(Arrahmah.com) – Anak-anak muda yang membahayakan. Para teroris hadir. Sel-sel baru bermunculan. Pengajian-pengajian sumbernya. Masjid pusatnya. Terutama masjid sekolah-sekolah dan kampus. Kumpulan mereka perlu diwaspadai dan diawasi.
Lihatlah pola yang menggiring secara bertahap tapi pasti.Hasilnya sangat terlihat. Para orangtua banyak yang khawatir begitu melihat anaknya berubah menjadi baik. Seorang ibu ketakutan saat melihat anaknya liburan dari pesantrennya, karena melihat pakaian putrinya itu sangat rapi menutup aurat sesuai syariat Islam. “Apa anak saya sudah kerasukan pemikiran radikal?”
Efek buruk dan jahat ini merasuki otak dan hati para orangtua tanpa disadari. Dan anehnya, para orangtua lebih nyaman melihat anaknya bergaul tanpa batas. Itulah yang dianggap wajar. Mereka senang melihat anaknya menghabiskan waktu untuk melamun, karena dianggapnya sedang puber. Aneh….
Dan akhirnya para orangtua tanpa disadari memberi ‘wejangan’, “Hati-hati kalau ngaji di masjid.” Anak-anak muda yang rumit memilah jenis pengajian, akhirnya memutuskan untuk duduk-duduk di kafe, nongkrong di jalanan, bahkan tempat-tempat dosa. Dan mereka pun jauh dari masjid.
Luar biasa bukan…rencana jahat menjauhkan generasi muda dari masjid. Karena mereka sadar, tapi kita tidak sadar. Mereka tahu, tapi kita tidak tahu. Mereka membaca sejarahnya, kita tidak. Bahwa kebangkitan Islam itu berawal dari kebangkitan anak-anak mudanya.
Dengarkan penjelasan Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya saat menjelaskan tentang kata: Fityah (pemuda), dalam Surat Al Kahfi,
“…Untuk itulah kebanyakan yang menyambut (seruan) Allah dan Rasul Nya shallallahu alaihi wasallam adalah pemuda. Adapun orang-orang tua dari Quraisy, kebanyakan mereka tetap bertahan dalam agama mereka dan tidak masuk Islam kecuali sedikit saja.”
Untuk lebih menjelaskan kalimat tersebut, mari kita baca tulisan DR. Mahmud Muhammad ‘Imaroh, Dosen Universitas Al Azhar Mesir. Beliau menuliskan data usia mereka yang masuk Islam di masa dakwah rahasia Nabi (sepanjang 3 tahun), dalam buku beliau Khawatir wa taammulat fis sirotin nabawiyyah, h. 125-129. Beliau mengambilnya dari dari Majalah Al Wa’yu Al Islamy, Edisi 77. Perlu diingat di awal, jika ada perbedaan tentang usia dalam buku-buku siroh adalah merupakan hal yang wajar. Di sini dinukilkan apa adanya dari buku tersebut:
- Ali bin Abi Thalib 8 tahun
- Zubair bin Awwam 8 tahun
- Thalhah bin Ubaidillah 12 tahun
- Arqam bin Abil Arqam 12 tahun
- Abdullah bin Mas’ud Menjelang 15 tahun
- Said bin Zaid Belum 20 tahun
- Saad bin Abi Waqqash 17 tahun
- Mas’ud bin Rabi’ah 17 tahun
- Ja’far bin Abi Thalib 18 tahun
- Shuhaib Ar Rumi belum 20 tahun
- Zaid binHaritsah menjelang 20 tahun
- Utsman bin Affan sekitar 20 tahun
- Thulaib bin Umair sekitar 20 tahun
- Khabbab bin Art sekitar 20 tahun
- Amir bin Fuhairoh 23 tahun
- Mush’ab bin Umair 24 tahun
- Miqdad bin Aswad 24 tahun
- Abdullah bin Jahsy 25 tahun
- Umar bin Khattab 26 tahun
- Abu Ubaidah bin Jarrah 27 tahun
- Utbah bin Ghazwan 27 tahun
- Abu Hudzaifah bin Utbah sekitar 30 tahun
- Bilal bin Rabah sekitar 30 tahun
- Khalid bin Said sekitar 30 tahun
- Amr bin Said sekitar 30 tahun
- Ayyasy bin Abi Rabi’ah sekitar 30 tahun
- Amir bin Rabi’ah sekitar 30 tahun
- Nu’aim bin Abdillah sekitar 30 tahun
- Utsman bin Madz’un sekitar 30 tahun
- Abdullah bin Madz’un 17 tahun
- Qudama bin Madz’un 19 tahun
- Saib bin Madz’un sekitar 10 tahun
- Abu Salamah bin Abdul Asad sekitar 30 tahun
- Abdurahman bin Auf sekitar 30 tahun
- Ammar bin Yasir antara 30-40 tahun
- Abu Bakar 37 tahun
- Hamzah bin Abdul Muthalib 42 tahun
- Ubaidah bin Harits 50 tahun
- Amir bin Abi Waqqash masuk Islam setelah urutan orang ke-10
- As Sail bin Utsman syahid di perang Yamamah (11 H) umurnya masih 30 tahun
Dan ini kalimat DR. Mahmud Muhammad ‘Imaroh,
Walau Quraisy terus menerus melakukan teror dan intimidasi terhadap orang-orang lemah…tetapi anak-anak muda itu justru mengumumkan keislaman mereka, dengan konsekuensi yang sedang menanti mereka berupa kesulitan hidup…dan terkadang harus mati!
Deretan angka-angka di atas menunjukkan kebenaran kalimat Ibnu Katsir bahwa kebesaran Islam ini lebih banyak ditopang oleh anak-anak muda.
Sebenarnya, skenario menjauhkan cara pandang yang benar terhadap generasi muda bukan hanya dilakukan sekarang dengan pola seperti ini. Berbagai cara dan pola telah lama mereka laksanakan.Mereka menyusupkan dengan perlahan tapi pasti berbagai teori racun. Targetnya jelas: menjauhkan anak-anak muda dari kebaikan mereka dan masjid mereka.
Seperti berbagai penelitian yang menyampaikan bahwa remaja adalah usia kerusakan, kegundahan, keguncangan, krisis, kenakalan. Pelajaran ini benar-benar tertanam pada orangtua. Sehingga, lagi-lagi mereka meyakini bahwa remaja harus melalui semua masalah itu. Jika ada anaknya yang baik-baik saja dan tidak melalui kekacauan itu, orangtua akan berkata, “Apa anak saya tidak normal ya?”
Lihatlah sebuah skenario besar dalam rentang puluhan bahkan ratusan tahun. Dan mereka berhasil meracuni pemikiran para pendidik dan orangtua muslim.
Padahal pemuda begitu positif dalam bahasa ayat, hadits dan ulama. Sehingga perlu sebuah upaya besar untuk membalik cara pandang tersebut sekaligus memberi obat dari masalah yang dihadapi oleh para pemuda kita.
Pemuda adalah kekuatan, inspirasi, kreatifitas, ledakan ruhiyah, ketegaran, kesegaran, enerjik, karya besar dan penopang peradaban Islam.
Pantas mereka takut ..
Ustadz Budi Ashari, Lc.
(adibahasan/arrahmah.com)