RANGOON (Arrahmah.com) – Departemen Imigrasi dan Registrasi Burma mengatakan bahwa, masyarakat yang tinggal di negara tersebut namun masih belum memiliki kartu identitas, akan mendapatkan dokumen kependudukan alternatif mulai hari ini, Jum’at (5/6/2015), jika menyerahkan KTP sementaranya di beberapa pekan ini. Rencana itu berkaitan dengan ratusan dari ribuan penduduk Burma yang memiliki KTP yang hanya diterbitkan oleh pemerintah, atau biasa disebut KTP semetara (kartu putih), yang sebelumnya tidak disahkan oleh pihak administratif Presiden Thein Sein. Demikian Muhammad Ayub, Presiden Organisasi Solidaritas Rohingya melaporkan dari Bangladesh kepada Arrahmah, Jum’at (5/6).
Tin Chit, direktur salah satu departemen di bawah Kementerian Imigrasi dan Kependudukan mengatakan kepada The Irrawaddy bahwa tidak semua pemilik “kartu putih” sebelumnya akan mendapatkandokumen kependudukan baru Jum’at ini (5/6). “Meski prosesnya dimulai pada 5 Juni, kartunya baru akan diterbitkan tanggal 7, atau 8 Juni,” ujarnya mengutip waktu proses administrasi para pemegang kartu.
Kartu baru akan berlaku selama 2 tahun dengan kemungkinan perpanjangan pada waktu tersebut, jelas Direktur. Dengan nomenklatur jauh lebih berat dari yang sebelumnya, “kartu identitas kewarganegaraan mereka akan lebih diteliti” termasuk namanya, ujar Tin Chit, menawarkan kepada mantan pemegang kartu putih bentuk KTP baru sampai klaim mereka untuk kewarganegaraan dapat ditinjau.
Tin Chit mengatakan kartu akan menjadi dibuat berwarna. Pemegang kartu biru-hijau membuat klaim kewarganegaraan Burma harus mengajukan permohonan kepada Departemen Imigrasi dan Kependudukan dengan cara menelusuri akar keluarga di Burma sesuai dengan UU Kewarganegaraan tahun 1982. Yang disebut “proses pemeriksaan kewarganegaraan” [sebelumnya] tidak dipahami dengan baik, tetapi telah dipromosikan oleh pemerintah sebagai cara bagi pemegang kartu putih, bagi kontingen terbesar Muslim Rohingya tanpa negara yang minoritas, untuk menjadi warga negara Burma.
Pendaftar yang menjalani proses pengawasan kewarganegaraan bisa menerima naturalisasi atau kewarganegaraan secara penuh. Pemegang kartu baru yang tidak menerima status kewarganegaraan ini hanya akan terus memegang kartu biru-hijau mereka, menurut Tin Chit.
Menteri Imigrasi dan Kependudukan Khin Ye mengatakan saat konferensi pers Jum’at (5/6) di Naypyidaw bahwa, mereka yang kembali dengan kartu putih akan diberikan dokumen identitas baru yang memungkinkan mereka untuk tetap berada di dalam kawasan negara yang direncanakan. Hal tersebut merupakan respon atas adanya panggilan internasional untuk Burma agar mengatasi status kewarganegaraan dari Muslim Rohingya, yang lebih dari 100.000 di antaranya telah melarikan diri dari negara itu sejak kekerasan antara umat Buddha dan Muslim terjadi di 2012.
Nasib Rohingya telah menjadi berita utama dalam beberapa pekan terakhir saat ribuan disebut “manusia perahu” telah terdampar di Asia Tenggara dari Bangladesh dan Myanmar. Mereka mencari peluang ekonomi dan yang terakhir dikatakan melarikan diri penganiayaan di negara bagian Arakan.
Akhirnya, Presiden AS, Barack Obama turut mengekspresikan keprihatinan atas perlakuan kaum Buddha terhadap etnis Rohingya, mengatakan pekan ini bahwa minoritas Muslim sedang diskriminasi pemerintah Burma.
Sebelumnya, Burma mulai mengeluarkan kartu putih pada tahun 1995, menurut Tin Chit, tapi Thein Sein mengumumkan pada bulan Februari bahwa kartu-kartu itu akan berakhir pada 31 Maret. Presiden juga meminta pemegang kartu putih untuk mengembalikannya ke pemerintah daerah pada 31 Mei.
Lebih dari 400.000 kartu putih telah dikembalikan sejak saat itu, 90 persen dari mereka berasal dari negara bagian Arakan. Tin Chit mengatakan pekan lalu bahwa, catatan pemerintah menunjukkan bahwa lebih dari 760.000 kartu putih telah dikeluarkan, meskipun beberapa perkiraan menempatkan jumlah orang memegang KTP sementara mencapai 1,5 juta jiwa.
Para pemegang kartu putih itu diizinkan untuk memberikan suara dalam pemilihan umum Burma pada 2010 , tapi dalam proses penghitungan suara pemilu nasional, pemegang kartu putih didikte oleh Parlemen sebagai sura yang tidak sah berdasarkan undang-undang pemilu karena dianggap tahun berlakunya KTP itu sudah kadaluarsa. Dengan demikian, pemegang kartu biru-hijau yang baru akan diberikan hak suara.
Tin Chit mengatakan pada Rabu (3/6) pemerintah juga akan memproses mereka yang mengklaim pernah memiliki kartu putih tapi kehilangannya, seperti halnya bagi banyak Muslim Rohingya yang rumahnya terbakar habis di insiden kebiadaban 2012. Seentara mereka yang masih memiliki kartu fisik akan diizinkan melaporkan no identitas berdasarkan kartu putihnya kepada otoritas lokal. Pemerintah dapat memeriksa dari data pendaftar nasional, katanya.
“Setelah memberikan kartu identitas baru bagi orang-orang yang mengembalikan kartu putih, kami akan memberikan [kartu biru-hijau] kepada orang-orang [tanpa kartu di tangan],” kata Tin Chit.
Kelompok terbesar pemegang kartu putih dari Rohingya yang tinggal di negara bagian Arakan, meskipun mereka adalah pemegang dokumen identitas sementara berasal dari berbagai kelompok etnis, namun kini bertebaran di seluruh negara [sekitar]. Kondisi itulah yang disinyalir menuai kritik internasional baru-baru ini, kata Tin Chit mengatakan tidak akan ada status kewarganegaraan diberikan kepada Muslim Rohingya.
“Setiap warga negara diinterogasi di bawah Undang-Undang Kewarganegaraan untuk mendapatkan kartu kewarganegaraan dan kita tidak bisa dibuat khusus [pengecualian] untuk Bengali, jadi datang dan jalanilah pemeriksaan dan dapatkan kartu yang relevan,” kata Tin Chit , mengacu pada minoritas Muslim dengan istilah resmi pemerintah.
(adibahasan/arrahmah.com)