JOMBANG (Arrahmah.com) – Said Aqil Siraj akan diseret ke meja hijau terkait anggaran dasar anggaran rumah tangga (AD/ART) Nahdhatul Ulama (NU) hasil Muktamar 33 NU yang melenceng dari akidah dan ajaran pendiri NU KH Hasyim Asyari.
Gugatan terkait perubahan pada AD NU dipastikan segera diluncurkan.Itu setelah sejumlah ulama dan forum lintas (FL) PWNU se-Indonesia menggelar pertemuan di Ponpes Tebuireng, Jombang, Sabtu (12/9/2015).
Mereka menilai AD hasil Muktamar itu melenceng dari akidah dan ajaran pendiri NU KH Hasyim Asyari.
Dalam pertemuan yang berlangsung hingga menjelang Maghrib itu, sempat diperlihatkan video pelanggaran dalam muktamar, secara prosedural maupun material.
Kuasa hukum sekaligus juru bicara penggugat, Ima Mayasari mengatakan ada empat pihak yang digugat.
Yakni KH Said Aqil Siroj selaku Ketua Tanfidziyah 2010-2015 yang kini kembali menjabat sebagai Ketua Umum PBNU; KH Imam Aziz selaku ketua Panitia Nasional Muktamar; Saifullah Yusuf selaku ketua panitia daerah; dan Kemenkumham.
Ima merinci, tiga orang, masing-masing KH said Aqil Siroj, KH Imam Aziz, dan Saifullah Yusuf digugat karena bertanggung jawab atas perubahan AD dan pelaksanaan Muktamar yang dianggap tidak menampung aspirasi seluruh peserta muktamar.
Sedangkan gugatan ke Kemenkumham bertujuan agar mengesahkan AD serta kepengurusan PBNU 2015-2020.
“Alasan kami jelas ketika memasukkan Kemkumham dalam gugatan ini,” kata Ima usai pertemuan sejumlah warga Nahdliyin di Jombang, Jawa Timur, yang membahas penolakan perubahan AD NU.
Selain memastikan melayangkan gugatan terkait perubahan AD, Ima mengaku atas nama FL PWNU juga sudah menyampaikan gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Isi gugatan agar PN membatalkan membatalkan muktamar karena dinilai tidak sah. Selain gugatan ke PN Jakarta Pusat, melalui kuasa hukum yang sama, FL-PWNU juga melayangkan surat ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), yang meminta pemblokiran pengesahan kepengurusan PBNU hasil Muktamar ke-33
Usai pemutaran video, sejumlah warga Nahdliyin dan tokoh NU melakukan penandatanganan penolakan AD. Kegiatan itu difasilitasi Pengurus Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng KH Solahudin Wahid (Gus Solah).
Gugatan-gugatan itu sendiri sebagai buntut ketidakpuasan warga Nahdliyin yang menjadi peserta Muktamar ke-33 NU pada Agustus lalu.
Berbagai dugaan penyimpangan muncul dalam muktamar. Mulai pelanggaran prosedur hingga pelanggaran administratif, bahkan kriminal.
Sedangkan khusus perubahan yang terjadi pada AD NU, di antaranya penghapusan Mukadimah.
Padahal, menurut Ima, mukadimah itu isinya NU berakidah dan berasas Islam menganut faham Ahlussunah waljamaah dalam bidang akidah mengikuti madzab Imam Abu Hassan Al Asyari dan Imam Abu Mansyur.
“Sedangkan dalam fiqih mengikuti salah satum madzab empat (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali),” sambung Ima Mayasari, saat di Ponpes Tebuireng, Jombang, Jumat (11/9/2015) sore.
Selain itu, juga ada penghilangan asas ijmak atau kesesuaian pendapat dan qiyas atau persamaan dalam akidah NU. Padahal, dua hal itu merupakan bagian fundamental dari dasar hukum NU.
Pengasuh Ponpes Tebuireng KH Solahudin Wahid (Gus Solah) menyatakan penyimpangan yang terjadi sudah kelewatan.
“Ini sama halnya mengubah apa yang sudah didirikan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asyari (pendiri NU). Dan saya yakin akan ditentang seluruh warga NU,” kata Gus Solah. (azm/suryaonline/arrahmah.com)