WASHINGTON (Arrahmah.com) – Organisasi Muslim dan kelompok hak-hak sipil telah mengkritik website interaktif FBI yang diciptakan dengan dalih untuk mencegah kekerasan di sekolah, mereka mengatakan fokus terhadap Islam sama saja dengan rasial.
“Jangan Menjadi Boneka” adalah situs video interaktif seperti game yang dirancang untuk digunakan oleh guru dan siswa. Situs ini terdiri dari serangkaian game dan tips untuk mengajarkan pengguna bagaimana mengidentifikasi seseorang yang rentan terhadap perekrutan untuk serangan kekerasan, lansir Al Jazeera pada Selasa (3/11/2015).
“Hampir seluruh isi website berfokus pada Islam, menambah kecurigaan daripada mendorong seseorang dari belajar dan rasa ingin tahu,” ujar Corey Saylor, juru bicara Dewan Hubungan Amerika Islam (CAIR).
“Permainan memiliki fokus hanya pada Muslim,” lanjutnya kepada Al Jazeera.
Salah satu skenario di website tersebut memberitahu pengguna bahwa mereka harus curiga ketika seorang individu dengan nama Arab atau Islam menyebutkan akan ke Timur Tengah untuk suatu “misi”, menunjukkan bahwa itu adalah niat untuk terlibat dalam kekerasan.
“Kenapa kita harus menaikkan bendera merah? Bagaimana jika dia melakukan misi kemanusiaan atau misi keagamaan misalnya?” kata Saylor.
“Inilah contoh lain ketika banyak anak berjalan menjauh dari game dan mungkin berpikir bahwa siswa Muslim adalah ancaman atau ‘teroris’.”
Website tersebut seharunya dirilis pada Senin (2/11), namun ditahan menyusul keberatan oleh berbagai pihak, terutama organisasi keagamaan dan hak-hak sipil.
Menurut klaim FBI, website tersebut dirancang untuk memberikan “kesadaran tentang bahaya predator kekerasan ekstrimis di internet, dengan masukan dari siswa, pendidik dan tokoh masyarakat”.
Ini adalah bagian dari program Melawan Kekerasan Ekstrimisme (CVI) FBI yang melibatkan partisipasi masyarakat setempat.
Kritik yang muncul mengatakan bahwa itu akan menstigmatisasi Islam dan siswa Arab yang saat ini sudah rentan terhadap intimidasi dan xenofobia.
Sebuah laporan baru yang dipublikasikan oleh CAIR menemukan bahwa siswa Muslim di sekolah negeri dan sekolah swasta non-Muslim diganggu dua kali lipat. Dari mereka yang disurvei, 52 persen telah dilecehkan secara verbal tentang agama mereka oleh teman sekelas atau guru, sementara 29 persen anak perempuan yang mengenakan kerudung telah merasakan serangan atau hijab mereka sengaja ditarik dan menjadi bahan olokan.
Indikator lain yang disebutkan dalam website tersebut terkait siswa yang rentan direkrut untuk kekerasan adalah termasuk perilaku menyendiri atau mengalami masalah di rumah.
“Ini adalah perilaku khas untuk remaja, tapi bagi siswa Muslim mereka sedang diperlakukan sebagai orang yang mencurigakan,” ujar Saylor.
Pada September lalu, seorang siswa berusia 14 tahun, Ahmad Muhammad, diborgol dan ditangkap di sekolahnya di Irving, Texas setelah memperlihatkan jam buatan sendiri untuk gurunya yang dikira bom.
Kelompok-kelompok HAM menuduh sekolah dan polisi telah melakukan diskriminasi dengan alasan bahwa remaja tersebut tidak akan ditangkap jika ia bukan Muslim.
“Bahkan ketika seorang anak melakukan apa yang Anda ingin mereka lakukan-inovatif dan menunjukkan antusiasme untuk belajar-dia diborgol,” tambah Saylor. (haninmazaya/arrahmah.com)