JAKARTA (Arrahmah.com) – Kasus polisi bunuh diri dari waktu ke waktu menunjukkan tren peningkatan. Menurut data Indonesian Police Watch (IPW) dalam lima bulan pertama 2015 ada tiga polisi bunuh diri.
Tahun lalu, 2014 juga ada tiga polisi bunuh diri. Salah satunya adalah Brigadir Satu Polisi Guntur, anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Sukabumi Kota, Jawa Barat, yang ditemukan tewas di kontrakannya di Jalan Taman Bahagia, Kota Sukabumi.
Dia bunuh diri dengan senjata apinya pada 22 Januari 2014, setelah cekcok dengan pacarnya yang bernisial WI.
Jumlah anggota Kepolisian Indonesia yang bunuh diri pada 2013 naik 300 persen lebih, jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2011 hanya ada satu polisi yang bunuh diri di Sumatera Utara. Pada 2011 naik menjadi dua orang, dan tahun 2013 ada tujuh polisi yang bunuh diri. Lima polisi jajaran bawah dan dua perwira polisi. Sebagian besar gantung diri di rumahnya.
IPW menyatakan hal yang paling mengejutkan adalah penyebab kejadiannya berlatar belakang persoalan pribadi.
Dalam lima bulan pertama pada 2015 misalnya, ada tiga polisi bunuh diri. Terakhir Brigadir Wahyudi menembak kepalanya sendiri di rumah kekasihnya di Kalideres, Jakarta Barat pada 16 Mei 2015, setelah bertengkar dengan pacarnya.
“Ini jelas persoalan serius. Kapolri tentunya tidak bisa tinggal diam. Sebagai pemimpin tertinggi sudah sepatunya ia mengambil langkah kongkret guna mengatasi persoalan serius ini.,” kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, lansir Antara
Kapolri Jenderal Polisi Badrotin Haiti, diharapkan segera menurunkan tim psikologi. Kasus bunuh diri anggota Kepolisian Indonesia sangat pribadi dan terkait psikologis seseorang.
Kapolri juga harus memerintahkan para kepala kepolisian daerah, kepala Polres, bahkan kepala Polsek untuk membuka hati dan mendengar persoalan-persoalan yang dialami anggotanya di lapangan agar kasus polisi bunuh diri bisa dihindari.
Bahkan, jika perlu seorang kepala Polda atau kepala Polres bahkan kepala Polsek untuk blusukan kepada anggotanya.
“Tengok, sapa, bahkan akrab dengan anak buah, jika perlu mengetahui persoalan yang dihadapi anggota. Buang jauh-jauh sikap tidak peduli atau tidak mau tahu urusan anak buah di lapangan,” kata Pane.
Sebagai langkah antisipatif, Pane mengatakan Kepolisian Indonesia perlu mengetatkan pemakaian senjata api dan kembali melakukan serangkaian tes bagi anggotanya.
Hal tersebut perlu untuk mengecek kembali kondisi mental anggota Polri ketika mereka memiliki senjata api. Langkah lainnya adalah Polri harus membenahi pola perekrutan anggota sejak awal. Proses seleksi rekrutmen masuk anggota kepolisian harus benar-benar profesional.
“Setiap anggota polisi ketika bergabung dalam Kepolisian Indonesia sudah harus tuntas dalam hal urusan mental, psikologi, dan moral, sehingga tidak mudah frustrasi dalam persoalan remeh-temeh,” katanya. (azm/arrahmah.com)