JAKARTA (Arrahmah.com) – Sudah 10 (sepuluh) bulan Presiden Joko Widodo (JKW) memimpin bangsa ini, namun belum memberikan perhatian yang serius dalam hal penuntasan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat masa lalu, salah satunya adalah Peristiwa Tanjung Priok 1984. Padahal dalam visi dan misinya ketika menjadi Calon Presiden dirinya berjanji untuk menyelesaikan peristiwa tersebut.
“Peristiwa Tanjung Priok 1984 adalah salah satu pelanggaran HAM berat yang masih menyisakan sejarah kelam dan ketidakadilan bagi korban hingga kini. Berdasarkan laporan Komnas HAM jumlah korban sebanyak 79 orang; luka berat 55 orang dan meninggal 24 orang dan puluhan hilang hingga kini belum ditemukan. Pengadilan HAM ad hoc yang digelar pada 2003-2004 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan telah terjadi pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Tanjung Priok, tetapi anehnya pengadilan gagal menghukum para pelaku dan memenuhi hak korban untuk mendapatkan pemulihan; Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi,” demikian rilis KontraS Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia dan Ikatan Keluarga Korban Tanjung Priok.
Menurur KontraS Presiden JKW telah dipilih oleh rakyat secara demokratis untuk menjadi Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Janji kampanye ketika menyampaikan visi dan misinya yang telah disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum menyatakan pada poin 11 “kami berkomitmen untuk mewujudkan sistem dan penegakan hukum yang berkeadilan”, kemudian dipertegas kembali dalam huruf ff sebagai berikut:
“Kami berkomitmen secara menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial-politik bagi bangsa Indonesia seperti; Kerusuhan Mei, Trisakti, Semanggi 1 dan 2, penghilangan paksa, Talangsari-Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965.”
Janji akan penuntasan kasus Tanjung Priok 1984, lanjut KontraS sebagaimana disampaikan dalam visi dan misinya belum diwujudkan dalam kebijakan yang nyata sehingga hak-hak korban atas keadilan yang seharusnya dipenuhi oleh Negara terutama Pemerintah menjadi terabaikan. Padahal Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 telah memberikan penegasan pada Pasal 28 I ayat (4) yang menyatakan; “Perlindungan, Pemajuan, Penegakan, dan Pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab Negara terutama Pemerintah.” Dalam konteks inilah Presiden adalah kunci dari penyelesaian karena Presiden sebagai pemegang kekuasaan Pemerintahan untuk mengimplementasikan Pemenuhan hak keadilan korban. Presiden harus ingat ketika disumpah yaitu bersumpah untuk memegang teguh kepada UUD tahun 1945, selanjutnya Presiden/Wakil Presiden bisa diberhentikan atas usul DPR kepada MPR dengan mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan mengadili jika Presiden melakukan perbuatan melanggar hukum; penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela.
Dalam rilisnya di Jakarta, Sabtu (12/9/2015), KontraS dan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia dan Ikatan Keluarga Korban Tanjung Priok “menggugat” Presiden JKW untuk segera melakukan langkah-langkah yang efektif dalam penyelesaian Peristiwa Pelanggaran HAM berat Tanjung Priok dan lainnya, sebagai berikut;
- Membuat Keputusan atau kebijakan Presiden untuk memberikan pemulihan kepada korban;
- Membuat Keputusan atau kebijakan Presiden untuk mendorong Jaksa Agung melakukan penyidikan atas peristiwa atau kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diselidiki oleh Komnas HAM;
(azm/arrahmah.com)