JAKARTA (Arrahmah.com) – Imam Nahrawi, Menteri Pemuda dan Olahraga memperbolehkan praktik judi dalam sepak bola. Dia menyaratkan, perjudian boleh dilakukan, asalkan bukan untuk pengaturan skor pertandingan.
“Tidak melarang judi dalam sepak bola. Tapi jangan dijadikan judi itu untuk mengatur skor,” ujar Imam, sebagimana dikutip dari ‘Kabar Petang’ tvone hari ini, Jum’at (14/8/2015).
Praktik perjudian dalam sepak bola, dilakukan penonton dengan cara bertaruh sebelum pertandingan akan berlangsung di stadion atau dilakukan secara online, melalui situs judi sepakbola. Sementara penentuan pemenangnya dilakukan setelah pertandingan usai. Astaghfirullah.
Miris sekali, di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini, judi dalam sepakbola dianggap sebagai suatu hal yang biasa dilakukan, bahkan oleh warga sekelas Menteri. Padahal, Allah Ta’ala telah berfirman bahwa judi merupakan sebuah dosa yang besar.
Sebagaimana diterangkan dalam Qur’an Surat Al-Maidah ayat 90 dan 91,
الشَّيْطَانُ أَنْ يُوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُوْنَ.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sholat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. al-Ma’idah: 90-91)
Menggunakan ayat di atas sebagai hujjah, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Jibrin rahimahullah menjelaskan aspek-aspek penyebab diharamkannya perjudian: Pertama, disebutkan berbarengan dengan arak, azlaam (qurban untuk berhala), dan azlaam (mengundi nasib dengan panah). Kedua, Allah menyebutnya rijsun yaitu najis. Ketiga, judi merupakan amalan setan. Keempat, perintah untuk menjauhi perjudian. Kelima, keberuntungan diraih dengan meninggalkan perjudian. Keenam, judi menimbulkan permusuhan di tengah-tengah manusia.Ketujuh, judi menumbuhkan kebencian di antara mereka. Kedelapan, judi dapat menghalangi dari mengingat Allah. Kesembilan, judi melalaikan diri dari shalat. Kesepuluh, perintah untuk berhenti/menyudahi perjudian.
Setelah menyebutkan sepuluh poin di atas Syaikh Abdullah berkata: “Inilah sepuluh dalil dari ayat di atas akan haramnya perjudian. Allahu a’lam.” (al-Qimar Hukmuhu wa Adillahu tahrimihi, hal. 11-21)
Terkait masalah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَالْمَيْسِرَ وَالْكُوْبَةَ.
“Sesungguhnya Allah mengharamkan khamar, judi, dan alat musik.” (Hadits shahih. Lihat: ash-Shohihah, no. 1806 & 2425)
Dengan dasar beberapa ayat dan hadits di atas, para ulama bersepakat akan haramnya perjudian. Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah berkata: “Judi hukumnya haram dengan kesepakatan para ulama, mengajak orang lain untuk berjudi hukumnya juga haram.” (Mausu’ah Nadhrotin Na’im, jilid 11, hal. 5587)
Adapun pertandingan sepakbolanya tentu tidak menjadi haram, apabila memenuhi beberapa maksud berikut, sebagaimana pernah diulas Syaikh Abdul Muhsin Az-Zamil.
- Sebagai syiar Islam, maka hal ini di bolehkan, baik dengan menggunakan hadiah atau tidak. Seperti pertandingan pacuan kuda dan memanah. Termasuk dalam kategori ini -menurut pendapat yang kuat– berbagai macam perlombaan dalam ilmu agama, seperti menghafal Al-Qur’an.
- Sebagai perlombaan dalam sesuatu yang hukumnya mubah, seperti pertandingan sepak bola dan lomba lari, dengan cacatan, tidak melanggar hal-hal yang diharamkan seperti meninggalkan shalat, membuka aurat dan sebagainya. Semua hal ini hukumnya ja’iz (boleh) dengan syarat tanpa menggunakan hadiah.
- Bukan sebagai perlombaan dalam sesuatu yang diharamkan atau sarana kepada perbuatan yang diharamkan, seperti lomba ratu kecantikan atau tinju. Juga masuk ke dalam kategori ini menyelenggarakan sabung ayam, adu kambing atau yang semacamnya (Dikutip dari kitab “Muharramat Istahana Bihan Naas” karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Munajjid)
Dengan demikian, perjudian dalam sepakbola merupakan perbuatan setan yang dapat melalaikan diri dari mengingat Allah dan dari mengerjakan shalat serta dapat menyulut api kedengkian, kebencian, dan permusuhan. Tentu itu pulalah yang menyebabkan keberkahan menjauhi persepakbolaan Indonesia hingga menjadi kisruh.
Agar Allah Ta’ala menaungi persepakbolaan Indonesia dengan baarakah, hendaklah para pemegang kebijakan terkait hal ini mengindahkan syariat yang berlaku. Semoga Allah senantiasa melimpahkan hidayah taufiqnya kepada para pemegang kebijakan dan masyarakat penikmat sepakbola, sehingga Allah mudahkan kita semua mengerjakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Aamiin. (adibahasan/arrahmah.com)