ANKARA (Arrahmah.com) – Sekitar 1.500 Turkmen (etnis Turki) di Suriah telah melarikan diri ke perbatasan Turki untuk menyelamatkan diri dari pertempuran terbaru yang berlangsung di bagian barat laut Turki, kata seorang pejabat Turki, pada Ahad (22/11/2014).
Sebagaimana dilansir oleh World Bulletin, Turki telah menyatakan keprihatinan dalam beberapa hari terakhir atas serangan udara Rusia di daerah itu, dan mengkhawatirkan bahwa serangan udara itu bertujuan untuk menghantam pejuang oposisi Suriah dan memperkuat rezim Presiden Bashar al-Assad.
Sementara itu, pejuang Turkmen yang didukung oleh Turki telah meluncurkan operasi darat mereka sendiri di Suriah utara untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai oleh ISIS.
“Sampai saat ini, sekitar 1.500 saudara dan saudari Turkmen kita telah datang ke wilayah perbatasan kita,” kata gubernur wilayah Hatay Turki di perbatasan Suriah Ercan Topaca, seperti dikutip oleh kantor berita Turki.
“Tentu saja kami siap untuk memenuhi semua kebutuhan mereka, terutama karena kondisi musim dingin yang sedang mulai,” katanya.
Dia juga menambahkan bahwa sebanyak 575 tenda sudah dikirim, serta selimut, makanan dan obat-obatan.
Turki mengatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan total dana sebesar 2,2 juta bagi pengungsi yang melarikan dari empat tahun perang Suriah, dan Turki masih mempertahankan “kebijakan pintu terbuka”, sembari memperingatkan bahwa Turki juga memiliki keterbatasan kemampuan untuk menampung lebih banyak pengungsi.
Topaca mengatakan bahwa pihak berwenang Turki sedang mempersiapkan kemungkinan gelombang baru pengunngsi dari daerah yang terkena dampak itu, dimana ada 15 desa etnis Turkmen di zona konflik dengan total populasi hingga 35.000, termasuk etnis Arab.
Ankara telah menyatakan kemarahan atas serangan bom yang dilancarkan oleh jet Rusia dan rezim Suriah di wilayah tersebut.
Turki memanggil duta besar Moskow pekan lalu untuk memprotes serangan itu.
Turkmen adalah minoritas etnis berbahasa Turki yang tinggal bersama penduduk Arab dan Kurdi dan secara tradisional memiliki hubungan tidak nyaman dengan rezim Suriah Bashar al-Assad dan mendiang ayahnya Hafez.
(ameera/arrahmah.com)