JAKARTA (Arrahmah.com) – Pidato Presiden Jokowi pada pembukaan peringatan Konferensi Asia Afrika ke-60 mengatakan bahwa masyarakat dunia berutang kemeredekaan Palestina. Ia juga menyarankan reformasi PBB, sampai mengkritik keras keberadaan Bank Dunia, ADB, dan IMF.
“Kita dan dunia masih berutang kepada rakyat Palestina. Kita tidak boleh berpaling dari penderitan rakyat Palestina. Kita harus mendukung sebuah negara Palestina yang merdeka,” jelas Jokowi dikutip detikcom di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Pidato lengkap Jokowi di KAA ke-60
60 Tahun lalu Bapak bangsa kami Presiden Soekarno mencetuskan gagasan tersebut demi membangkitkan kesadaran bangsa-bangsa Asia Afrika untuk mendapatkan hak hidup yang menentang ketidakadilan, menentang imperialisme. 60 tahun lalu solidaritas kita perjuangkan untuk memberi keadilan bagi rakyat kita itulah semangat gelora KAA 1955.
Kini 60 tahun kemudian kita bertemu kembali di negeri ini di Indonesia dengan suasana berbeda, bangsa-bangsa telah merdeka namun perjuangan kita belum selesai. Dunia yang kita ada ini masih sarat dengan ketidakadilan dan kesenjangan, sebuah tantangan dunia baru yang berdasarkan kesejahteraan dan kemakmuran masih jauh. Ketidakseimbangan global masih terpampang. Negara-negara kaya sekitar 20 persen dan 300-an orang di belahan dunia sedangkan 1,2 miliar dunia.
Makin kentara ketika PBB tidak berdaya, mandat PBB telah menafikan keberadaan badan dunia. Bangsa-bangsa di Asia Afrika mendesak reformasi PBB agar berfungsi optimal sebagai badan dunia yang mengutakaman keadilan bagi kita semua bagi semua bangsa. Bagi saya ketidakseimbangan global semakin menyesakkan dada. Kita dan dunia masih berutang kepada rakyat Palestina. Dunia tidak berdaya menyaksikan penderitaan rakyat Palestina. Kita tidak boleh berpaling dari penderitan rakyat Palestina. Kita harus mendukung sebuah negara Palestina yang merdeka.
Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB adalah pandangan yang usang dan perlu dibuang. Saya berpendirian pengelolaan ekonomi dunia tidak bisa diserahkan pada tiga lembaga keuangan itu. Kita mendesak reformasi arsitektur keuangan global. Saat ini butuh pimpinan global yang kolektif dan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru yang bangkit sebagai negara berpenduduk muslim di muka bumi dan Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga di dunia siap memainkan peran global. Indonesia siap bekerjasama dengan berbagai pihak mewujudkan cita-cita itu.
Hari ini dan hari esok kita hadir di Jakarta menjawab ketidakadilan dan ketidakseimbangan itu. Hari ini hari esok dunia menanti langkah-langkah kita berdiri sejajar sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia, kita bisa mlakukan itu semua dengan membumikan semangat Bandung dengan mengacu pada tiga cita-cita pertama kesejahteraan, kita harus mempererat kerjasama menghapuskan kemiskinan, mengembangankan kesehatan dan memperluas lapangan kerja. Kedua, solidaritas, kita harus tumbuh dan maju bersama dengan membangun kerjasama ekonomi, membantu menghubungkan konektivitas. Indonesia akan bekerja menjadi negara maritim.
Ketiga, stabilitas internal dan eksternal kepada hak-hak asasi manusia. Kita harus tanya apa yang salah dengan kita. Kita harus bekerjasa sama atasi ancaman kekerasan, pertikaian dan radikalisme seperti ISIS. Kita harus nyatakan perang terhadap narkoba yang menghancurkan masa depan anak-anak kita. OKI dan Indonesia memprakarsai pertemuan informal organisasi kerjasama Islam. Kita juga harus bekerja keras menciptakan.
Kita menuntut sengketa antarnegara tidak diselesaikan dengan penggunaan kekuatan dan kita rumuskan cara penyelesaiannya dalam sidang KAA ini.
Melalui forum ini saya ingin sampaikan keyakinan saya bahwa masa depan dunia ada di sekitar equator, di tagan kita bangsa Asia Afrika yang ada di dua dunia untuk itu.
Akankah pidato tersebut dapat direalisasikan sebagai bukti ketulusan Republik Indonesia menciptakan perdamaian dunia, dalam hal ini memerdekakan Palestina? Lalu bagaimana dengan Muslimin CAR dan Rohingya? (adibahasan/arrahmah.com)