TURKI (Arrahmah.com) – Seorang pengungsi Suriah membelah lautan dan melawan arus mematikan dengan berenang selama 7 jam dari Turki menuju Yunani.
Ameer Mehtr mengungkapkan ia tidak memiliki cukup uang untuk membayar penyelundup yang dapat mengangkutnya ke Eropa setelah keluarganya kehilangan rumah mereka dan dibiarkan miskin akibat dari lima tahun perang yang melanda tanah airnya.
Setelah sebelumnya dilatih dengan tim renang nasional Suriah di ibukota Damaskus, Mehtr menyadari satu-satunya kesempatan untuk memulai hidup baru di Uni Eropa adalah dengan mengambil peluang berenang empat mil laut Aegan dari Turki ke Pulau Samos, Yunani.
Sebagaimana dilansir Independent (22/12/2015), ia menghabiskan beberapa bulan untuk mempersiapkan penyeberangan yang berbahaya. Ia setiap hari berenang dengan pelatihnya di laut lepas pantai ibukota Lebanon, Beirut, dimana ia telah tinggal di sana setelah melarikan diri dari Suriah pada bulan Mei.
Tidak sampai September, ia merasa siap untuk mencoba menyebrang. Ia telah menghabiskan waktu mempelajari peta dari Aegan untuk berlatih di luar rute terpendek antara Turki dan Samos.
Pada waktu malam ia akhirnya turun ke air dekat kota Guzelcamli. Ia mengatakan harus berjalan selama lebih dari satu jam untuk menghindari polisi Turki yang menjaga pantai untuk mencari penyelundup manusia.
Mehtr segera memulai berenang, ia hanya menggunakan celana pendek, topi renang, kacamata renang, dan penjepit hidung.
Sejumlah barang-barang pribadi miliknya termasuk telepon, beberapa chip komputer berisi foto-foto lama keluarga dan tanah airnya yang penuh kenangan, diikat di pinggangnya. Ia juga membawa sebungkus kurma rasa jahe sebagai satu-satunya sumber energi dan gizi di perjalanan.
“Setiap detik perjalanan, saya berpikir saya akan mati,” katanya kepada The Sunday Times.
“Tapi saya terus berenang. Aku melihat tebing di depan saya dan berpikir inilah masa depan saya,” katanya.
Melawan segala rintangan, Mehtr akhirnya berhasil sampai ke Samos, dimana ia difoto berdiri penuh kemenangan di pantai dengan tangan terentang dan senyum lebar di wajahnya.
Perjuangannya belum selesai, karena ia harus berjalan sejauh 7 mil sebelum mencapai pelabuhan dimana ia bisa resmi terdaftar dengan pejabat Uni Eropa sebagai pengungsi.
Mehtr kemudian menghabiskan satu bulan tinggal di kamp-kamp pengungsi di Eropa dan melakukan perjalanan dengan kereta api yang penuh sesak dengan dengan para migran menuju Swedia.
Mehtr sekarang tinggal di pusat suaka di negara Skandinavia.
“Saya bukan satu-satunya yang melakukan perjalanan seperti ini, ada banyak lagi yang telah berenang,” katanya.
“Kami memiliki grup Facebook, saya memberitahu kepada yang lainnya tentang cara berkemas, bagaimana berpikir untuk membuat transisi. Tapi sekarang, tidak ada yang berenang, terlalu dingin untuk berada di dalam air.”
(fath/arrahmah.com)