JAKARTA (Arrahmah.com) – Anggota Komisi I DPR, Elnino M Husein Mohi menyatakan, Undang-Undang (UU) No.11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) perlu direvisi, terutama pasal 27, yang banyak memakan korban, terutama masyarakat yang belum mengerti hukum dan UU ITE.
“Saat media sosial (medsos) tiba-tiba ada di genggamannya, dia merasa bebas berbuat semaunya, jadinya terjeratlah dengan UU ITE,” kata Elnino saat dihubungi di Jakarta, Jumat (8/5/2015), mengutip Harian Terbit
Mengenai revisinya seperti apa, politisi Partai Gerindra ini mengaku akan bicarakan di Komisi I DPR sebab sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun ini untuk revisi tersebut.
“Hendaknya aparatur hukum bijaksana dalam menerapkan UU. Pakailah pasal-pasal dari UU KUHP saja, bila ada kasus kriminal yang melalui media IT, bukan langsung menggunakan UU ITE,” ujarnya.
Menurutnya, yang bermasalah kan isi pernyataan seseorang, sedangkan UU ITE dibuat dimaksudkan untuk mengatur penggunaan teknologinya dalam memberikan pernyataan atau menyebarkan informasi.
Harus ada edukasi serius soal fungsi dan tertib ITE, terutama etika penggunaannya. “Masyarakat mesti paham benar sejak awal saat beraktifitas di medsos, artinya dilihat/didengarkan oleh ribuan orang,” jelasnya.
Sekretaris Fraksi Gerindra di MPR ini tak ingin mengomentari khusus soal kasus aktivis anti korupsi yang menggunakan medsos sebagai media untuk bersuara.
Tetapi secara umum, setiap warga negara berhak berpendapat di depan umum dan hak itu dilindungi konstitusi.
“Yang dilarang itu melanggar hak asasi orang lain misalnya fitnah, menghina, dan lain-lain. Fitnah dan pelanggaran hukum lainnya, gunakan UU KUHP, bukan UU ITE, meski dilakukan di medsos,” ungkapnya.
Elnimo mengharapkan, mudah-mudahan setelah direvisi, UU ITE menjadi lebih baik dan tidak menjadi alat bagi mereka yang antikritik membunuh kritikusnya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG), Bobby Adhityo Rizaldi menambahkan, revisi UU ITE merupakan salah satu dari 3 prioritas Komisi I DPR tahun ini dalam Prolegnas selain RUU Penyiaran dan RUU RTRI.
“Maraknya kasus lebih dari 70 an kasus pidana yang dipenjara karena urusan ITE ini salah satunya ada celah pelanggaran HAM di dalam UU ITE saat ini,” kata Bobby.
Bobby menginginkan, UU ITE kedepan bisa menyeimbangkan antara menjaga kebebasan berekspresi sekaligus bagaimana batas kebebasan yang bertanggung jawab.
Dia pun mencontohkan seperti beberapa kasus, karena update status di Facebook perlu edukasi, sehingga kebebasan berekspresi tersebut tak menimbulkan fitnah yang berujung pada penggunaan pasal 27 UU ITE dan dikaitkan dengan pasal pencemaran nama baik.
“Kasus Apung Widadi salah satu dari banyak hal tersebut. Revisi UU ITE pasal 27 harus efektif sebagai edukasi publik, agar pengguna ITE tak terjerumus ekspresi yang bisa melanggar privasi individu atau entitas lain,” harapnya.
Hal senda juga diungkapkan anggota Komisi I DPR lainnya dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), TB Hasanuddin.
Dia mendukung bila di negara demokrasi seperti apapun, harus ada batasnya seseorang menyampaikan ekspresinya, termasuk menghina orang atau menimbulkan kebencian. “Kalau direvisi harus hati-hati juga, yang penting memang aplikasi dilapangannya,” kata TB Hasanuddin.
Pasal 27 UU ITE
BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
(azm/arrahmah.com)