(Arrahmah.com) – Bilad Al-Sham Media merilis bantahan tuduhan terhadap mujahidin dan klarifikasi kesesatan jama’ah “Daulah Islamiyyah”, atau kelompok Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS.
Bab 1 ulasan yang ditulis oleh Abu Dujanah Al-Maaldifi ini mengurai mengenai ekspansi jama’ah Daulah ke Syam. Abu Dujanah adalah seorang Muhajir yang menulis pemaparan ini saat dirinya berangkat ke Suriah. Dia menegaskan bahwa apa yang ia tulis adalah apa yang benar-benar terjadi di sekitarnya.
Berikut terjemahan bantahan dan klarifikasi tersebut selengkapnya, yang dipublikasikan oleh Muqawamah Media pada Jum’at (13/3/2015).
Bilad al-Sham Media Presents
Membantah Tuduhan terhadap Mujahidin dan Mengklarifikasi Kesesatan Jama’ah Daulah (IS)
Bab Satu: Pengumuman Ekspansi Jamaah Daulah ke Syam
Ditulis oleh: Abu Dujanah Al-Maaldifi
“Setiap upaya untuk mewujudkan agama ini, (jika dilakukan) bukan pada Manhaj Rabbani, maka akan mengakibatkan kegagalan“
-Al-Aqidat Wa Athariha fi Binail Jeel-
Syaikh Abdullah Azzam Rahimahullah
Mukaddimah
Sudah bukan merupakan suatu rahasia lagi jika kerusakan besar terhadap Jihad dan tujuannya disebabkan oleh ulah Jama’ah Al-Baghdadi. Dan sikap Ahli Sunnah dalam berurusan dengan mereka dalam hal ini dilakukan secara tahap demi tahap. Pada awalnya mereka mencoba tetap diam, ketika mereka merasa sulit untuk tetap diam maka mereka berbicara dan mencoba menasehati dan selanjutnya setelah menjadi jelas bagi mereka realitas Jama’ah ini, maka Ahlu Sunnah menyatakan pengingkarannya dari mereka.
Pada saat saya menuliskan buku kecil ini, saya seorang Muhajir yang berangkat ke Suriah dan apa yang terjadi di sini adalah yang terjadi di sekitar saya. Jadi pembaca jangan mengatakan: “Bahwa tulisan ini tidak sesuai realitas dan berbicara hanya berdasarkan desas-desus.”
Saya akan menulis tulisan ini dengan memohon bantuan Allah (SWT) sebagai persembahan kepada para pembaca yang tulus yang mencari jawaban atas berbagai Syubhat dan pertanyaan, dan untuk mendirikan Hujjah di depan orang-orang yang tetap bersikeras pada kesesatannya, untuk menjauhkan Manhaj Nabi dari kebid’ahan yang diklaim oleh kelompok ini sebagai “Daulah Islamiyyah” yang mengikuti Manhaj Nabi (Khilafah ala Minhajin Nubuwwah). Dan kami mengerti dari apa yang datang kepada kami dari Salaf bahwa bid’ahnya Ahlu Bid’ah lebih berbahaya bagi Umat daripada kekufuran orang-orang kafir, meskipun yang terakhir (Kekufuran) lebih besar penyimpangannya. Alasannya adalah bahwa yang pertama (Bid’ah) samar-samar dan datang dengan membawa nama Islam dan menunjukkan kedekatan dengan Allah yang memikat hati ahli ibadah yang bodoh sehingga merusak amal ibadahnya malah membawanya ke api neraka sementara dia berpikir bahwa seluruh amalnya hanya mencari keridhoan Allah semata.
Sebelum kita menuju ke topik, para pembaca harus sepakat mengenai beberapa poin tertentu, yaitu; 1) Kewajiban mengikuti Sunnah Rasulullah Sallallahu alaihi wa Salam (SAW), setelah jelas bagi kita hujjahnya dan meninggalkan kata-kata orang lain yang bertentangan dengan itu. 2) Bahwa tindakan yang dilakukan atas nama agama atau yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah sementara itu bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Sallallahu alaihi wa Salam maka ia tertolak dan barang siapa yang masih mengingkarinya maka akan dimasukkan ke dalam neraka.
Dalil untuk poin pertama kami adalah:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.“
(Surat An-Nisa: 115)
Poin penting yang kita ambil dari ayat yang disebutkan di atas adalah bahwa kewajiban mengikuti jalan orang-orang beriman dan tidak ada yang lebih layak untuk dimasukkan dalam deskripsi orang yang beriman selain para sahabat Rasulullah Sallallahu alaihi wa Salam. Hal ini dikuatkan oleh Hadist Nabi (SAW) yang masyhur: “Bani Israil terpecah belah menjadi 72 golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nerakan kecuali satu golongan.” Kemudian para sahabat bertanya; “Siapakah mereka wahai Rasulullah?,” lalu Rasulullah menjawab : “Mereka itu adalah Maa Ana ‘Alaihi wa Ashabi, yakni mereka adalah aku dan para sahabatku.”
(HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Jadi jelas bahwa para sahabat adalah yang memiliki Aqidah dan Manhaj yang sama dengan Aqidah dan Manhaj Nabi Sallallahu alaihi wa Salam, maka tidak ada gunanya argumen untuk orang yang menyimpang dari pemahaman para sahabat dan membenarkan penyimpangan mereka dengan mengatakan “Kami mengikuti Rasulullah.”
Dalil untuk poin kedua kami adalah:
Nabi Sallallahu alaihi wa Salam bersabda :
من عمل عمال ليس عليه أمرنا فهو رد
Artinya: “Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan perintah (Sunnah) kami maka ia akan tertolak.”
(Bukhari dan Muslim)
Maka dari itu jelaslah bahwa orang yang berniat untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT atau mengaku mencintai Allah dan berjuang untuk penegakan Din-Nya maka dia harus mengikuti Rasul-Nya, jika tidak maka amal ibadahnya tertolak tidak peduli seberapa tulus dia melakukannya. Dalilnya adalah:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Surat Ali Imran: 31)
Ayat di atas menyiratkan bahwa siapa pun yang tidak mengikuti Rasulullah Sallallahu alaihi wa Salam maka tidak akan mendapatkan cinta Allah, berarti tindakannya tidak diterima tidak peduli berapa banyak cinta yang dia miliki untuk Allah dan berapa banyak amal ibadah yang dimaksudkan untuk mengharapkan ridho-Nya dan mendekatkan diri pada-Nya. Sebagai seorang yang mencintai Allah dan ingin mendekatkan diri pada-Nya haruslah mengikuti Rasulullah (SAW) dan barulah kemudian amal ibadahnya dapat diterima dan akan mencapai cinta Allah.
Ulama Salaf telah menetapkan bahwa Islam yang hakiki adalah yang berada di antara dua sikap, ekstrim dan menggampangkan. Dan Ulama Salaf juga mengatakan bahwa: “Tidak ada satu perintah Allah kecuali ada setan yang membisikkannya dengan dua bisikan yang jahat. Sama ada ia membisikkan sikap ekstremisme atau dia membisikkan kelalaian.”
Oleh karena itu Salaf kami memahami bahaya besar menyimpang dari jalan yang lurus dalam bentuk apapun dan ini ditunjukkan dalam beberapa kata-kata mereka, misalnya: Mujahid Rahimahullah berkata: “Saya tidak tahu nikmat mana yang terbesar dari dua nikmat Allah kepada saya; nikmat Allah yang membimbing saya kepada Islam atau menjauhkan Hawa nafsu dari saya.” Dan Abul ‘Aaliya Rahimahullah berkata: “Saya tidak tahu yang mana lebih besar antara dua nikmat; Allah menjauhkan saya dari syirik atau menjauhkan saya dari fitnah Khawarij.”
Dan ketahuilah saudaraku bahwa orang berdosa namun masih berpegang pada Aqidah dan Manhaj yang benar lebih dicintai Allah daripada ahli bid’ah yang beranggapan bahwa dirinya beribadah. Dan ketahuilah bahwa orang yang terakhir (ahli Bid’ah) ini lebih dicintai setan dari yang pertama dan yang pertama bisa saja ia bertobat kepada Allah dari dosanya saat ia mengakui dosanya sebagai dosa sedangkan yang terakhir menganggap bid’ah yang dilakukannya sebagai bentuk ibadah yang diharapkan akan mendekatkan dirinya pada Allah. Jadi mana mungkin ia akan berpikiran untuk bertobat?
Jadi setelah dua poin penting ini telah selaraskan dan sama-sama kita telah menyetujuinya, maka kita akan masuk ke topik kita dan pembaca harus kembali ke dua poin dasar ini ketika berhadapan dengan apa yang akan kami tulis di bawah ini.
Kami meminta kepada Allah untuk menerima amal ibadah kami dan memperbaiki kesalahan kami.
Adapun isu Jama’ah Al-Bagdadi atau kelompok yang dikenal sebagai Daulah Islam di Irak dan Syam (ISIS/IS) yang dipimpin oleh Abu Bakar Al-Bagdadi, maka mereka memiliki kesalahan dan penyimpangan dari jalan orang-orang beriman dan kami akan menjelaskan semuanya In syaa Allah. Dan kami juga ingin mencatat bahwa penyimpangan dan kesesatan mereka tidak hanya pada satu titik dan banyak para ulama yang masih bersikap toleran dengan mereka.
Bersambung, In syaa Allah.
(aliakram/arrahmah.com)