BANDUNG (Arrahmah.com) – DPD II HTI Bandung melalui agenda Dakwah on The Road menyelenggarakan kampanye melawan kaum terlaknat lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) dalam bentuk happening art dan talk show Inspiratif di Car Free Day Dago, Ahad (7/2/2016).
Ustadz Ponsen Sindu Prawito M.M, Ketua DPD II HTI Kota Bandung mengatakan bahwa pada tahun 90 an LGBT lahir dan tumbuh subur di negara-negara kapitalis. Mereka menggunakan dalih Kebebasan dan HAM untuk membenarkan perilaku menyimpang tersebut. Kaum LGBT merasakan adanya kebebasan ketika Mahkamah di AS melegalkan pernikahan sejenis. Kaum LGBT pun merasa mereka harus lebih terbuka. Mereka pun menuntut untuk dilegalkan pula di Indonesia. Padahal ini merupakan virus yang berbahaya.
Selain itu, masih menurut Ponsen, Allah dan Rasul melaknat orang yang melakukan perbuatan terlaknat kaum Nabi Luth ini. LGBT sendiri bukan merupakan faktor gen tetapi penyakit kejiwaan. Seorang menjadi waria bukan karena dilahirkan sebagai waria tetapi karena lingkungan yang mendidik hal demikian selama bertahun-tahun. Hal sederhana misalnya selama tidak dipisahkan tempat tidur sejak kecil, bisa jadi potensi munculnya LGBT. Maka, harus ada penanaman nilai sejak kecil di dalam keluarga. Selain keluarga, negara juga memiliki peran yang sangat penting untuk mencegahnya.
LGBT secara tegas dilarang dalam Islam. Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam. bersabda;
“Dilaknat orang yang melakukan perbuatan Nabi Luth (homoseksual)” (HR at-Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu Abbas).
Dalam hadits yang lain Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu. mengatakan; “RasulullahShallalahu alaihi wa sallam telah melaknat wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
“Dengan demikian jika LGBT itu merupakan problem kejiwaan dan dilarang oleh Islam, lantas kenapa harus dibolehkan dengan dalih HAM, kebebasan, hak Individu,” tanyanya.
Dia menjelaskan bahwa liwath atau homoseksual hukumannya berupa dijatuhkan dari gedung yang tinggi dengan kepala di bawah dan pasti meninggal. Singkatnya, hukuman tersebut pasti mati. Hal ini berbeda dengan zina, ada muhsan dan ghair muhsan. Untuk ghair muhsan, maka hukumannya didera dengan cambuk. Di dalam sistem Islam tidak akan ada ruang untuk menyimpang seperti halnya LGBT. Jika salah maka akan dihukum tanpa simpati dan belas kasih. Dengan demikian, tatatan masyarakat akan terjaga, dan nasab akan jelas.
Untuk itu kemungkaran LGBT harus dilawan, cegahlah dengan tangan, lisan dan hati. “Yakinlah semua itu akan ditanya oleh Allah. Maka, berikanlah amar ma’ruf. InsyaAllah selamat. Selain itu, perlu ikut secara bersama-sama dalam mengkaji Islam, Harus ikut juga dalam perjuangan Khilafah,” ungkapnya.
Sementara itu, Andika Permadi selaku Lajnah Khusus Mahasiswa HTI Bandung, menjelaskan bahwa LGBT ini penyebarannya sistemik dan terorganisir. Kalangan kampus dan kaum muda pun menjadi target utama dan empuk untuk penyebaran LGBT. Misal di UI, ada nama lembaga sexuality, dengan aktivitas penyebaran virus LGBT berkedok konseling. Ini bukti penyebaran sistematis dan mengancam sekali.
Bicara pemuda, kondisinya rawan sekali terjangkit virus LGBT jika tidak dibentengi. Pendapat menteri pendidikan pun seolah-olah LGBT menjadi sah-sah saja, dengan alasan kebebasan berekspresi individu selama tidak dikampanyekan dan memicu kerisauan.
“Jika LGBT dibiarkan, maka, bisa jadi terputusnya generasi selanjutnya. Sungguh sangat berbahaya dan bertentangan dengan agama dan moral.”
Maka mahasiswa harus memberikan pencerdasan kepada masyarakat tentang rusak dan bahayanya LGBT.
“Kita harus menjaga pemikiran dan perasan masyarakat agar benar. Yakin terhadap sistem hidup yang benar yakni Syariah dalam naungan Khilafah”, seru Andika. (azmuttaqin/*/arrahmah.com)