banyak pakaian sebagai bentuk sikap zuhud. Abu Umar mulai membenci kemewahan yang banyak diidamkan orang-orang. Ia lebih suka tidur beralaskan bumi daripada tidur di ranjang yang mewah. Bahkan kedua mobilnya, Nissan Pickup 85 dan Hilux 93 tidak pernah terdengar bunyi mesinnya hingga Abu Umar memutuskan hijrah ke Chechnya.
Selain menuntut ilmu di bangku perkuliahan, Abu Umar juga mulai menghafal Al-Qur’an, Shahih Bukhari Muslim dan beberapa matan. Hampir semua kitab karya Ibnul Qayyim ia baca dan hafal sebagian besarnya. Abu Umar juga bermulazamah dengan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.
Jadwal rutinnya setelah Subuh adalah berdiam di masjid hingga terbit fajar untuk murajaah hafalan Al-Qur’an, kemudian pergi kuliah ke Universitas Muhammad Ibn Su’ud. Waktu Zuhur hingga Ashar ia gunakan untuk istirahat. Setelah itu, ia bermulazamah dengan Syaikh Al-Utsaimin membahas kitab Riyadhus Shalihin. Menginjak waktu sore sebelum Magrib, Abu Umar pulang ke rumah dan mempelajari ulang apa yang telah didapatnya hari itu.
Selepas Maghrib, Abu Umar kembali belajar bersama Syaikh Al-Utsaimin. Ketika adzan Isya’ berkumandang hingga iqamat, Abu Umar melanjutkan belajar dengan para masyayikh yang lain. Kemudian bakda Isya’, Abu Umar belajar bersama murid-murid Syaikh Al-Utsaimin. Setelah selesai, ia kembali ke rumah untuk segera tidur dan bangun dua jam sebelum Subuh untuk melaksanakan Shalat Malam. Rutinitas tersebut dijalani setiap hari oleh Abu Abu Umar As-Saif karena kecintaannya terhadap ulumuddien.
Abu Umar As-Saif adalah sosok yang sangat menjaga kesucian diri. Dia selalu menjaga perutnya agar dimasuki hanya dengan makanan yang halal. Dia juga menjaga diri dari berhutang dan menerima sedekah. Jika mendapat hadiah dari orang lain, tidak segan-segan ia bagikan kepada sesama.
Ada satu kebiasaan unik saat ia belajar bersama Syaikh Al-Utsaimin. Abu Umar selalu duduk di belakang tiang hingga Syaikh tidak mengetahui kehadirannya. Abu Umar melakukan hal ini selama empat tahun, sampai-sampai Syaikh tidak tahu menahu bahwa Abu Abu Umar As-Saif mempunyai sangkut paut dengan Chechnya.
Ibadah yang dilakukan Abu Umar sangatlah mengagumkan. Ia melaksanakan puasa sunnah Senin-Kamis dan padaAyyamul Bidh. Jika ia tidak berpuasa karena sakit, maka Abu Umar akan menggantinya di hari yang lain. Demikian seterusnya, seolah ia menganggap bahwa puasa itu wajib baginya hingga harus mengganti jika berhalangan tidak berpuasa.
Malam-malamnya selalu dihiasi dengan Qiyamul Lail sebanyak sebelas rakaat selama tiga jam. Ia selalu memanjangkan waktu di setiap ruku dan sujudnya. Kantung-kantung di bawah matanya terlihat besar dan basah disebabkan banyaknya menangis di sepertiga malam.
Abu Umar juga seorang yang “pendiam”. Dia tidak akan pernah bicara kecuali terkandung manfaat di dalamnya. Ia juga jarang tertawa, dan jika menemui orang yang tertawa, ia akan berkata, “Banyak tertawa itu mematikan hati.”
Ulama sekaligus mujahid Chechnya ini selalu bersemangat tinggi dalam taqarrub kepada Allah. Ia tidak akan pernah ridha jika ada seseorang mendahuluinya dalam beribadah. Ada sebuah kisah menarik tentang hal ini. Suatu ketika Abu Umar selalu datang lebih awal ke masjid saat hari Jumat. Tapi, ternyata ada seseorang yang datang lebih dahulu dari Abu Umar. Ia pun bertanya pada orang itu, “Sejak kapan dirimu berada di masjid?”. Orang itu menjawab,”Saya berada di masjid sejak syuruq (matahari terbit).” Sepekan kemudian, orang yang datang di masjid setelah syuruq itu mendapati Abu Umar datang lebih dulu sebelum syuruq. Subhanallah…
Meskipun dikenal sebagai ahli ibadah dan ahli ilmu, ternyata Abu Umar juga seorang yang sangat menjaga kebugaran dan kekuatan tubuh. Setiap pekan ia memiliki kebiasaan berlari dari dataran rendah menuju dataran yang tinggi dan kembali menuruninya. Semua itu ia lakukan untuk menjaga kekuatan tubuhnya. Allah lebih menyukai seorang Muslim yang kuat daripada yang lemah.
Pribadi Abu Umar As-Saif adalah pribadi yang lengkap. Dari segi gizi rohani, ia isi dengan ibadah yang mengagumkan, gizi akal diisi dengan ulumuddien, dan gizi jasmani ia tempa dengan latihan-latihan kebugaran tubuh.
Perjalanan Jihad Syaikh Abu Umar As-Saif
Setelah berbincang mengenai kepribadiannya, kita mulai bahas soal perjuangannya dalam jihad. Ternyata, di sela-sela kesibukannya dalam menuntut ilmu Abu Umar sempat pergi menimba ilmu di Afghanistan selama dua tahun (1986-1988).
Ali At-Tamimi, adik Abu Umar memberi kesaksian kepada koran Al-Hayat, “Kakak saya (Abu Umar) ikut andil dalam jihad di Afghanistan. Ia berguru pada Syaikh Abdullah Azzam dan kembali ke Saudi setelah penarikan tentara Rusia. Pada saat itu juga sedang terjadi perang saudara di Afghanistan. Setibanya di Saudi, kakak saya menyelesaikan pendidikan di Fakultas Syariah Universitas Muhammad Bin Saud. Selepas lulu, ia pernah ditawari bekerja di bidang hukum, tetapi ia menolaknya dan memilih bergabung kembali bersama mujahidin.”
Tidak ada informasi tentang bagaimana kehidupan Abu Umar As-Saif ketika di Afghanistan. Tetapi diketahui, selama Abu Umar menuntut ilmu sekaligus berjihad di sana ia sempat pulang satu kali ke Saudi. Kemudian kembali lagi dan menggenapkannya hingga dua tahun. Episode perjuangannya di Afghanistan rupanya membuat dia menikmati kehidupan di bumi jihad. Ilmunya yang ia dapatkan dari Syaikh Abdullah Azzam memantapkan hatinya untuk melangkah di jalan perjuangan ini.
Pada seri kedua nanti, akan diceritakan secara khusus kehidupan Syaikh Abu Abu Umar As-Saif ketika berkiprah di bumi jihad Chechnya. Situs al-qoqaz.net telah membuat video khusus profil dari Syaikh Abu Umar As-Saif ketika di Chechnya. Video berbahasa Arab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Ansar Al-Mujahideen. Jangan lupa, nantikan kisah selanjutnya!
Penulis: Dhani el_Ashim
Editor: Rudy
(kiblat.net/arrahmah.com)