THAILAND (Arrahmah.com) – Hampir sepekan setelah ledakan sebuah bom yang menewaskan 20 orang di ibukota Thailand, polisi negara itu mengatakan bahwa tersangka utama dalam ledakan di Kuil Erawan tersebut kemungkinan telah meninggalkan Thailand.
Jenderal Polisi Somyot Poompanmoung mengatakan kepada wartawan pada Ahad (23/8/2015) bahwa para investigator “perlu sedikit keberuntungan” untuk bisa menangkap seorang pria dengan rambut acak-acakan dan mengenakan T-shirt kuning yang tertangkap kamera CCTV menanam bom di lokasi ledakan di Kuil Erawan pada Senin (17/8) lalu. “Jika pelaku [ledakan itu] beruntung, maka ia mungkin bisa lolos,” tambahnya, sebagaimana dilansir WSJ.
Identitas terduga pelaku peledakan yang sebelumnya terlihat kamera CCTV itu memakai baju kuning, berkulit putih, rambut hitam, berjenggot tipis, dan berkacamata dengan bingkai hitam, berhasil didapatkan Kepolisian Thailand setelah melacak ke berbagai hotel di Bangkok.
Polisi Thailand akhirnya mendapatkan identitas pelaku bom Bangkok setelah menanyai staf di Niagara Hotel. Mereka juga melacak melalui buku catatan tamu hotel, lansir IB Times, Senin (24/8).
Berdasarkan keterangan salah satu staf di Niagara Hotel, ciri-ciri yang diberikan polisi ternyata sesuai dengan perawakan salah satu tamu hotel yang tercatat bernama Mohamad Museyin. Polisi Thailand pun segera menyebarkan sketsa wajah terduga pelaku pengeboman itu.
Sementara pelaku pengeboman belum tertangkap, ada begitu banyak spekulasi yang muncul ke permukaan, dari motif mengganggu sektor pariwisata Thailand, hingga terkait “terorisme internasional”.
Petinggi polisi Thailand lainnya, Letnan Jenderal Prawut Thavornsiri, mengatakan kepada televisi Thailand bahwa dia menduga tersangka utama mungkin telah meninggalkan Thailand. “Tapi kami akan terus mencari, jika kami dapat menemukan orang lainnya yang terkait yang mungkin ada di negara ini atau menemukan petunjuk, bukti dan saksi-saksi yang telah melihat dia,” katanya, sebagaimana dilansir WSJ.
Pernyataan polisi meragukan versi kejadian yang diajukan oleh junta militer Thailand, yang berulang kali mengatakan ledakan itu tidak ada hubungannya dengan orang asing atau “terorisme internasional”. “Kami tidak akan menghalangi setiap aspek dari penyelidikan sampai kami memiliki cukup alasan untuk melakukannya,” kata Jenderal Polisi Somyot.
Anggota oposisi gerakan Red Shirt, yang didukung pemerintah yang digulingkan – mantan pemimpin Thaksin Shinawatra dan adiknya Yingluck Shinawatra – keberatan dengan apa yang mereka katakan, menyebutnya upaya janggal untuk melemparkan kesalahan atas pengeboman tersebut ke arah mereka.
Nattawut Saikeau, salah satu pemimpin utama gerakan itu, mengatakan pada Selasa (18/8) bahwa pemerintah mempertaruhkan hal yang bisa memicu perpecahan di negara itu setelah kudeta tahun lalu. Dan setelah polisi memberi pengumuman awal dengan hadiah 1 juta baht (US $ 28.000) untuk informasi yang mengarah pada penangkapan pelaku pengeboman, Red Shirt mengatakan mereka akan menggandakan hadiah itu.
Thaksin, seorang miliarder yang digulingkan dalam kudeta sebelumnya pada tahun 2006 dan kini tinggal di pengasingan, juga mengutuk serangan pengeboman itu dalam sebuah pernyataan yang langka. Putranya, Panthongtae Shinawatra, telah menawarkan hadiah 7 juta baht untuk informasi apapun, ditambah 5 juta baht untuk petugas polisi yang terlibat dalam mengejar kasus ini.
Para investigator di lapangan, sementara itu masih membisu pada banyak aspek dari kasus ini. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengesampingkan setiap jengkal penyelidikan. Pada Ahad (23/8), detektif Thailand menyebar ke beberapa tempat di Bangkok untuk mencari informasi dari staf-staf hotel. Satu orang yang diperiksa polisi mengatakan para penyelidik sedang mencari seorang pria Timur Tengah sehubungan dengan pengeboman tersebut. Namun dia mengatakan, polisi menyatakan pria itu belum tentu pelakunya.
Di tengah rumitnya penyelidikan, pihak berwajib juga memeriksa paspor atau dokumen yang digunakan oleh beberapa orang untuk diselidiki dengan kemungkinan telah dipalsukan atau dicuri. Satu orang yang diwawancarai oleh polisi mengatakan ada salinan paspor yang digunakan oleh salah satu orang, di mana akhirnya investigator mengindikasikan bahwa ia lahir pada tahun 2000, sehingga umurnya diperkirakan berkisar sekitar 15 tahun.
Para analis keamanan Thailand, di antaranya Matthew Wheeler, seorang ahli di International Crisis Group yang berbasis di Bangkok, mengatakan bahwa beberapa elemen dalam pemerintah tampaknya mencoba untuk memaksakan narasi mereka sendiri dan bahwa masih terlalu dini untuk membuang segala kemungkinan.
Spekulasi di media Thailand telah difokuskan pada beberapa teori untuk menjelaskan ledakan itu, bahwa ledakan tersebut hanya mengancam untuk merusak reputasi Thailand sebagai pusat pariwisata yang aman.
Sementara di lapangan sendiri, ada gagasan yang menyebutkan bahwa serangan itu mungkin ada hubungannya dengan cara Thailand pada bulan lalu yang mendeportasi sekitar 100 warga Uighur ke Cina, hingga memicu protes kekerasan di luar konsulat Thailand di Turki.
Banyak warga Muslim Uighur – kelompok etnis Turki – telah berusaha untuk melarikan diri dari penindasan di Cina menuju Turki, dan melewati Thailand. Kelompok yang dideportasi ke Cina bulan lalu termasuk di antara sekelompok lebih dari 300 warga Uighur yang ditahan di Thailand dalam perjalanan ke Turki pada Maret tahun lalu.
Pada hari Ahad, terungkap bahwa website pemerintah Thailand telah dibajak oleh kelompok hacker Muslim yang berbasis di Tunisia yang menyebut diri mereka sebagai “Fallaga Team”. Kelompok ini mengganti halaman depan situs pemerintah dengan peringatan untuk tidak memprovokasi dunia Muslim. Para hacker itu tidak secara khusus menyebut Thailand, dan sebelum-sebelumnya mereka telah memberikan dukungan terhadap berbagai pergerakan Islam.
Provinsi selatan Thailand yang didominasi Muslim juga telah melihat perlawanan berdarah selama satu dekade terakhir yang telah menewaskan lebih dari 6.000 jiwa. Ledakan bom Bangkok pekan lalu merupakan pengeboman dalam skala yang lebih kecil dari biasanya, dan juga tidak terlalu canggih, kata polisi. Para “pemberontak”, bagaimanapun, telah memperluas jangkauan operasi mereka dalam beberapa tahun terakhir dan kadang-kadang telah menyerang sasaran pariwisata seperti Hat Yai, salah satu kota utama di selatan.
Sementara konflik politik di Bangkok sendiri juga disebut-sebut bisa menjadi pemicu lain untuk serangan pengeboman itu, ungkap para analis Thailand. Sekitar dua lusin orang tewas dalam penembakan dan pengeboman yang terjadi antara pendukung dan penentang faksi Thaksin dalam jangka waktu hingga kudeta tahun lalu. Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, yang merupakan panglima militer pada saat itu, mengklaim kekerasan yang terjadi sebagai pembenaran untuk pengambilalihan militer.
(banan/arrahmah.com)