(Arrahmah.com) – Saat penjajah Belanda mencengkeramkan kuku-kuku imperialisme salibisnya di bumi Nusantara, umat Islam tidak ragu-ragu sedikit pun untuk melawannya. Dipelopori oleh kaum ulama dan santri serta bangsawan muslim, gerakan jihad fi sabilillah mereka berlangsung dalam rentang waktu yang sangat panjang: 300 tahun lebih. Padahal senjata mereka sangat sederhana dan mereka tidak memiliki pengetahuan kemiliteran modern seperti halnya penjajah Protestan Belanda.
Kesinambungan dan keistiqamahan jihad rakyat muslim Nusantara sangat menggoyahkan penjajah Belanda. Perusahaan multinasional terbesar dan terkaya Belanda saat itu, VOC, mengalami kebangkrutan akibat besarnya biaya perang di luar kemampuan mereka. Pemerintah penjajah Hindia Belanda yang mengambil alih posisi VOC pada akhirnya juga mengalami kebangkrutan ekonomi serupa, selain kerugian militer yang sangat besar.
Kisah kesuksesan dan keistiqamahan jihad yang melibatkan peran aktif umat Islam bukan hanya terjadi di Nusantara. Di berbagai belahan dunia lain pun hal serupa terjadi. Dari benua Afrika, Sudan merupakan salah satu contoh terbaik untuk hal ini. Seorang pemimpin kelompok Sufi Tarekat Samaniyah, Syaikh Muhammad Ahmad bin Abdullah As-Sudani (12 August 1844 – 22 Juni 1885 M) berhasil mengusir penjajah Mesir – Inggris dan mendirikan Daulah Islamiyah dengan dukungan rakyat muslim Sudan.
Syaikh Muhamad Ahmad bin Abdullah As-Sudani —seorang pemimpin tarekat yang mengklaim dirinya Imam Al-Mahdi— dan para pengikutnya hanya memiliki senjata tradisional seperti pedang, tombak, dan panah. Mereka harus berhadapan dengan pasukan Mesir – Inggris yang dipersenjatai dengan senapan dan meriam. Salah satu faktor pembeda utama hasil peperangan panjang tersebut adalah dukungan dan partisipasi ratusan ribu umat Islam Sudan, di pihak “Imam Al-Mahdi Sudan”.
Al-Mahdi Sudan mengawali jihadnya dengan menyapu bersih 200 tentara Mesir yang menjajah Sudan. Saat itu pemerintahan penjajah Mesir di Sudan dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal Inggris. Lalu penguasa Mesir – Inggris mengirim pasukan berkekuatan 1000 tentara berkuda dan 8000 ekor tentara berunta di bawah pimpinan Kolonel William Hicks. Namun dalam pertempuran sengit pada 5 November 1883 M, pasukan tersebut dihancurkan oleh pasukan Al-Mahdi Sudan. Hanya sekitar 30 orang saja yang selamat dari keseluruhan pasukan Hicks. Kolonel Hicks sendiri tewas dalam pertempuran.
Kemudian penguasa Mesir – Inggris mengirim pasukan berkekuatan 25.000 tentara di bawah pimpinan Jenderal Valentine Baker. Seperti pendahulunya, Baker tewas dalam pertempuran dan pasukannya dihancur leburkan oleh pasukan Al-Mahdi Sudan.
Penguasa Mesir – Inggris kemudian mengirim Jenderal Charles Gordon sebagai pemimpin tertinggi pasukan untuk memerangi Al-Mahdi Sudan. Dengan karunia Allah semata, kemudian dengan dukungan penuh rakyat muslim Sudan, sang Al-Mahdi Sudan kembali memecundangi Jenderal Kristen Anglikan Inggris tersebut. Pasukan Al-Mahdi Sudan berhasil merebut kota Bhar El-Ghazal dan menewaskan Jendral Stewart. Mereka kemudian berhasil merebut ibukota Sudan, Khartoum, dan menewaskan Jenderal Charles Gordon. Peristiwa yang terjadi pada 26 Januari 1885 tersebut menjadi awal pendirian Daulah Islamiyah oleh Al-Mahdi Sudan.
Dalam jihad kontemporer, kemenangan jihad Afghanistan atas komunis Uni Soviet merupakan bukti paling nyata dari pentingnya keterlibatan aktif rakyat muslim bagi kesinambungan dan kesuksesan jihad. Berdasar catatan Syaikh Abdullah Azzam rahimahullah, selama periode jihad melawan komunis Uni Soviet 1979-1989, sekitar 2 juta warga Afghanistan telah syahid dan 1,5 juta lainnya mengalami cedera. Sebagian korban cedera bahkan mengalami cacat seumur hidup. Selain itu, sekitar 7 juta warga muslim Afghanistan terpaksa mengungsi di negara-negara tetangga.
Data yang diungkapkan oleh Syaikh Abdullah Azzam tersebut sungguh mengagumkan, sekaligus memilukan. Mengagumkan, karena rakyat muslim Afghanistan tetap sabar dan tegar berjihad selama belasan tahun, sampai musuh komunis Uni Soviet berhasil dikalahkan. Memilukan, karena jumlah korban syahid dan cedera yang sangat tinggi. Jumlah korban tersebut ribuan kali lipat dari jumlah anggota kelompok-kelompok jihad di seluruh dunia. Seperti judul buku Syaikh Abdullah Azzam, jihad Afghanistan benar-benar telah menjadi Jihadu Asy-Sya’b Al-Muslim, Jihad Bangsa Muslim.
Seandainya jihad di Afghanistan hanya dilakukan oleh jamaah-jamaah jihad semata, tentulah jihad akan berhenti di tengah jalan dan tidak meraih tujuannya. Dengan anggota yang hanya belasan ribu, jamaah jihad tak akan mampu melakukan jihad dalam rentang waktu yang lama. Saat para pemimpin dan anggotanya terbunuh, tertangkap, atau diburu, gerakan jihad akan berjalan tersendat-sendat, kemudian berhenti.
Dengan karunia Allah semata, beban-beban jihad di Afghanistan ditanggung bersama-sama oleh segenap rakyat muslim Afghanistan. Jika 10.000 atau 20.000 atau 30.000 anggota gerakan-gerakan jihad terbunuh atau tertangkap, jihad tetap berjalan dengan istiqamah karena jutaan rakyat muslim Afghanistan masih mengangkat senjata. Inilah perbedaan antara jihad oleh sebuah jamaah jihad dan jihad oleh bangsa muslim.
Syaikh Abdullah bin Khalid Al-Adam —salah seorang komandan dan instruktur militer Tanzhim Al-Qaidah Pusat— menulis: “Sesungguhnya orang yang memperhatikan pengalaman-pengalaman jihad penuh berkah di masa-masa yang lalu akan mengetahui bahwa penyebab langsung dari ketidakmampuan gerakan-gerakan jihad dalam merealisasikan tujuannya —yaitu menegakkan hukum Allah, menerapkan syariat Allah yang lurus, dan mengalahkan musuh— adalah karena gerakan-gerakan jihad tersebut melalaikan salah satu unsur penting dari unsur-unsur kemenangan. Itulah unsur partisipasi putra-putra bangsa muslim dalam menanggung beban-beban jihad. Gerakan-gerakan jihad tersebut hanya bertumpu kepada unsur-unsur tertentu (yaitu anggota-anggotanya saja); orang-orang yang telah dididik oleh para pemimpinnya, mereguk dari mata air kebaikan yang tawar nan suci, dan mendapatkan bagian yang cukup dari proses tarbiyah dan taklim.” (At-Tadzakir Al-Jiyad li-Ahlil Jihad, hlm. 244)
Syaikh Abdullah Azzam dalam taushiyah-taushiyahnya membuat perumpamaan hubungan anggota jamaah-jamaah jihad dengan rakyat muslim. Jutaan rakyat muslim diumpamakan berton-ton bahan peledak. Adapun anggota jamaah-jamaah jihad adalah detonator (pemicu ledakan). Anggota jamaah-jamaah jihad adalah para perintis dan pelopor berlangsungnya jihad. Mereka adalah pihak pertama yang memimpin dan mengarahkan jihad. Mereka berada dalam barisan terdepan dalam menanggung beban-beban jihad. Mereka “meledakkan diri” mereka, agar rakyat muslim sebagai bahan bakar utama jihad ikut mengalami “ledakan”. Saat rakyat muslim telah “meledak”, maka jihad akan berlangsung secara kontinu hingga berhasil mencapai tujuannya.
Allah SWT memperingatkan bahwa seruan jihad harus ditujukan kepada semua orang beriman. Jihad dengan semua bebannya harus dipikul bersama oleh semua muslim anggota bangsa muslim, bukan hanya oleh jamaah-jamaah jihad semata. Allah berfirman:
فَقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ
“Maka berperanglah engkau di jalan Allah, tidaklah engkau dibebani kecuali kewajiban atas dirimu sendiri, dan kobarkanlah semangat jihad orang-orang beriman!” (An-Nisa’ [4]: 85)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (64) يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِئَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ (65)
“Wahai Nabi, cukuplah Allah sebagai pembelamu dan cukuplah para pengikutmu dari kalangan orang beriman yang membelamu. Wahai Nabi, kobarkanlah semangat orang-orang beriman untuk berperang. Jika di antara kalian ada 20 orang beriman yang sabar, niscaya mereka akan mengalahkan 200 orang kafir. Dan jika di antara kalian ada 100 orang beriman yang sabar, niscaya mereka akan mengalahkan 1000 orang kafir. Hal itu karena orang-orang kafir adalah orang-orang yang tidak memahami.” (Al-Anfal [8]: 64-65)
Menjelaskan makna kedua ayat di atas, Syaikh Abu Mush’ab As-Suri hafizhahullah menulis: “Ini merupakan perintah kepada mujahid secara umum dan ulama, juru dakwah, penceramah, dan penulis, secara khusus, untuk menghasung semangat jihad orang-orang beriman, yaitu setiap muslim. Pelajaran pertama dari ayat ini adalah ditujukan kepada seluruh umat Islam, sasarannya adalah semua umat Islam, diajak untuk melakukan perlawanan (jihad). Seruan perlawanan bukan hanya ditujukan kepada orang-orang tertentu dari kalangan aktivis gerakan Islam, atau orang-orang yang taat menjalankan ajaran Islam. Jihad adalah kewajiban bagi semua muslim. Maka kewajiban kita adalah menghasung semangat jihad mereka semua dan berjihad bersama mereka; orang yang taat maupun ahli maksiat, orang yang kuat maupun orang yang lemah. Terlebih, seruan perlawanan adalah seruan untuk melawan agresor (kafir asli) secara menyeluruh di bawah panji umum Islam.” (Da’wah Al-Muqaawamah Al-Islaamiyah Al-‘Aalamiyah, juz 2, hlm. 1441)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis: Fauzan
(kiblat.net/arrahmah.com)