ANKARA (Arrahmah.com) – Turki mengatakan pada Kamis (24/12/2015) bahwa “Israel” akan mengizinkan produk dan bantuan material dari Turki memasuki Gaza jika kesepakatan tercapai untuk meningkatkan hubungan antara Ankara dan Tel Aviv.
Tanya jawab pada konferensi pers bersama anggota Asosasi Koresponden Ekonomi, Menteri Bea dan Perdagangan Turki, Bulent Tufenkci, mengatakan bahwa Tel Aviv akan mengizinkan produk Turki untuk memasuki Gaza.
“Jika kesepakatan dapat tercapai antara kedua negara, “Israel” akan mengizinkan produk asal Turki dan bahan bantuan melalui Turki ke Jalur Gaza,” kata Tufenkci, sebagaimana dilansir oleh World Bulletin, Rabu (24/12/2015).
“Israel” akan menghapus hambatan seputar pergerakan barang dari Turki ke Jalur Gaza.”
Gaza, yang telah diperintah oleh gerakan perlawanan Palestina Hamas sejak 2007, tidak memiliki infrastruktur dasar dan menjadi objek blokade Mesir-“Israel”.
Sejak kudeta 2013 terhadap Muhammad Mursi, presiden pertama Mesir yang dipilih secara bebas, pemerintah Mesir telah menutup rapat perbatasan Rafah, yang merupakan satu-satunya gerbang bagi warga Gaza menuju ke dunia luar yang tidak berada di bawah kendali “Israel”.
Penutupan perbatasan Rafah yang berkelanjutan telah menghalangi sekitar 1,9 juta penduduk Jalur Gaza untuk mendapatkan komoditas penting, termasuk makanan, bahan bakar dan obat-obatan.
Pembicaraan terakhir untuk menormalkan hubungan antara Turki dan “Israel” datang lebih dari lima tahun setelah pasukan “Israel” menyerang armada bantuan Gaza di perairan internasional, yang menyebabkan sembilan warga Turki tewas dan 30 lainnya terluka, termasuk satu orang yang meninggal setelah hampir empat tahun mengalami luka kritis dalam serangan itu.
Turki telah meminta agar “Israel” meminta maaf, dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang tewas dalam serangan itu serta penghapusan blokade “Israel” di Gaza.
Permintaan Turki yang pertama telah terpenuhi pada tahun 2013 ketika Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu meminta maaf kepada Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan atas serangan itu.
Namun, kedua negara itu belum sepakat apakah kompensasi itu harus dibayarkan kepada keluarga korban.
(ameera/arrahmah.com)