COLORADO (Arrahmah.com) – Sekitar 190 pekerja Muslim, kebanyakan dari mereka adalah imigran dari Somalia, telah dipecat dari pabrik pengepakan dan distribusi daging di Colorado Timur Plains karena meminta disediakan waktu shalat yang cukup, sebagaimana dilansir oleh Denver Post, Jum’at (1/1/2016).
Sepuluh hari yang lalu lebih dari 200 pekerja melakukan mogok kerja di Cargill Meat Solutions di Fort Morgan.
Beberapa pekerja kemudian kembali, tetapi sebagian besar tetap mogok kerja saat perwakilan dari Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) melakukan negosiasi.
Pada hari Selasa, Cargill melalui pengacaranya memecat para pekerja yang tetap mogok, kata Jaylani Hussein, juru bicara dan direktur eksekutif CAIR.
Beberapa karyawan yang dipecat telah bekerja di pabrik itu hingga 10 tahun, kata Hussein. Cargill sebelumnya telah mengizinkan karyawan Muslim untuk sholat di pabrik, bahkan menyediakan ruang sholat, katanya. Akan tetapi, waktu sholat berbeda-beda tiap bulan tergantug peredaran matahari, sehingga para pekerja Muslim sholat pada waktu yang berbeda-beda, biasanya sekitar lima hingga 10 menit. Namun baru-baru ini sebuah keputusan dibuat di pabrik itu untuk mengubah praktek tersebut.
“Para pekerja diberitahu: ‘Jika Anda ingin sholat, pulang ke rumah!’,” kata Hussein.
Banyak dari para pekerja yang memutuskan untuk mogok kerja dalam upaya agar manajer pabrik mengembalikan jadwal shalat.
Hussein dan Jennifer Wicks, juga dari CAIR, yang bernegosiasi dengan perusahaan Cargill, pada hari Selasa, mereka diberitahu tentang pemecatan massal tersebut.
“Mereka adalah karyawan yang baik dan tidak pernah memiliki masalah sebelumnya. Masalah ini muncul karena kesalahpahaman dalam perubahan kebijakan,” kata Hussein.
“Mereka merasa bahwa tidak bisa shalat itu lebih buruk ketimbang kehilangan pekerjaan. Itu seperti kehilangan rahmat dari Allah,” kata Hussein.
Juru bicara perusahaan Mike Martin mengatakan bahwa mereka mengakomodasi ibadah para pekerja engan menetapkan jam yang tidak menganggu proses pengepakan daging. Kebijakan baru perusahaan, waktu shalat selama 10-15 menit dimasukkan dalam jam istirahat yang hanya 30 menit sehari. Pada jam istirahat ini, para buruh tidak mendapat bayaran.
Omar Jamal, direktur eksekutif Komisi HAM Somalia, mengatakan bahwa manajer Cargill tidak mengerti soal ibadah ummat Islam, terutama soal waktu shalat lima waktu yang bisa berubah tergantung pergerakan sinar matahari di bulan tersebut.
Jamal mengatakan bahwa organisasinya telah menghubungi pihak Cargill untuk menegosiasikan pekerjaan para buruh.
“Semoga akan diterapkan kebijakan yang jelas yang dimengerti oleh semua orang dan bisa mengatasi masalah ini,” kata Jamal.
(ameera/arrahmah.com)