WASHINGTON (Arrahmah.com) – Satu orang tewas dan tiga lainnya terluka dalam penembakan yang terjadi pada Jum’at (9/10/2015) di sebuah universitas AS di Arizona, menurut laporan media, sebagaimana dilansir oleh World Bulletin.
Penembakan menjelang fajar itu terjadi di dekat asrama di kampus Flagstaff di Northern Arizona University. Seorang tersangka penembakan itu ditahan.
Korban yang terluka dibawa ke rumah sakit, namun kondisi mereka masih belum diketahui, menurut CNN.
Informasi tentang kemungkinan motif atau identitas penembak juga belum ada.
Penembakan itu terjadi seminggu setelah seorang pria bersenjata berusia 26 tahun menembak sembilan orang dan kemudian berbalik menembak dirinya sendiri di sebuah perguruan tinggi di negara bagian Oregon.
Setidaknya ada 143 penembakan di sekolah-sekolah AS sejak Januari 2013 – rata-rata hampir satu insiden penembakan per minggu – menurut Everytown, sebuah LSM yang menyerukan reformasi untuk mengurangi kekerasan senjata.
Penembakan yang satu disusul oleh penembakan yang lainnya kerap terjadi di Amerika Serikat. Kejadian mematikan ini sekarang sudah menjadi seperti penyakit menular, pelaku penembakan menginspirasi pelaku lainnya untuk melakukan kejahatan yang sama.
Agustus lalu, AS dikejutkan oleh berita penembakan di Virginia yang menewaskan dua wartawan. Pelaku penembakan itu, Vester L. Flanagan II, mengaku mengagumi pelaku penembakan di SMA Columbine, Colorado, tahun 1999 dan penembak di kampus Virginia Tech tahun 2007 yang membunuh 33 orang.
Begitu juga peristiwa penembakan di Kampus Oregon yang menewaskan sedikitnya 10 orang. Pelaku penembakan, Chris Harper Mercer, (26), memposting rencananya di media sosial, mengaku kagum kepada pelaku penembakan Universitas California yang menewaskan tujuh orang tahun lalu.
Menurut statistik, dari 292 penembakan massal di seluruh dunia, 90 di antaranya terjadi di Amerika Serikat dalam kurun waktu 46 tahun. AS memiliki lima persen dari populasi dunia dan 31 persen dalam hal penembakan massal.
“Masyarakat sedikit terkejut dengan statistik ini,” kata Adam Lankford, professor hukum kriminal di Universitas Alabama yang melakukan studi tersebut, lansir CNN.
Beberapa pengamat meyakini penembakan di AS ibarat penyakit menular, yang bisa menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Sebuah studi yang dilansir tahun lalu menemukan bahwa penembakan biasanya terjadi sekitar dua pekan atau 13 hari setelah penembakan sebelumnya.
Adam Lankford, professor hukum kriminal di Universitas Alabama yang melakukan studi penembakan massal mengatakan bahwa kejahatan ini lebih cepat menular di AS ketimbang negara lainnya karena akses senjata api yang sangat mudah diperoleh di AS.
“Akses senjata api adalah faktor signifikan terjadinya insiden ini,” kata Lankford.
Kepemilikan senjata api di AS adalah yang paling besar di seluruh dunia. Ada 270 juta hingga 310 juta senjata api yang beredar di AS. Dengan populasi sebesar 318,9 juta, artinya lebih dari sepertiga warga AS yang memiliki senjata api, berdasarkan data Pew Research Center.
AS yang mengklaim dirinya sebagai “polisi dunia”, ternyata di dalam negerinya sendirinya menghadapi permasalahan yang tak kalah mencemaskan: rakyatnya dihantui oleh penembakan massal!
(ameera/arrahmah.com)