(Arrahmah.com) – Indonesia berkomitmen untuk memperkuat mekanisme implementasi bagi pencapaian hak-hak kaum perempuan dan anak, demikian janji Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise pada 12 Maret lalu dalam sidang sesi ke-59 Commission on the Status of Women (CSW 59) yang berlangsung 9 hingga 22 Maret , di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York, Amerika Serikat.
Ibu Menteri Yohana Yembise menekankan bahwa kesetaraan gender adalah salah satu kunci pembangunan komprehensif dan berkelanjutan di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Namun diakuinya ada sejumlah tantangan di Indonesia, antara lain meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup, semakin lajunya penyebaran HIV/AIDS di kalangan perempuan, terus meningkatnya jumlah laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya persentase keterwakilan perempuan dalam badan legislatif, eksekutif dan judikatif. Untuk tahun 2014 saja total kasus kekerasan terhadap perempuan tela mencapai 293.220 kasus, seperti yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan di awal Maret ini.
Komentar:
Pemerintah Indonesia rupanya terus latah berkiblat pada Barat dan bertahkim pada ide sekuler kesetaraan gender untuk menyelesaikan tumpukan persoalan yang dihadapi oleh jutaan perempuan Indonesia. Padahal kesetaraan gender bukanlah sebuah nilai yang universal dan sering digunakan untuk mengkriminalisasi Syariah Islam terkait perempuan. Ide ini sejatinya muncul dari sejarah Barat dan problem peradaban Barat yang memandang perempuan lebih rendah dari laki-laki secara intelektualitas dan spiritualitas.
Sikap politik Indonesia yang terus mengikatkan diri pada forum dan perjanjian internasional yang mempromosikan kesetaraan gender, membuktikan bahwa negeri Muslim ini jelas terbutakan oleh solusi sekuler yang dipromosikan Barat sebagai solusi bagi kaum perempuan. Pemerintah Indonesia perlu menyadari sudah lebih dari tiga decade ratifikasi CEDAW di negeri ini, namun tidak membawa perbaikan apapun buat jutaan perempuan, problem kekerasan dan eksploitasi kian menumpuk dari tahun ke tahun.
Pemerintah Indonesia juga tidak boleh melupakan Islam. Saat era keemasan Islam di Nusantara, nyaris tidak pernah terdengar praktek eksploitasi dan perbudakan kaum perempuan, kecuali saat kolonialisme Barat mulai merasuki negeri ini hingga hari ini. Peradaban Islam tidak pernah mengalami sejarah penindasan perempuan seperti di Barat karena Islam memandang perempuan memiliki status, intelektualitas, dan sifat manusia yang sama dengan laki-laki. Islam justru memiliki seperangkat solusi yang mengakar dan komprehensif tidak hanya bagi kaum perempuan juga terhadap bangunan masyarakatnya.
Selama ini penguasa-penguasa Muslim yang sekuler begitu tinggi hati mendengar kata Syariah. Rendah hatilah! Cobalah membuka diri menerima dan mempelajari Islam dengan tulus, dan berpalinglah dari Barat dan jerat perjanjian mereka! Ingatlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
<< اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ>>
“Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik” (TMQ Al An’am : 106)
Wahai penguasa Muslim! Bukalah pikiran dan hati anda pada perjuangan tulus Muslimah Hizbut Tahrir yang saat ini tengah mengadakan kampanye global “Perempuan dan Syariah : Memisahkan Realita dari Fiksi” untuk menantang ide usang Barat tentang kesetaraan gender, sekaligus menantang narasi beracun penindasan perempuan di bawah Syariah, melawan tuduhan-tuduhan terhadap hukum-hukum Islam tertentu yang berkaitan dengan perempuan, serta menjelaskan dasar, nilai-nilai, dan hukum-hukum Sistem Sosial Islam yang unik untuk memvisualisasikan kehidupan perempuan di bawah implementasi Syariah yang benar dan bagaimana penerapannya dalam berbagai bidang masyarakat akan memecahkan banyaknya masalah yang dihadapi perempuan saat ini. Kampanye ini akan berujung pada sebuah konferensi perempuan internasional ada tanggal 28 Maret 2015, yang akan terselenggara serentak di lima negara dan salah satunya adalah di Indonesia. Insya Allah.
Penulis: Fika Komara, Anggota Kantor Media Pusat Hizb ut Tahrir
(*/arrahmah.com)