SAMARINDA (Arrahmah.com) – Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin mengatakan munculnya teroris atau tindakan terorisme akibat mereka tidak sejahtera, termasuk akibat merasakan ketidakadilan.
“Ketidakadilan bisa muncul dari mana saja, seperti dari institusi penegak hukum dan lainnya. Apabila semua berjalan di jalurnya, pasti rakyat sejahtera. Kalau sudah sejahtera, niat jadi teroris tidak akan muncul,” katanya di Samarinda, Kamis (21/5/2015), lansir Antara.
Hal itu dikatakan Aziz Syansuddin ketika menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Aparat Penegak Hukum Perkara Tindak Pidana Terorisme di Kantor Gubernur Kaltim, yang dihadiri aparat penegak hukum dari pengadilan, kepolisian, dan kejaksaan.
Menurut dia, persoalan ekonomi dan sosial secara tidak langsung berdampak pada tumbuhnya benih-benih pelaku terorisme. Sedangkan dalam upaya pencegahan terorisme, harus dimulai dari diri sendiri dan institusi masing-masing.
Untuk menekan tindakan terorisme, katanya, tidak bisa hanya berbicara di hilir atau mengungkapkan kejadian, tetapi terorisme sebenarnya muncul dari internal institusi sendiri.
Dia mencontohkan, Provinsi Kaltim kaya batu bara, namun hasil kekayaan alam itu belum sepenuhnya dinikmati masyarakatnya, karena dikuasai asing dan diangkut ke luar negeri.
“Kita keluar dari Kantor Gubernur ini saja akan melihat ponton melintas di Sungai Mahakam yang mengangkut batu bara. Di satu sisi, kita melihat masih ada masyarakat yang mandi dan buang air di tepi sungai, karena tidak mampu membuat WC. Ketidakadilan dan ketidaknyamanan ini bisa menjadi benih-benih terorisme,” katanya.
Dia menyebut bahwa penegakan hukum yang lemah dan tebang pilih juga berpotensi menimbulkan aksi terorisme, sehingga dia berharap semua penagak hukum berlaku adil.
“Jika jaksa dan polisi mau benar-benar serius, maka batu bara bisa dinikmati masyarakat. Lihat amdalnya perusahaan tambang, lihat CSR-nya (corporate social responsibility), lihat pajaknya. Sudah benar tidak?,” katanya seolah bertanya pada peserta rakor.
Fakta berbicara, lanjut dia, banyak pensiunan Polri dan kejaksaan yang menjadi komisaris di perusahaan tambang.
Dia mengaku memiliki data, seperti mantan petinggi kejaksaan dan mantan petinggi kepolisian menjadi komisaris perusahaan sehingga kasus CSR, pajak, dan lain-lain tidak diusut.
“Hal serupa juga terjadi di daerah kelahiran saya di Lampung. Daerah kami menyumbang devisa besar, tapi untuk jalan ke kampung halaman saya perlu waktu empat jam. Kalau hujan tidak bisa lewat karena banjir. Hal-hal seperti ini bisa memunculkan sikap radikalisme dan terorisme,” kata Aziz. (azm/arrahmah.com)