JAKARTA (Arrahmah.com) – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan yang menyatakan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia telah tutup buku, mengindikasikan mantan Kepala Staf Kepresidenan itu berupaya melindungi Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Pendapat itu disampaikan pengamat politik Muslim Arbi yang dilansir intelijen (16/10/2015). “Luhut loyal ke Jokowi dan Megawati. Luhut sudah perlihatkan loyalitasnya dengan menempatkan anak buahnya di KPK sebagai Deputi Penindakan KPK,” ungkap Muslim.
Kata Muslim, sikap Luhut tersebut menunjukkan bahwa Luhut bekerja bukan untuk bangsa dan negara tetapi pada penguasa. “Harusnya bekerja bukan untuk penguasa, tetapi negara dan bangsa,” papar Muslim.
Muslim mendesak Luhut Panjaitan mundur dari jabatan Menkopolhukam karena diduga telah menghentikan kasus BLBI. “Mulai dari penempatan orangnya di BLBI, dan pernyataan Luhut, bisa diindikasikan, Luhut menghentikan BLBI,” pungkas Muslim.
Luhut mengeluarkan pernyataan itu usai menghadiri pelantikan 3 deputi KPK, di gedung KPK Kamis (15/10) pagi. Selain Luhut, pelantikan itu juga dihadiri Jaksa Agung M. Prasetyo.
“Tidak ada urusannya (RUU Pengampunan Nasional) dengan BLBI. BLBI sudah selesai sudah tutup buku, kita berbicara dana-dana kita yang ada di luar negeri dan mereka tidak mau membawa ke dalam negeri,” kata Luhut.
Sementara Peneliti Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengkritik keras pernyataan Luhut itu. “Sebagai apa Luhut ngomong begitu? Apa dia diberi legal untuk omong begitu? Apa dia mewakili pemerintah?” kritik Marwan, dikutip Rakyat Merdeka, Jumat (16/10).
Dia tak sepakat jika kasus BLBI tutup buku. Kasus itu harus diusut hingga tuntas. Kerugian negara ratusan triliun harus dikembalikan. Soalnya, rakyat yang menanggung beban kerugian negara itu. “Ada pidana itu. Nggak ada ceritanya tutup buku. Sampai sekarang APBN harus bayar bunga untuk mencicil itu. Rakyat yang rugi,” imbuhnya.
Marwan meminta KPK berkomitmen untuk mengungkapkan kasus itu. Apalagi, di zaman Abraham Samad, KPK pernah menyatakan bahwa kasus itu sudah lengkap bukti-buktinya. “KPK sekarang kok sepi-sepi saja. Harus didorong untuk maju terus mengungkap kasus ini. Jangan takut,” tandasnya.
Menanggapi ini, Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengaku belum mendapat informasi soal kelanjutan dari penyelidikan kasus itu. “Saya belum dapat masukan dan info dari tim lidik,” kata Indriyanto singkat saat dihubungi, lansir RMOL.
Terkait, Guru Besar Politik UI Prof Budyatna menyatakan, tak heran kalau akhirnya kasus BLBI tutup buku. Menurutnya, dalam sejarah, tak pernah ada mantan presiden yang pernah “disentuh” hukum. “KPK takut sama penguasa. Komisi itu sudah diamputasi,” kata Budyatna dikutip Rakyat Merdeka.
Tanda-tanda bakal ditutupnya kasus ini sudah terlihat dari dijeratnya dua pimpinan KPK yang vokal mengusut kasus ini, yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. “Kasus ini tak akan selesai seperti kasus Soeharto, kasus Century di era SBY. Di negara ini Presiden bebas korupsi. Harusnya contoh Korea, presiden yang aktif pun bisa ditangkap,” ujarnya.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyatakan, pemerintah sekarang seolah “melindungi” kejahatan-kejahatan pada masa lalu. “Ini (pernyataan Luhut) adalah bentuk warning bagi KPK agar tak melanjutkan pengusutan kasus itu,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK sendiri sudah diberi peringatan dengan dijeratnya dua pimpinan KPK yakni AS dan BW dalam kasus hukum. “Sejak AS bilang tak takut panggil siapapun, termasuk mantan presiden dalam kasus BLBI, KPK dapat banyak serangan,” katanya.
Padahal, setidaknya setiap tahun rakyat harus menanggung beban Rp 6 triliun yang diambil dari APBN untuk membayar bunga. Kerugian BLBI sekitar Rp 600 triliun.
Dari swasta, total Rp 200 triliun baru kembali Rp.48 triliun atau hanya sekitar 24 persen. Sementara dari BUMN, ada Rp.400 triliun. “Ini tak adil. Rakyat kredit macet dikejar, disita asetnya segera dilelang. Ini perusahaan-perusahaan besar, malah tutup buku, rakyat yang tanggung uangnya,” tegasnya.
Seperti diketahui, BLBI alias bantuan likuiditas Bank Indonesia adalah pinjaman yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami likuiditas saat terjadi krisis moneter 1998. Total dana yang dikucurkan BI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Namun banyak dana ini yang diselewengkan pemilik bank. Banyak juga dari mereka yang lari ke luar negeri dan belum kembali.
Di saat yang sama, banyak pemilik bank yang kesulitan mengembalikan duit BLBI ini. Nah, di zaman Megawatilah, pemerintah membuat kebijakan menerbitkan surat keterangan lunas (SKL) bagi obligor yang sudah mengembalikan sebagaian duit BLBI.
(azm/arrahmah.com)