BEIJING (Arrahmah.com) – Pakar Fisika di Universitas California di Berkeley, AS, mengkalkulasikan bahwa sekitar 1,6 juta orang di Cina meninggal setiap tahunnya yang disebabkan oleh masalah jantung, paru-paru dan stroke karena polusi udara, terutama asap partikel kecil, sebagaimana dilansir oleh The Guardian, Jum’at (14/8/2015).
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal PLOS One tersebut mengungkapkan bahwa emisi dari pembakaran batu bara yang digunakan sebagai sumber pembangkit listrik dan pemanas rumah menjadi faktor terbesar yang menyebabkan polusi udara.
“Ini merupakan angka yang sangat besar. Rasanya sangat sulit untuk memahami besarnya angka ini. Wilayah yang paling parah itu salah satunya adalah di barat daya Beijing,” ujar Rohde.
Studi ini menggunakan pengukuran udara nyata dan perhitungan berbagai jenis polutan yang dapat menyebabkan kerusakan jantung dan paru-paru, serta mengakibatkan stroke dan kematian.
Peneliti utama dari studi tersebut, Robert Rohde, mengungkapkan bahwa sebanyak 38 persen penduduk Cina tinggal di wilayah dengan udara yang dikategorikan “tidak sehat” oleh Biro Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat.
Untuk menggambarkan perspektif polusi udara di Cina, data terbaru dari Asosiasi Paru Amerika menunjukkan bahwa Madera, California, memiliki rata-rata tahunan tertinggi untuk polusi udara di Amerika Serikat. Tapi 99,9% dari bagian timur Cina memiliki rata-rata tahunan yang lebih tinggi dibandingkan polusi udara di Madera, kata Rohde.
“Dengan kata lain hampir semua orang di Cina mengalami polusi udara buruk dari polusi udara terburuk di AS,” kata Rohde.
Dalam sebuah dokumen EPA 2010 diperkirakan antara 63.000 dan 88.000 orang meninggal di AS akibat polusi udara. Perkiraan lain berkisar antara 35.000 sampai 200.000.
Tidak seperti polusi udara di AS, di Cina polusi udara terburuk terjajdi di musim dingin karena pembakaran batubara untuk memanaskan rumah dan kondisi cuaca yang membuat udara kotor lebih dekat ke tanah, ungkap Rohde. Beijing akan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2022.
Ilmuwan luar juga memuji penelitian itu. Jason West di University of North Carolina mengatakan ia berharap penelitian itu akan banyak berpengaruh.
(ameera/arrahmah.com)