JAKARTA (Arrahmah.com) – Pemerintah bersikukuh melaksanakan eksekusi mati kepada para terpidana mati, termasuk gembong narkotik “Bali Nine”. Meski hal ini mendapatkan tentangan keras itu. Menurut Jaksa Agung HM Prasetyo, sampai Selasa, 10 Maret 2015, sebagian besar napi yang akan dieksekusi sudah dipindahkan dari Lapas asalnya ke Lapas Nusakambangan.
Sementara Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Tedjo Edhy Purdijatno, menegaskan, Indonesia tak gentar dengan ancaman tersebut.
Soal ancaman pemutusan hubungan dagang misalnya, hitung-hitungan pemerintah, justru Australia yang bakal kelimpungan bila itu terjadi.
“Justru Australia akan mendapatkan tekanan dari rakyatnya karena Indonesia pangsa pasar yang besar bagi Australia,” ujar Tedjo, dikutip dari Viva.
Tedjo justru melontarkan ancaman balik. Menurutnya, Indonesia bisa saja membuat Australia kepayahan menghadapi imigran gelap bila hubungan bilateral kedua negara rusak. Jika Canberra berulah, Jakarta dipastikan akan melepas imigran Syiah yang akan ke Australia itu.
“Yang kini ada di Indonesia saja ada lebih 10.000 orang,” kata Tedjo.
Jika mereka dilepas dan dibiarkan menuju Australia, dipastikan akan seperti tsunami manusia.
Imigran Syiah diIndonesia
Seperti diketahui kehadiran sekitar 6.000 imigran Syiah di seluruh wilayah Indonesia sejak Oktober 2014 lalu memang mengundang banyak pertanyaan. Penelusuran wartawan anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU) di Balikpapan Kalimantan Timur mendapati banyak fakta kejanggalan.
Tercatat 6 kejangalan yang menyelimuti imigran Syiah yang berada di Indonesia.
- Bisa memakai fasilitas penerbangan domestik. Padahal para imigran itu hanya bermodalkan sertifikat UNHCR. Sementara, di sertifikat UNHCR itu tertulis pemegang sertifikat tersebut tidak boleh mendekati area bandara.
- Mayoritas imigran tersebut berasal dari Afghanistan.
- Tidak ada identitas
- Data pengungsi terkesan direkayasa Mereka muda, tanpa perempuan dan anak kecil dan fisiknya cukup baik. Setelah diamati dalam daftar nama para imigran syiah ini banyak dari mereka yang lahir pada tanggal 1 Januari.
- Rudenim baru dibuat langsung overload. Menurut pihak imigrasi Balikpapan, Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Lamaru baru diresmikan pada bulan Oktober 2014, dengan dana sepenuhnya ditanggung IOM (International Organization of Migration). Sementara, Australia telah menutup pintu pengungsi dan pencari suaka sejak 1 Juli 2014. Oleh karena itu, para imigran ini berbondong-bondong ke tempat yang ada Rudenimnya, karena di situ mereka berharap didata oleh UNHCR.
- Fasilitas mewah.Dengan bantuan dari sebuah NGO bernama IOM, (International Organization of Migration), para imigran ini betul-betul dibuat nyaman tinggal di Indonesia. Tiap hari, mereka mendapatkan jatah makan catering 3×1 hari, mendapat ruang menonton televisi beragam saluran internasional via TV kabel, fasilitas olahraga yang lengkap, serta rekreasi berenang ke laut setiap pekannya. Yang lebih gila lagi, pada Hari Imigran Internasional yang jatuh pada 18 Desember, IOM akan mendatangkan hiburan berupa band musik ke dalam Rudenim.
(azm/arrahmah.com)