TANAH KARO (Arrahmah.com) – ”Kami ini buta agama. Siapa yang mengajari kami, mengajari anak-anak kami, kalau bukan da’i. Jadi, tolonglah Ustadz, jangan sampai tidak ada da’i di sini.” Demikian tutur Mama Liana sambil berurai airmata kepada Ustadz Misbahul Anam di Masjid Al Ikhlas Desa Sukandebi, Kec Namanteran, Karo, Selasa (26/1/2016), sebagaimana dilaporkan Nurbowo.
Siang itu, di bawah bayang-bayang Gunung Sinabung yang masih menyemburkan asap dan lava, puluhan warga Sukandebi menyambut kedatangan Tim Safari Dakwah dari Dewan Dakwah.
Tim Safari terdiri Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) M Natsir, Misbahul Anam MA, dan Humas LAZIS Dewan Dakwah Nurbowo. Mereka didampingi aktivis senior PII (Pelajar Islam Indonesia) Tanah Karo Ustadz Ilyas Tarigan, da’i muda Dewan Dakwah yang bertugas di Karo, dan relawan LAZ Ulil Albab Medan.
Di hadapan jamaah segala usia yang meluberi masjid, Ustadz Anam memasrahkan da’i muda alumnus STID M Natsir, Mardjoni, untuk mendampingi jamaah selama setahun ke depan. Mardjoni, da’i asal Sambas Kalimantan Barat, menggantikan Maulana Yusuf yang sudah berakhir masa tugasnya.
”Da’i juga manusia, apalagi ini da’i yang masih muda. Jadi tolong dimaafkan kekurangannya, dan dibimbing sesuai nilai-nilai adat yang benar di sini,” ujar Ustadz Anam dalam sambutannya.
”Kami senang sekali, Dewan Dakwah memberikan da’i pengganti Ustadz Maulana yang sudah kami anggap saudara sendiri di sini. Apalagi Ustadz Mardjoni juga membawa istrinya, sehingga bisa mengajari ibu-ibu di sini,” kata Nurliana boru Ginting, pengurus Masjid Al Ikhlas.
Sebagai penghormatan, kedatangan Ustadz Mardjoni dan Tim Safari disambut dengan ritual dan menu istimewa yang biasa disajikan dalam pesta adat setempat. Tentu saja ritualnya tidak menggandung kemusyrikan maupun menu haram. ”Ini namanya mejuahjuah, adat penghormatan kepada tamu penting,” terang Ustadz Ilyas.
Oleh sesepuh adat setempat, Ustadz Anam dan Nurbowo dikalungi uis, kain tenun khas Karo hasil kerajinan tangan kaum ibu setempat. Kemudian, tetamu dipersilakan bersantap dengan tiga macam menu pesta adat yang disebut Tasak Telu.
Tasak Telu terdiri bubur jagung-ayam (cipera), cincang daun singkong, dan sayur lodeh ayam. Warga Karo non-muslim biasanya memasak Tasak Telu dengan bahan daging babi dan darah ayam (geto). ”Kalau Tasak Telu buatan jamaah Masjid Al Ikhlas ini insya Allah halal,” kata Ustadz Mardjoni sambil tersenyum. (azmuttaqin/arrahmah.com)