JAKARTA (Arrahmah.com) – Terkait pemblokiran puluhan media Islam online oleh pemerintah Jokowi, menurut Helmi Al Djufri, S.Sy.Ketua PB PII Bidang Komunikasi Ummat Indonesia masuk dalam kondisi darurat diktatorianisme.
Pemblokiran 22 media bernuansa Islam oleh Menteri Komunikasi dan Informasi atas perintah BNPT dengan nomor surat: 149/K.BNPT/3/2015. merupakan bentuk kediktatoran ala Orde Baru versi Kabinet Kerja.
Kata dia, pemblokiran sepihak oleh Menkominfo dapat mencederai hak masyarakat untuk berkarya dan hak mendapatkan informasi ditutup.
“Pemblokiran 22 media Islam sejatinya telah melanggar Undang-undang Dasar 1945,” tegas Helmi.
Founder Media Center Pelajar (MCP) Grup ini memaparkan Pasal 28E UUD 1945 menyebut
ayat (2) “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”
ayat (3) “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28H ayat (4) “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diammbil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 28I ayat (2) “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Kata Helmi dalam petisinya, surat yang dikeluarkan BNPT dan Menkominfo telah mencederai hak asasi manusia dan kebebasan menyampaikan pendapat. Terlebih lagi tuduhan “media tersebut mendukung gerakan terorisme” adalah tidak berdasar.
“BNPT lebih mengedepankan penilaian subyektif bahkan terkesan dipaksakan karena tekanan dari pihak lain. BNPT, Kemenkominfo telah disalahgunakan oleh para oknum petinggi BNPT dan Kemenkominfo, apalagi upaya pemblokiran tersebut tidak pernah ada dialog, peringatan (jika diduga menyimpang), arahan dan teguran terlebih dahulu,” jelasnya.
Selanjutnya, imbuh Helmi, jika media saja sudah dibungkam dengan sepihak dan sewenang-wenang, Undang-undang Dasar 1945 tidak lagi dijadikan pijakan, bagaimana dengan hak rakyat biasa yang ingin menyatakan pendapat dan menyampaikan informasi?
“Bisa saja langsung dipenjarakan dituduh teroris. Kami selaku generasi yang peduli terhadap keutuhan NKRI dan kedaulatan di tangan rakyat, sudah seharusnya mengingatkan Kepala BNPT, Menkominfo dan Kepala BIN untuk tidak menuduh media-media yang diblokir sebagai media pendukung terorisme,” tukasnya. (azmuttaqin/arrahmah.com)