MEKKAH (Arrahmah.com) – Sejumlah anggota jemaah yang menjadi korban selamat dalam musibah terinjak-injak di Jalan 204 saat menuju Jamarat untuk melontar jamrah, Kamis (24/9/2015) pagi waktu setempat, mengaku hanya mengikuti apa kata pemimpin rombongan untuk melintasi jalan itu, tanpa mengetahui jalan itu bukan jalur yang direkomendasikan bagi jemaah Indonesia.
“Saya tidak tahu jalan itu bukan jalur resmi untuk jemaah Indonesia (melontar jamrah),” kata Muhammad Juhdi Ibrahim (57), anggota jemaah dari Pontianak, Kalimantan Barat, yang berangkat melalui embarkasi Batam, saat ditemui di kantor Misi Haji Indonesia, Syisyah, Makkah, Jumat.
Dia mengaku hanya mengikuti pimpinan rombongan menuju Jamarat dari Maktab 1 sekitar pukul 07.00 Waktu Arab Saudi (WAS). Apalagi, kata dia, pemimpin rombongan yang dipanggilnya ustadz itu sudah 13 kali pergi haji. “Tentu beliau lebih hafal,” katanya.
“Tadinya kami akan melontar pada sore hari, namun entah mengapa ustadz mengajak kami berangkat pagi,” katanya. Sekitar pukul 09.00 WAS, Juhdi yang berangkat bersama istrinya, serta anggota rombangan lainnya tiba di bawah jalan layang di Jalan 204.
“Saya tidak tahu bagaimana tiba-tiba ada orang-orang berkulit hitam berjalan dan mendesak dari arus yang berlawanan,” katanya. Saat itulah rombongan terpencar.
Dalam kondisi sesak tersebut, tiba-tiba penyakit Juhdi kambuh, sehingga ia lemas dan menarik istrinya untuk ke pinggir. Ia mengaku selama dua jam tidak bergerak pada posisinya dan hampir pingsan.
“Saat itu ia masih sadar dan istrinya terus berteriak-teriak karena petugas terus menerus meletakkan jenazah berkulit hitam di dekat mereka. “Banyak mayat dekat kami,” ujar pensiunan PNS dari Kementerian Pekerjaan Umum itu.
Juhdi dan istrinya berhasil selamat karena ditolong TKI, dibawa ke permukiman penduduk dan akhirnya mendapat tempat istirahat di kantor agen perjalanan dan akhirnya dibawa ke klinik untuk mendapat pertolongan pertama dengan infus cairan karena ia menderita headstroke dan penyakit jantungnya kambuh.
Sementara itu, Ismawati binti Muhammad Kasim dari Sulawesi Barat juga mengaku ikut pimpinan rombongan untuk melontar jamrah pagi hari dan melintasi Jalan 204 yang tidak biasa dilewati jemaah dari Indoneia.
“Kami semua mengikuti Ustadz Ibrahim. Satu rombongan sekitar 50 orang,” kata Ismawati (45) yang berangkat dari kloter 10 Makasar (UPG010).
Namun di tengah perjalanan, ia bersama kakak dan seorang nenek bernama Najmiah beristirahat sejenak di pinggir jalan, karena sang nenek kelelahan dan akhirnya mereka ditinggal rombingan. Saat itulah datang jemaah berkulit hitam dari arah berlawanan yang mendesak dan menginjak-injak mereka bertiga.
“Saya berhasil selamat karena ditolong pria yang menyuruh naik pagar, sementara kakak saya sudah tidak mampu naik karena lelah dan terinjak-injak. Begitu pula dengan Nenek Najmiah,” katanya. Hingga saat ini Ismawati belum mengetahui nasib keduanya.
Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) sebagai Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah memberi rekomendasi jalur resmi yang bisa dilintasi jemaah Indonesia ketika menuju Jamarat (tempat lontar jamrah) adalah Jalan King Fahd dan Jalan Moasim.
Jalan King Fahd direkomendasikan untuk jemaah yang mendapat lokasi tenda menginap di Mina Jadid, yaitu sebanyak tujuh maktab (1, 2, 3, 5, 7, 8, dan 9) dan Jalan Moasim untuk jemaah yang tenda menginap mereka berlokasi di Harratul Lisan, Mina, sebanyak 45 maktab.
Selain itu pemerintah juga sebenarnya telah meminta ketua regu (karu), ketua rombongan (karom), dan ketua kloter untuk mengimbau jemaah tidak melontar jamrah pada jam ramai yaitu pukul 08.00 – 13.00 WAS pada 10 Zuhidjah (24/9). Kemudian hari ini direkomendasikan tidak melontar pada pukul 13.00 – 16.00 WAS. (antara/arrahmah.com)