Oleh: Hanif Kristianto
Analis Politik di Surabaya
(Arrahmah.com) – Publik saat ini sedang menanti kepastian dari isu perpanjangan kontrak PT Freeport. Upaya aksi untuk menolak perpanjangan dilakukan berbagai elemen yang sadar untuk menyelamatkan aset negara dari asing. Skandal percakapan pejabat negara dengan jajaran PT Freeport pun masih penuh tanda tanya. Pada akhirnya, rakyat menanti kemana berlabuh isu ini.
Hal itu tentu berbeda dengan kondisi pertambangan di wilayah lainnya. Bisa jadi, rakyat tersedot ke isu Freeport, mengakibatkan eksplorasi di daerah seolah tak ada masalah. Padahal, kalangan aktifis lingkungan, warga sekitar, dan elemen lainnya senantiasa menyaksikan kerusakan demi kerusakan lingkungan. Tak aneh, jika akhirnya warga menolak, bentrok, dan sering berakhir dengan kehilangan nyawa. Suatu ketidakadilan masih terjadi di negeri yang katanya menjunjung tinggi hak asasi.
Baru-baru ini terjadi peristiwa bentrok warga dengan polisi di penambangan emas bukit Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur. Beberapa orang tertembak dan luka. Polisi sangat jelas menjulurkan senajta laras panjang dari dalam bus, sebagaimana liputan di media televisi. Kapolda Jatim pun menyatakan bahwa ijin penambangan sudah sesuai prosedur. Tindakan yang diambil pasukan juga sudah tepat.
Kenapa lokasi penambangan senantiasa berisi konflik? Kenapa rakyat senantiasa dirugikan? Kenapa begitu besar kekuatan pemodal untuk mengekplorasi tanpa memperhatikan AMDAL? Kenapa penguasa terlihat tidak melindungi rakyatnya? Di mana letak kesalahannya? Apakah mekanisme UU dan aturan yang begitu lemah dan keliru? Atau justru negeri ini telah dihinggapi penyakit jiwa neo-liberalisme dan neo-imprealisme? Hal ini yang perlu dijawab tuntas untuk keluar dari kemelut tambang. Seharusnya rakyatlah yang sah memiliki tambang. Begitu pula SDA yang merupakan karunia Allah Swt hendaklah dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia.
Pesona yang membawa petaka
Setelah 24 tahun dieksplorasi, sejak 1991, tambang emas Tujuh Bukit di Kabupaten Banyuwangi akhirnya resmi jadi tambang ‘sungguhan’. Dalam artian, tambang ini boleh diobrolkan secara terbuka dan disoroti publik karena perusahaan pengelolanya, sejak 16 Juni 2015, sudah resmi menjadi perusahaan terbuka atau perusahaan publik: PT Merdeka Copper Gold Tbk. Juga, tambang emas yang konon terbesar kedua setelah tambang emas milik PT Freeport Indonesia ini sudah siap diekploitasi dan berproduksi tahun depan: mengeduk emas dan tembaga dari kawasan yang oleh masyarakat setempat lebih dikenal sebagai Gunung Tumpang Pitu. (Baca : Tambang Emas Tujuh Bukit, Kabupaten Banyuwangi-Indonesia- http://www.indoplaces.com/mod.php?mod=indonesia&op=view_region®id=4936)
Field Trip ini hasil kerjasama 3 lembaga, yakni Society of Economic Geologists (SEG), CODES University of Tasmania, Australia, dan Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI). Para peneliti yang dipimpin geolog ekonomi nasional Ade Maryono antara lain berasal dari Australia, Jepang, Brazil, Mexico, Inggris, China, Laos. Turut dalam rombongan, geolog ekonomi Indonesia terbaik Ade Maryono. Kegiatan field trip ini pasca diputuskan dalam konferensi pertambangan (SEG – CODES Conference) yang digelar di Hobart, Australia, awal September 2015 lalu
Ketua rombongan, Prof David Cooke menyebutkan, para peneliti itu tinggal selama dua hari di Pulau Merah. Mereka melihat dari dekat kondisi bebatuan Pulau Merah, sekaligus observasi terkait aktivitas pertambangan yang ada. Banyuwangi dipilih para deolog dunia lantaran mereka meyakini Pulau Merah memiliki kandungan emas terbaik di dunia. Dari kacamata geolog potensi Pulau Merah ini dinilai istimewa lantaran cadangan kandungan emas dan pola-pola endapan batuannya yang menarik. (Baca: 21 Ahli Geologi Asing Teliti Pertambangan Emas di Banyuwangi – http://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/3036404/21-ahli-geologi-asing-teliti-pertambangan-emas-di-banyuwangi)
Berdasarkan paparan PT IMN, jumlah cadangan bijih emas Tumpang Pitu mencapai sekitar 9.600 ribu ton dengan kadar emas rata-rata mencapai 2,39 ton. Sedangkan jumlah logam emas sekitar 700 ribu ton. Penambangan dengan metode “tambang dalam” (underground mining) itu akan memproduksi emas mencapai 1,577 ton pertahun. Total investasi awal yang disiapkan PT IMN mencapai US$ 4,3 juta. Kepiawaian PT Indo Multi Niaga (PT IMN) melakukan lobi kepada pemeintah daerah, memunculkan tanda tanya besar. Adakah kekuatan asing di balik rencana penguasaan SDA Tumpang Pitu? Benarkah Newmont Gold Company (NGC), Denver, Amerika Serikat, di balik itu? (Tabloid INTELIJEN Nomer 9/Tahun V/Juni 2008 bisa diakses www.intelijen.co.id).
Bukti tersebut semakin memperjelas dan menjawab alasan penolakan dan gejolak di wilayah tambang. Selain itu ada juga analisis yang dapat diperinci sebagai berikut:
Pertama, seluruh pesisir selatan tidak patut dilakukan pertambangan. Hal ini dikarenakan sejak awal daya rusaknya sudah sedemikian terlihat. Sebagaimana di Blitar, Jember, Lumajang, dan kini Banyuwangi.
Kedua, tindak kekerasan sebenarnya sudah sering terjadi. Seolah-olah penguasa adalah musuh rakyat. Masih hangat kasus Salim Kancil di Lumajang serta aktifis lingkungan lainnya yang mengalami tindak kekerasan.
Ketiga, izin pengelolaan tambang yang tak sesuai dengan UU. UU dan aturan yang ada sudah diliberalisasi dan menjual aset negara untuk dikuasai swasta lokal dan asing. Begitu juga tida sesuai prosedur good mining practice. Seperti pengelolaan amdal yang amburadul, reklamasi yang tak sesuai, dan CSR yang tak sesuai. Sehingga masyarakat yang notabennya memiliki ‘lahan’ merasa dirugikan. dan akhirnya terjadi konflik antara perusahaan dan penduduk. Konflik ini pun melibatkan kepentingan elit penguasa.
Keempat, jika ada ijin eksplorasi tapi nilai tambah kepad msyarakat sekitar yang tidak ada. Seperti penyerapan tenaga kerja yang tak sesuai, dana CSR yang seenaknya diberikan pada masyarakat. Masyarakat pun terugikan karena adanya perubahan bentang alam yang cukup merusak diwilayahnya, sedangkan perbaikannya asal-asalan. Terlebih pemerintah disini juga acuh terhadap hal seperti ini. Karena melihat semua aturan sudah dipenuhi oleh perusahaan sehingga tidak ambil pusing dengan dampak yang diberikan dari segi sosiologis di masyarakat.
Mengurai akar masalah dan mencari solusinya
Hal penting yang perlu diketahui oleh rakyat dan pejabat adalah terkait kepemilikan SDA. SDA dan kekayaan alam sesungguhnya karunia Allah Swt untuk manusia. Berarti SDA adalah milik umat dan dikelola untuk kemakmuran umat. Bukan sekadar kepentingan elit penguasa dan bisnis kapitalis. Jika hal ini disadari, penguasa akan mengelola SDA itu dengan baik, karena dia sebagai pelayan umat. Karena itu, dibutuhkan kesadaran dari umat dan rakyat untuk senantiasa mengingatkan kewajiban penguasa.
Rasulullah SAW dengan tegas bersabda “Kaum muslim bersyarikat dalam tiga hal: air, padang, dan api” (HR Ahmad). Berarti status tambang jelas merupakan milik umum dan harus dikembalikan ke tangan umat (rakyat). Dengan begitu, segala bentuk kesepakatan, eksplorasi, termasuk klausul perjanjian dengan perusahaan asing dan swasta, dinyatakan tidak sah.
Sangat mudah untuk mengambil alih aset negara agar bermanfaat untuk rakyat. Asalkan penguasa menggunakan kemampuan dan kekuatan politiknya. Hal yang dapat dilakukan antara lain:
- PT terbuka yang mengelola tambag dirubah kepada perusahaan publik dan negara. Maka pemilik sebnarnya adalah publik dan negara, bukan private.
- Normalisasi perusahaan publik dan negara sesuai hukum Islam. negaralah yang akan menjadi satu-satunya hak pengelolanya.
- Menghapus secara total UU dan aturan yang meliberalisasi aset negara. Kemudian aturan disesuaikan dengan sistem ekonomi Islam dalam pengelolaan SDA. Serta memilih pejabat yang amanah untuk mengemban tugas mengelolanya.
- Meminta bantuan teknisi, tenaga ahli, dan memanfaatkan potensi sumber daya manusia untuk mengelola dan mengeksplorasi tambang. Tujuannya untuk mengkaji segala bentuk dampak, recovery alam, dan pengaturan produksi. Mereka digaji karena aqad bekerja.
- Memberikan edukasi kepada rakyat baik secara politik, ekonomi, dan sosial untuk memunculkan kewaspadaan pada ide yang rusak. Ide itulah yang disebut neo-liberalisme yaitu menyerahkan pengelolaan SDA pada swasta lokal dan internasional. Selain itu, ada neo-imprealisme yakni penjajahan gaya baru dengan cara menguasai sumber kekayaan rakyat dan menyuap pejabat yang korup, komprador, dan nakal.
- Memberikan kesadaran untuk menjaga alam dan lingkungan sekitar dari kerusakan akibat ulah tangan manusia. Jangan sampai atas nama kerakusan segelintir orang, mengorbankan banyak orang.
Semua tentu berharap tak akan ada lagi cerita sedih karena tambang. Harta umat terjaga. Nyawa manusia dilindungi derajatnya. Keamanan dan kesejahteraan pun didapat umat manusia. Hal itu dapat diwujudkan ketika umat menyadari begitu pentingnya syariah Islam dalam bingkai Khilafah. Inilah esensi syariah dan Khilafah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Saatnya semua elemen pun menyatakan #Save Aset Negara dari Neoliberalisme dan Neo Imprealisme!
(*/arrahmah.com)