Setelah melewati pemeriksaan keamanan rutin di Bandara Internasional Newark Liberty dalam perjalanannya untuk tujuan berlibur ke Istanbul, Turki, Kameelah Rasheed dipanggil untuk ditanyai lebih lanjut oleh petugas bea cukai.
Dia kemudian diizinkan untuk ikut dalam penerbangan United Airlines, tapi akhirnya dipaksa untuk pergi dari pesawat menjelang lepas landas untuk diinterogasi oleh agen FBI.
Muslim Amerika berusia 30 tahun tersebut mengatakan kepada Al Jazeera bahwa selama dua setengah jam cobaan hari itu telah membuatnya trauma dan tidak mampu untuk mempertimbangkan untuk terbang lagi.
“Ini merupakan upaya untuk mempermalukan dan mengutuk saya,” ujarnya.
“Saya rasa ini terjadi hanya karena saya Muslim, karena saya berpergian ke Istanbul, karena mereka memiliki kekuatan dengan tanpa pemeriksaan dan perhitungan, karena keamanan berarti melanggar hak-hak rakyat, karena kurangnya pemahaman akan apa artinya keselamatan, karena orang tidak memahami dasar situasi geopolitik.”
Rasheed adalah salah satu dari sejumlah Muslim di AS atau orang-orang yang dianggap Muslim, yang mengatakan bahwa mereka telah menerima perlakukan tak menyenangkap sejak serangan di Paris pada 13 November lalu.
Rasheed mengatakan bahwa dia adalah satu-satunya penumpang dari sekitar 200 orang yang diminta untuk meninggalkan pesawat saat itu, saat petugas bea cukai menyita paspor dan ponselnya.
Rasheed merupakan seorang seniman, pendidik, lulusan Universitas Stanford dan kontributor editor di The New Inquiry, menambahkan bahwa maskapai penerbangan telah memesan tiket lain untuknya, tetapi dia takut menjadi sasaran lagi pada perjalanan selanjutnya dan memilih untuk tidak bepergian.
“Saya tidak berpikir adanya peningkatan Islamofobia setelah serangan Paris. Saya pikir itu tidak pernah ada lagi.”
Para petugas bea cukai memberikan beberapa pertanyaan yang sama berulang kali, menurut Rasheed. Termasuk:
“Kenapa kamu pergi? Kemana Anda akan pergi di Istanbul? Bagaimana Anda mampu untuk pergi berlibur? Berapa harga tiket yang kamu keluarkan?”
“Pertanyaan-pertanyaan yang terus berulang dan tak masuk akal,” ungkapnya. “Saya tidak akan ke perbatasan Suriah. Saya akan pergi ke lokasi wisata, untuk melihat Hagia Sophia dan menaiki kapal feri untuk menyeberangi Boshorus.”
Rasheed dituduh hanya memesan tiket sekali jalan, bahkan setelah menunjukkan bukti tiket penerbangan pulang ke petugas di ponselnya.
“Saya sejujurnya sangat trauma dan terguncang. Saya tidak merasa nyaman untuk terbang lagi,” ujarnya.
“Ini adalah negara militer di mana kami telah memutuskan untuk tinggal di dalamnya.”
“Ini adalah konsekuensi saya sebagai seorang Muslim dan berkulit hitam dan tinggal di Amerika,” lanjutnya.
Dia menambahkan bahwa dia telah dihentikan untuk pemeriksaan keamanan beberapa kali sebelumnya.
“Ini membuat saya frustasi, saya tidak bisa terbang seperti orang normal,” ungkapnya.
Selasa lalu, Spirit Airlines telah mengusir empat penumpang yang kabarnya keturunan Timur Tengah dari penerbangan dari Baltimore menuju Washington setelah saksi melaporkan adanya aktivitas yang “mencurigakan”.
Rabu lalu, warga AS dari Philadelphia, Maher Khalil dan Anas Ayyad diminta untuk mundur sebelum menaiki pesawat di bandara Chicago. Mereka diperintahkan demikian hanya karena seorang penumpang mendengar mereka berbicara dalam bahasa Arab dan mengeluh kepada staf bahwa ia takut terbang di pesawat yang sama. Mereka diinterogasi oleh polisi. (haninmazaya/arrahmah.com)