(Arrahmah.com) – Bilal Abdul Kareem, seorang jurnalis senior asal Amerika, menyampaikan kabar terkini dari lapangan, di mana ia dan timnya menghubungkan kita dengan orang-orang yang berada di bumi jihad Syam.
Kali ini, Bilal yang melaporkan untuk On the Ground News melakukan wawancara spesial dengan Syaikh Abdullah Al-Muhaisini, membahas menganai Jihad Fardhu ‘Ain bagi kaum Muslimin di seluruh dunia yang telah diserukan oleh seluruh faksi jihad di bumi Syam (Suriah).
Seruan ini muncul dengan ditandai adanya Seruan Umum Untuk Berjihad bagi seluruh kaum Muslimin yang ditandatangani oleh 40 orang ulama dalam Rabitah Ulama di Bumi Syam.
Bagaimana sebenarnya latar belakang munculnya seruan tersebut, dan apa saja konsekuensinya? Berikut ini terjemah wawancara yang dilakukan oleh Bilal bersama Syaikh Abdullah Al-Muhaisini tersebut, yang dipublikasikan Muqawamah Media pada Selasa (12/1/2016).
***
Saya Bilal Abdul Kareem dari On The Ground News. Kami memiliki wawancara spesial yang akan kami hadirkan untuk Anda hari ini, yakni kami akan mewawancarai Dr. Abdullah Al-Muhaisini. Doktor Al-Muhaisini datang dari Arab Saudi dan ia berasal dari keluarga yang sangat religius dan terhormat, ia mendapat gelar Doktor dalam bidang Studi Islam dan telah berada di wilayah Suriah selama beberapa tahun ini.
Ia mungkin telah menjadi ulama yang paling dicintai di seluruh Suriah saat ini. Saya yakin bahwa popularitasnya ini datang dari sebuah kenyataan bahwa ia telah meninggalkan kehidupan dunianya yang mapan, ia telah meninggalkan kampung halamannya, ia telah meninggalkan keluarganya, meninggalkan negaranya dan datang ke Suriah untuk menolong warga Suriah.
Beliau bukan hanya datang ke Suriah untuk sekadar berdakwah dan menyebarkan ilmu agamanya, tetapi juga dengan menolong penduduk Suriah dengan cara berperang di garis depan untuk melawan musuh-musuh rakyat Suriah. Bahkan ia telah beberapa kali mengalami luka-luka dan sesungguhnya ini adalah wawancara pertama yang ia lakukan setelah luka parah terakhir yang melukai tangannya, dan dalam keadaan tersebut, ia melayani kami untuk melakukan wawancara. Berikut ini wawancara tersebut, jazakumullah khairan.
Bilal: Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Syaikh Muhaisini: Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakatuh, hayyakallah wahai Bilal, hayyakumullaah jamii’an.
Bilal: Barakallaah fiikum.
Syaikh Muhaisini: Hayyakallah.
Bilal: Sebelumnya, saya perlu bertanya kepada Anda, tampaknya ada yang telah terjadi pada diri Anda (tangan beliau terluka dan dipen dengan batangan logam), bisakah Anda menceritakannya kepada kami?
Syaikh Muhaisini: Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasul ﷺ dan para shahabatnya Radhiallahu Anhum. Wahai Rabbku, longgarkanlah dadaku dan mudahkanlah segala urusanku dan hilangkan segala kekakuan lidahku dan jadikan mereka memahami ucapan-ucapanku.
Saya memuji Allah atas segala Rahmat-Nya dan atas segala apa yang Ia jadikan mudah bagi saya. Ini adalah sebuah luka biasa yang terjadi di utara Suriah di dekat sebuah pertempuran karena serangan udara Rusia dan kami bersyukur kepada Allah atas Kebaikan-Nya.
Bilal: Doktor, saya ingin bertanya kepada Anda terkait adanya Seruan Umum yang Mewajibkan Jihad bagi Seluruh Kaum Muslimin, yang telah disebarkan baru-baru ini. Deklarasi ini telah dibuat dan diterbitkan oleh Rabithah Ahlul Ilmi di Negeri Syam, kami telah membacanya dan kami ingin bertanya kepada Anda:
- Apa tujuan Anda dibalik pernyataan ini?
- Apa hasil yang Anda harapkan dari publikasi pernyataan ini?
Syaikh Muhaisini: Benar bahwa pernyataan tentang ini telah dideklarasikan oleh sebuah Dewan Ulama yang diberkahi, yang beranggotakan 40 orang penuntut ilmu, termasuk mereka yang secara fisik terlibat langsung dalam jihad dan darah mereka tertumpah di bumi Syam ini. Dan mereka yang mengetahui fakta-fakta yang terjadi di lapangan.Mereka mendeklarasikan sebuah pernyataan, sebenarnya pernyataan ini bukanlah sebuah hal yang sepele, tapi ini adalah sebuah hasil dari sebuah proses pembelajaran yang penting.
Deklarasi ini merupakan pelaksanaan dari firman Allah,
“Engkau harus menerangkannya (kebenaran itu) dengan jelas dan janganlah engkau menutup-nutupinya.” (Al-Ayat)
Sebagaimana yang telah diperintahkan syariat ini, maka para ulama harus menerangkan kepada umat ini kenyataan yang mereka miliki, tugas-tugas mereka serta persoalan-persoalan mengenai hubungan antara mereka dengan Allah Ta’ala.
Salah satu persoalan yang dihadapi umat Islam saat ini adalah perbedaan pendapat dan ketidaksepakatan. Salah satu perbedaan pendapat terbesar dalam tubuh umat ini saat ini adalah dalam persoalan Jihad di bumi Syam, apakah jihad di Bumi Syam telah menjadi Fardhu ‘Ain atau Fardhu Kifayah?
Jika kami katakan bahwa jihad di Bumi Syam adalah wajib bagi setiap Muslim, maka di antara kaum lelaki dan para pemuda wajib datang untuk berjihad di Bumi Syam, kecuali bagi mereka yang mendapatkan uzur dan pengecualian dari Allah Ta’ala.
Jika kami katakan bahwa jihad di Syam adalah Fardhu Kifayah, maka maknaya, mereka yang berjihad di bumi Syam saat ini telah mencukupi dan bukan lagi menjadi sebuah kewajiban bagi umat Islam yang lainnya.
Ini adalah persoalan yang telah menjadi perdebatan panjang selama 5 tahun ini, sumber perbedaan pendapat ini adalah apakah Bumi Syam benar-benar membutuhkan para lelaki (Sumber Daya Manusia baru dalam jihad) ataukah tidak?
Ini adalah perbedaan pendapat tentang penerapan aturan fikih yang telah disebutkan oleh para ulama terkait situasi yang kita alami. Jadi para ulama telah banyak mengeluarkan pendapat tentang hal ini, sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Rabithah tersebut dan di sini kami tidak perlu menyebutkannya lagi.
Mereka telah menyebutkan banyak perkataan ulama mulai dari Ibnu Taimiyah, Imam Al-Qurthubi , dan para ulama lain terkait persoalan ini, yakni bahwa jika orang-orang kafir menjajah sebuah negeri Islam maka telah menjadi tugas bagi seluruh rakyat di negeri tersebut untuk menghentikan musuh. Demikian agar negeri Islam tidak dijajah, jika mereka tidak memiliki kemampuan, maka kewajiban tersebut jatuh kepada kaum Muslimin lainnya yang ada di wilayah terdekat untuk menolong mereka dan seterusnya. Kita akan berbicara tentang hal ini saja dan tidak akan berbicara tentang orang yang mengatakan bahwa jihad telah menjadi kewajiban yang mengikat kita semua sejak kita kehilangan Andalusia.
Sumber perdebatan panjang ini berakar pada pertanyaan, apakah “Jihad Syam membutuhkan sumber daya manusia yang baru?” Siapa yang akan menentukan ini? Para ulama? Bukan! Keputusan ini bukan ditentukan oleh para ulama. Tapi hal ini diputuskan oleh para komandan jihad di medan perang. Komandan-komandan jihad inilah yang berhak mengatakan,
“Aku membutuhkan tambahan 1000 prajurit untuk bertempur bersamaku”…”Aku membutuhkan 10.000 prajurit.” “Aku butuh 2000 orang.”…”500 orang sudah cukup.” dan lain-lainnya. Demikianlah mengapa perbedaan ini terjadi.
Oleh karena itu, mengapa saya pernah mengatakan kepada saudara-saudara kita yang berfatwa bahwa jihad ini tidak mengikat kepada setiap Muslim, sebagian dari mereka tidak ingin mengatakan bahwa jihad ini bukan sebuah Fardhu ‘Ain, sehingga tidak menjadi tugas bagi mereka untuk datang.
Pada saat yang sama, tidak ada seorangpun yang ingin mendapatkan komentar seperti, “Ia memberi fatwa bahwa jihad telah menjadi Fardhu ‘Ain, tapi ia sendiri tidak mau datang berjihad!” Ia pasti akan malu jika mendapat tanggapan seperti ini. Sehingga ia memilih untuk mengatakan, “Kaum Muslimin yang berjihad di Suriah sudah berada dalam jumlah yang mencukupi…!”
Beberapa orang lagi karena alasan-alasan politis mengatakan hal yang sama. Ini karena ia tidak mau memiliki masalah dengan penguasa. Kami tidak berbicara tentang mereka. Karena mereka akan mengajukan ribuan alasan untuk tidak berjihad. Tetapi saya ingin membicarakan tentang para penuntut ilmu yang bersikap jujur kepada Allah, yakni mereka yang ingin mencari kebenaran dan memberikan fatwa berlandaskan pada kebenaran. Seperti jika Anda menandatangani suatu pernyataan atas nama Allah.
Kita membicarakan tentang orang-orang yang jujur ini. Kita bertanya, “Siapa yang memutuskan persoalan ini?” Jawabnya, “Para komandan jihad.”
Maaf jika saya terlalu berpanjang lebar, tetapi saya ingin menjelaskan bahwa dasar pengambilan keputusan tentang ini ada di tangan para Komandan Jihad.
Sebelum Rusia ikut campur, Iran dengan seluruh kekuatannya ikut campur dan Hizbusy-Syaithan dari Libanon dengan segenap kekuatan mereka, maka kita masih bisa sedikit menerima perbedaan hukum Jihad ini. Di sana ada kehadiran Mujahidin dan sebagainya.
Namun sekarang, setelah pasukan Rusia, Iran dan Syi’ah seluruh dunia menyerang bersama-sama, maka lihatlah apa yang terjadi di selatan Aleppo, tidak jauh dari tempat kita membuat film ini terdapat kehadiran 47 kelompok milisi Syiah.
Bilal: Empat puluh tujuh?
Syaikh Muhaisini: Ya 47. Kelompok-kelompok Syiah ini bernama Al-Nujabaa’, Al-Fatimiyun, Al-Haidariyun, Al-Alawiyun…47! Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri mayat-mayat dari 10 batalyon Syiah yang berbeda-beda. Ini sebagai sebuah keterangan mengenai fakta baru di medan perang, maka fatwa yang menyatakan bahwa orang yang berjihad di Suriah sudah sampai pada jumlah yang mencukupi (Fardhu Kifayah) harus diubah sehingga Jihad menjadi Wajib Fardhu ‘Ain bagi setiap orang yang mampu.
Ketika fakta-fakta dan perkembangan waktu berubah maka fatwa pun berubah. Situasi telah berubah, oleh karena itu Jaisyul Fath mengeluarkan fatwa dan saya ada di sana ketika fatwa tersebut ditulis. Dan bersama saya terdapat komite syariat Jaisyul Fath. Di sana terdapat 10 Komandan Jihad dari semua Divisi dalam Jaisyul Fath.
Kita mendiskusikan tentang seruan umum untuk berjihad bagi semua orang yang mampu, baik itu para lelaki, para ahli dan orang-orang kaya. Tidak ada satupun yang tidak setuju, mereka semua sepakat. Mereka bahkan sampai menyalahkan saudara kita yang bertanggung jawab karena fatwa ini terlambat muncul hingga 2 atau 3 hari.
Jadi para pemimpin Jaisyul Fatah sepakat bahwa sekarang jihad di bumi Syam telah menjadi Fardhu ‘Ain. Mereka, para pemimpin Jihad tersebut tdiak berfatwa tetapi mereka membicarakan akan kebutuhan adanya para lelaki (SDM baru dalam jihad ini), jadi tentang argumen tentang “Kebutuhan SDM dalam jihad), maka Jaisyul Fatah sebagai sebuah faksi militer Islam yang besar dan terdiri dari banyak kelompok seperti, Jaisyu As-Sunnah, Ajnadus Syam, Jabhah Nushrah, Ahrar Syam, Faylaq Asy-Syam, Liwa’ al Haq.
Sebanyak tujuh atau enam kelompok Jihad di antara kelompok-kelompok besar telah berfatwa dan saya tidak mengatakan tentang sebuah fatwa diniyyah, tetapi yang saya maksudkan bahwa mereka mengakui adanya kebutuhan akan keberadaan para lelaki (SDM baru dalam jihad). Saya juga mendengar hal yang sama dari 5 atau 6 kelompok lainnya dengan telingaku sendiri. Maknanya 90% atau 80% dari kelompok-kelompok jihad di Suriah membutuhkan SDM baru.
Setelah itu, maka keluarlah fatwa yang dideklarasikan oleh para ulama untuk menyempurnakan situasi ini. Fatwa tersebut membicarakan tentang pernyataan para ulama terkait kebutuhan SDM baru dalam jihad, dengan demikian perbedaan pendapat pun selesai sebagaimana yang dinyatakan oleh para Komandan Jihad tentang itu.
Jadi, Fatwa Diniyah adalah hal terakhir, pengumuman fatwa tersebut disesuaikan dengan situasi saat ini dan pemahaman yang benar tentang persoalan ini.
Bilal: Seseorang yang melihat dan mendengar Anda barangkali berkata, “Kami melihat di televisi bahwa di sana terdapat para lelaki dari para penduduk negeri ini. Dan di sana juga ada para lelaki di kamp-kamp pengungsian. Lantas, mengapa Anda membutuhkan para lelaki dari luar negeri untuk datang ke negeri ini?
Syaikh Muhaisini: Ini adalah pertanyaan yang bagus wahai Bilal saudaraku, sebuah pertanyaan yang bagus dan penting. Ini adalah pertanyaan yang barangkali saya sendiri juga akan menanyakan hal yang sama jika saya ada di posisinya. Namun, landasan pertanyaan ini menunjukkan rendahnya pemahaman jihad yang dimiliki oleh si penanya. Kami bisa saja memaafkan orang yang mengatakan hal seperti itu karena dia tidak terlibat dalam Jihad dan saya tidak mengatakan hal-hal yang buruk tentang para ulama yang mengatakan hal-hal semacam ini, tetapi mereka yang melihat dengan matanya sendiri tidaklah sama dengan mereka yang hanya mendengarkan. Itulah mengapa para ulama memaafkan Ibnu Hazm ketika ia mengatakan bahwa rukun Sa’i (berjalan bolak balik) antara Shafa dan Marwah harus dilakukan sebanyak 14 kali, bukan 7 kali. Mereka mengatakan, “Allah memaafkannya. Jika ia datang untuk berhaji dan melihat keadaannya, dia akan mengatakan bahwa rukun Sa’i antara Shafa dan Marwah adalah sebanyak 7 kali. Kami mengatakan hal yang sama, jika mereka datang dan melihat maka mereka akan mengetahuinya.
Jadi kami menjawab pertanyaan ini dari dua sisi.
Mereka yang mengatakan, “Mengapa kamu mengundang orang-orang selain penduduk Suriah? Bukankah penduduk Suriah ada di sana?” Jawaban saya:
Pertama: Benar bahwa mereka di sini dan mereka merupakan elemen utama. Semoga Allah memberikan balasan kepada mereka atas apa yang telah mereka berikan kepada Ahlussunnah di manapun mereka berada. Saya katakan, Ahlussunnah berhutang kepada penduduk Suriah dengan hutang yang sulit mereka tebus. Para penduduk Suriah sekarang ini berdiri tegak di garis depan peperangan melawan Syiah. Jika demikian:
Apakah masuk akal ketika para penjajah ini datang untuk menyerang umat Islam kemudian kita hanya menonton saja nasib saudara-saudara kita seiman menghadapi Syiah dari 10 negara yang menyerang mereka?
Pada kenyataannya, bukan hanya Syiah, Rusia, Iran, Libanon tapi seluruh dunia. Ini bukan rahasia, kami pernah menunjukkan ratusan kartu identitas. Sebagai jurnalis cobalah Anda pergi sekarang ke pinggiran Aleppo selatan. Lihatlah pada video-video klip yang telah kami tunjukkan semuanya dan saya telah ikut bertempur dalam peperangan tersebut, saya juga katakan bahwa semua yang terbunuh itu adalah orang-orang asing. Mereka menganggap diri mereka sebagai orang yang berhijrah demi agama mereka, jadi menurut Syiah, ini adalah perang suci bagi mereka.
Apakah masuk akal, ketika Syiah dari seluruh dunia datang untuk membunuh penduduk Suriah dan Sunni dan untuk menciptakan wilayah Syiah, kemudian kita datang dengan sebuah fatwa yang sarat kepentingan politis yang berbunyi, “Jangan! Tinggalkan masalah ini kepada penduduk Suriah, kita akan melihat mereka dari jauh saja?!
Bersambung…
(banan/arrahmah.com)