JAKARTA (Arrahmah.com) – Pencitraan bagi pemimpin terkadang diperlukan. Namun jika seorang pemimpin gemar melakukan tindakan sekadar untuk pencitraan, itu akan membahayakan bagi masyarakat ataupun negara.
“Bahaya jika pemimpin yang bekerja hanya berorientasi pada pencitraan. Itu tanda-tanda kehancuran,” ujar anggota Komisi I DPR Ahmad Zainuddin dalam Kajian Akbar Muharram bertema ‘Memperbaiki Diri, Menata Negeri’ di Masjid Ukhuwah Islamiyah, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Sabtu (17/10/.2015).
Menurut dia, pemimpin harus bekerja berdasarkan nilai-nilai keadilan dan kemaslahatan, bukan untuk semata-mata mengejar citra positif dari rakyatnya. Pemimpin berkarakter, lanjut dia, adalah pemimpin yang memiliki visi kuat, komitmen teguh, dan berani bertindak atau melakukan terobosan meski kebijakan tersebut tidak disukai rakyatnya.
Ketua Lajnah Tadrib Dewan Syariah Pusat PKS ini mencontohkan, Nabi Muhammad saw pernah bertindak dengan mempertimbangkan citra. Hal itu terjadi saat sejumlah sahabat mendesak agar Nabi Muhammad saw memerangi tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul karena sering memicu konflik di tubuh umat. Namun Nabi Muhammad saw menolak karena mempertimbangkan pandangan umat.
“Tapi pada kejadian lain, Rasulullah tidak mempedulikan citra. Yaitu ketika menikahi Zainab, janda dari anak angkatnya Zaid bin Tsabit. Menikahi janda dari anak angkat adalah aib dalam budaya masyarakat arab. Tapi Rasulullah melawan pandangan umum dan ingin menegaskan anak angkat bukan anak kandung. Dan Islam membolehkan itu,” jelas Zainuddin.
Karena itu dia mengatakan, pemimpin itu cerminan masyarakatnya. Masyarakat berkarakter akan melahirkan pemimpin yang berkarakter. Sebaliknya, pemimpin yang korupsi dan lemah juga merupakan cerminan masyarakatnya.
“Kalau pemimpin kita tiap siang-malam hanya mendendangkan ‘citra-citra’ di depan umat, ini tanda-tanda kehancuran umat. Ini pemimpin yang tidak berkarakter,” jelasnya.
Dia juga menjelaskan kondisi umat Islam saat ini. Menurutnya, ketiadaan pemimpin yang kuat dan berkarakter Qurani menjadi salah satu persoalan umat saat ini.
“Kita heran kenapa umat Islam sekarang menjadi umat yang permisif, masa bodoh dan tidak peduli. Tidak peduli siapa yang memimpinnya, bagaimana orientasi politiknya, apa agamanya. Ini indikator umat Islam Indonesia sekarang memprihatinkan,” pungkasnya.
(azmuttaqin/*/arrahmah.com)