WASHINGTON (Arrahmah.com) – Menyesalkan meningkatnya pembatasan dalam menjalankan kewajiban agama Islam di Xinjiang, barat laut Cina, sebuah kelompok Muslim Amerika telah mengirimkan surat kepada presiden Cina dan mendesaknya
untuk mengakhiri semua pembatasan negara dari kebebasan beragama yang menargetkan Muslim.
“Kemampuan Muslim di Xinjiang untuk secara bebas mempraktikkan iman mereka diduga sedang terhalang oleh otoritas lokal yang secara rutin berusaha untuk melarang puasa selama bulan Ramadhan di bawah kampanye negara untuk menekan praktik agama Islam dan tradisi Muslim setempat,” ujar Nihad Awad, Direktur Eksekutif Nasional Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) dalam sebuah surat kepada Presiden Xi Jinping, seperti dilansir OnIslam pada Selasa (23/6/2015).
“Tindakan penindasan agama juga dilaporkan termasuk melecahkan pria Muslim yang berjenggot dan Muslimah yang mengenakan pakaian Islam.”
“Juga dilaporkan bahwa Muslim di bawah usia 18 tahun dilarang mempraktikkan agama mereka dan otoritas memberlakukan denda berat pada keluarga yang mengajarkan anaknya Al-Qur’an atau berpuasa di bulan Ramadhan,” lanjutnya.
Setiap tahun pemerintah Cina memberlakukan pembatasan ketat terhadap Muslim Uighur yang hidup di wilayah barat laut Cina, Xinjiang, setiap Ramadhan.
“Konstitusi Cina menjamin kebebasan beragama bagi mereka yang menerapkan Islam. Sebagai bagian dari penandatanganan Piagam PBB, Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia dan Konvensi Internasional PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial. Cina bertanggung jawab untuk memastikan bahwa ummat Islam di Xinjiang dan seluruh Cina berhak atas perlindungan yang sama di bawah hukum terhadap setiap diskriminasi negara dan terhadap setiap hasutan untuk melakukan diskriminasi,” tulis surat itu.
Komunitas Muslim Amerika dan CAIR dengan hormat mendesak Republik Rakyat Cina untuk menegakkan hukum buatan mereka sendiri dan konvensi internasional dengan menghapus semua hambatan untuk kebebasan beragama bagi Muslim di Xinjiang dan seluruh Cina, lanjut surat tersebut.
CAIR juga mengajukan pertemuan antara Duta Besar Cina di Washington DC dan perwakilan dari komunitas Muslim Amerika dan pihak terkait lainnya untuk membahas masalah kebebasan beragama.
Muslim Uighur adalah kelompok minoritas berbahasa Turki yang hidup di Xinjiang, wilayah barat laut Cina. Xinjiang menjadi daerah otonom sejak 1955, namun terus menjadi subjek tindakan keras pasukan Cina. Kelompok-kelompok HAM mengatakan pihak berwenang Cina telah melakukan represi terhadap Muslim Uighur atas nama “terorisme”.
Sebelumnya di tahun 2014, Xinjiang melarang praktek agama Islam di gedung-gedung pemerintah serta melarang penggunaan pakaian atau logo yang terkait dengan “ekstrimisme” agama.
Mei lalu, toko-toko dan restoran milik Muslim telah dipaksa untuk menjual rokok dan alkohol, jika mereka menolak maka akan menghadapi ancaman penutupan. (haninmazaya/arrahmah.com)