KENDARI (Arrahmah.com) – Ada dua poin penting dalam tujuan berpolitik: pertama, untuk menegakkan agama Allah (Islam), kedua untuk melindungi masyarakat dengan seadil-adilnya. Jika kedua hal tersebut tidak terpenuhi, maka gagalah visi-misi politik seorang muslim dalam kiprahnya di dunia politik praktis.
Demikian disampaikan Sekjend Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ust. Bachtiar Nasir dalam silaturrahimnya dengan sekitar 300 Kader Relawan Qur’an DPD Wahdah Islamiyah Kendari, Sulawesi Tenggara, di Masjid Abu Bakar ash Shiddiq. Jum’at (29/5/2015) malam.
Penegasan Ust. Bachtiar ini diutarakan agar para Kader Relawan Al Qur’an yang kelak akan terjun ke dunia politik praktis, menyadari visi-misinya dalam berpolitik secara Islami. “Jangan sampai terjun ke dunia politik hanya untuk merusak agama Allah dan menzalimi rakyat, serta menyakiti masa pendukungnya sendiri,” ujar Pimp. AQL Islamic Center ini.
Ust. Bachtiar menyebut contoh pada fenomena yang muncul belakangan ini, yakni pelantunan ayat suci Al Qur’an dengan langgam Jawa di sebuah forum resmi kenegaraan bertajuk “Peringatan Isra & Mi’raj”. Menilai fenomena itu, ia tidak akan masuk dalam persoalan fiqih tentang boleh atau tidaknya, karena hal itu masih menimbulkan perdeban di kalangan umat Islam serta sejumlah ulama.
“Saya lebih melihatnya, telah terjadi kesalahan niat dalam pembacaan ayat suci Al Qur’an dengan qiraat yang kurang lazim tersebut,” ungkap Ust. Bachtiar.
Pasalnya, jelas alumnus Ponpes Modern Gontor ini, jika memang niat pembacaannya untuk memuliakan ayat-ayat suci, yang diturunkan kepada manusia yang suci, melalui malaikat yang paling suci, atas perintah dzat yang Maha Suci & Mulia itu, pasti pembacaanya akan mengikuti yang telah dicontohkan Rasulullah.
“Jika niatnya benar-benar ingin menghormati Wahyu Allah dalam Kitab Sucinya sendiri, tentu membacakannya tidak dengan cara yang neko-neko, yang hanya melahirkan polemik di kalangan umat seperti sekarang ini,” tandas Ust. Bachtiar yang Juga lulusan Islamic University of Madinah.
Dia menyayangkan hal yang kurang patut tersebut dilakukan atas gagasan seorang Menteri Agama. “Jangan sampai Menteri Agama malah berpotensi menodai agamanya sendiri. Sehingga jabatan politik yang diembannya malah dapat membuat kerancuan –minimal perdebatan–, dalam penegakkan agama Allah,” tutur Ust. Bachtiar.
Khusus kepada kader Wahdah Islamiyah Pimpinan Ust. Zaitun M. Rasmin (sesama inisiator MIUMI), Ust. Bachtiar berharap akan lahir kader-kader yang dapat berkiprah sebagai pemimpin yang banyak manfaatnya bagi kepentingan umat. “Sebab saya banyak melihat langsung di lapangan, kader-kader Wahdah Islamiyah sangat berpotensi di tengah umat, dengan jaringan mencapai seratus cabang di seluruh Indonesia,” ungkapnya. (azmuttaqin/*/arrahmah.com)