(Arrahmah.com) – Garis depan Palestina-Suriah merupakan garis terpenting untuk membebaskan Masjidil Aqsha yang lepas dari tangan umat Islam sejak Desember 1917 (sudah hampir 100 tahun!).
Di garis depan Palestina, ada keluarga-keluarga kita di yang bertahan di Jalur Gaza, kota Al-Quds, dan Tepi Barat. Betapapun sengsaranya kehidupan mereka di hadapan kekejaman penjajah Zionis ‘Israel’, sebagian besar mereka memilih untuk bertahan di sana.
Di luar itu semua, masih ada lebih dari 7.000 orang keluarga Palestina kita yang disekap di 22 penjara Zionis ‘Israel’. Mereka disiksa, dipukuli, disetrum, banyak diantara mereka bertahun-tahun dipenjara tanpa pengadilan.
Jalur Gaza sudah hampir 9 tahun dikepung, diembargo. Sejumlah 1,8 juta jiwa anggota keluarga kita dikurung di dalam penjara terbesar di dunia seluas 365 kilometer per segi (sekitar separuh luas DKI Jakarta).
Di Utara Gaza ada tembok setinggi 10 meter sepanjang 4 kilometer. Di Timur Gaza ada pagar kawat dua lapis beraliran listrik tegangan tinggi sepanjang sekitar 50 kilometer.
Di Selatan Gaza ada tembok Mesir setinggi 6-7 meter sepanjang 5 kilometer. Di Barat Gaza terbentang Laut Mediterania yang 24 jam sehari 7 hari seminggu dipatroli kapal-kapal Zionis bersenjata, yang menembaki dan merampas kapal-kapal nelayan Gaza.
Menurut Dr. Bassim Naim, mantan menteri kesehatan Palestina, sejak Desember 2014 ada lebih dari 30 ribu orang yang dicegah untuk keluar dari Gaza. Sekitar 1.500 orang di antaranya adalah penderita berbagai penyakit yang hendak berobat, di antaranya pasien-pasien kanker ganas. Orang yang hendak menunaikan ibadah umrah pun dilarang.
Di Kota Al-Quds, penghancuran dan perampasan rumah-rumah keluarga kita oleh penjajah Zionis terus berlangsung. Hampir setiap hari, rombongan-rombongan pemukim ilegal Yahudi masuk ke Masjidil Aqsha dikawal lusinan serdadu penjajah. Di bawah masjid suci itu penggalian pondasinya terus dilakukan.
Pada saat yang sama, hampir setiap hari juga serdadu Zionis memprovokasi jama’ah Masjidil Aqsha dengan menyerbu masuk dan menangkapi pemuda-pemuda. Seringkali hanya mereka yang berusia 50 tahun ke atas yang boleh masuk Masjid.
Sebelum Ramadhan tahun lalu (1435), sebuah undang-undang jahat diloloskan oleh parlemen Zionis. Undang-undang itu menjadi “dasar hukum” para pemukim ilegal Yahudi untuk melakukan ritual Talmud di dalam Masjidil Aqsha. Lebih jauh lagi, undang-undang itu mempersiapkan dibagiduanya komplek Masjidil Aqsha, yang luasnya 14,4 hektar, menjadi dua bagian: separuh untuk Muslim, separuh untuk Yahudi.
Di Tepi Barat, meski ibukotanya di Ramallah disebut ibukota Otorita Palestina, perlakuan penjajah Zionis terhadap keluarga-keluarga kita di kawasan ini tak ubahnya perlakuan penjajah atas warga terjajah.
Kehidupan sekitar 2,6 juta orang keluarga kita di Tepi Barat dibikin menderita dari segala aspeknya. Sebuah tembok setinggi 10 meter terbentang sepanjang 708 kilometer, meliuk-liuk di Tepi Barat, memisahkan rumah-rumah dengan sekolah, rumah sakit, pasar, bahkan dengan kebun-kebun milik warga Palestina sendiri. Kemanapun mereka pergi harus melewati pos pemeriksaan serdadu Zionis.
Di manapun mereka berada, bahkan di rumahnya sendiri saat tidur di malam hari, warga Tepi Barat bisa ditangkap sewaktu-waktu. Atas alasan apa? Tidak perlu alasan.
Di luar itu semua, masih ada lebih dari 7.000 orang keluarga Palestina kita yang disekap di 22 penjara Zionis ‘Israel’. Mereka disiksa, dipukuli, disetrum, banyak diantara mereka bertahun-tahun dipenjara tanpa pengadilan. Di antara mereka disekap di sel isolasi bawah tanah, bertahun-tahun tak bisa melihat matahari, kecuali beberapa menit setiap hari.
Inilah garis depan Palestina.
Di Garis Depan Suriah, sudah lebih dari 40 tahun, Muslimin Ahlussunnah wal Jama’ah ditindas dan dipecah-belah oleh rezim Alawiyah-Nusairiyah (Syiah) berkedok Partai Sosialis Arab Baats.
Sebagian Muslimin yang tertipu daya dan berkenan diperintah oleh rezim ini, diberi jabatan dan fasilitas. Muslimin yang ketahuan menunjukkan penentangannya, diringkus, diteror, bahkan dibunuh.
Sejak 4 tahun yang lalu (Maret 2011), wajah asli rezim yang dipimpin keluarga Al-Assad ini muncul menjawab tuntunan rakyat untuk hidup lebih adil, bebas dari tirani minoritas, dan bebas dari ketakutan.
Rezim ini membunuhi, menangkap dan menyiksa siapapun yang menentangnya. Awalnya yang dibunuh dan ditangkapi hanya para pengunjuk rasa. Tapi ketika semakin banyak rakyat yang menuntut pergantian rezim, rezim ini mengerahkan angkatan bersenjatanya menghancurkan daerah-daerah yang dianggap menentang.
Rumah, rumah sakit, sekolah, instalasi listrik dan air, pasar dan tempat-tempat umum lainnya dihancurkan. Bahkan kamp-kamp pengungsi Palestina pun dihancurkan.
Sesudah 4 tahun kekerasan bersenjata semakin parah, pasukan-pasukan bersenjata Syiah dari Iran, Lebanon, Iraq bahkan Afghanistan sudah tidak malu-malu lagi mengumumkan kehadirannya di Suriah.
Sudah lebih dari 200 ribu keluarga kita warga sipil Suriah yang dibunuh dalam 4 tahun ini (menurut Syrian Network of Human Rights). Sampai 18 Maret 2015, tidak kurang dari 3,9 juta orang mengungsi keluar Suriah, dan 6,5 juta orang kehilangan tempat tinggal di dalam Suriah (data UNHCR; United Nations High Commission for Refugees).
Inilah garis depan Suriah.
Apa yang kita lakukan di garis depan?
Sejak Ramadhan 1428 (tahun 2007), Sahabat Al-Aqsha didirikan dan langsung bekerja menyambung Silaturrahim keluarga Indonesia dengan keluarga-keluarga kita di Palestina dan Suriah. Fokus kita adalah keluarga. Keluarga kita di Palestina dan Suriah, sama pentingnya dengan keluarga-keluarga kita di Myanmar, Mindanao, Uighur dan Xinjiang, Kashmir, Afghanistan, Somalia, Iraq, Chechnya dan lain-lain.
Namun karena keterbatasan kemampuan, kita memilih fokus menyambung Silaturrahim dengan keluarga-keluarga kita di garis depan Palestina dan Suriah.
Ramadhan 1436 ini, Sahabat Al-Aqsha (dan Sahabat Suriah, dibentuk sejak 2012) diminta untuk melanjutkan amanah-amanah ini:
Di Palestina
- -Pendirian Rumah Sakit Spesialis Bedah di Rafah, Gaza Selatan
- -Operasi Pemasangan 82 Tangan dan Kaki Buatan
- -Akademi Syariah dan Ilmu Al-Quran di Kamp Pengungsi Jabaliya, Gaza Utara
- -Beasiswa 30 Mahasiswa Kedokteran Palestina di Sudan (sejak Januari 2012)
- -TK Bintang Al-Quran di Kamp Pengungsi Jabaliya, Gaza Utara (sejak September 2011)
Di Suriah
- Menyantuni 200 Anak Yatim Syuhada (sejak Januari 2014)
- Markaz Ukhuwwah Indonesia-Suriah (Pendidikan untuk 120+ Anak dan Remaja di Masjid Abdullah bin Salam, Ghouta Syarqiyya yang terkepung; sejak November 2014
- 3 Ambulans di Garis Depan Idlib (sejak Februari 2015)
- Bantuan Uang Tunai untuk Keluarga Kita di Kamp Pengungsi Yarmouk
- Selain itu, kita juga diminta menyiapkan SUNDUQ DARURAT PALESTINA SURIAH untuk keluarga-keluarga kita di kawasan yang terkepung dan sewaktu-waktu menghadapi kejahatan agresi, seperti di Jalur Gaza maupun di berbagai wilayah Suriah seperti Ghouta, Homs, Aleppo, Idlib dan Lazakia.
Doakanlah. Sebarluaskanlah maklumat ini. Bantulah semaksimal kemampuan kita. Mereka bertahan, kita menguatkan, Allah yang memenangkan. (azmuttaqin/sahabatal-aqsha/sahabatsuriah/arrahmah.com)