KISUMU (Arrahmah.com) – Seorang anggota Muslim dari sebuah majelis di kota pelabuhan Kisumu, barat Kenya, telah mengkritik keputusan Pengadilan Tinggi yang melarang siswi Muslim mengenakan hijab di sekolah dan mengatakan bahwa hal tersebut melanggar kebebasan beribadah.
“Konstitusi sangat jelas bahwa seseorang memiliki hak untuk tidak dipaksa untuk melakukan tindakan yang akan bertentangan dengan keyakinannya atau agamanya,” ujar Farida Salim pada Selasa (10/3/2015) seperti dilansir OnIslam.
“Jika pengadilan bisa memutuskan bahwa gadis-gadis Muslim dilarang mengenakan jilbab, maka pegadilan telah rusak. Kita harus toleran, kita tidak ingin negara ini akan terpolarisasi garis agama.”
Siswa Muslim di sekolah yang disponsori oleh Gereja di kabupaten Isiolo telah kehilangan hak mereka untuk memakai jilbab di sekolah. Sekolah tersebut disponsori ole Gereja Methodist.
Pada Jum’at pekan lalu, Hakim Pengadilan Tinggi, Harun Makau memutuskan bahwa Muslimah di Sekolah Menengah St. Paul Kiwanjani tidak memiliki hak untuk mengenakan hijab di sekolah karena bertentangan dengan aturan dan peraturan sekolah.
Hakim mengatakan keputusan oleh direktur pendidikan yang memungkinkan siswi Muslim di kabupaten untuk mengenakan hijab adalah diskriminatif, melanggar hukum dan inkonstitusi.
Keputusan tersebut menyusul pengajuan gugatan oleh Gereja Methodist yang mengeluh bahwa langkah oleh Dinas Pendidikan kabupaten yang memungkinkan siswi Muslim untuk mengenakan hijab telah menciptakan kesenjangan antar siswa.
Muslim MCA mengkritik putusan pengadilan dan menyatakan bahwa hijab Islam melambangkan budaya dan perdamaian.
“Hak yang diberikan Allah tidak boleh diambil dan kita harus toleran,” ujarnya.
Salim mengonfirmasikan bahwa para pemimpin Kristen termasuk Gabriel Ochieng mendukung hak siswi Muslim dan mengatakan bahwa keyakinan harus ditegakkan.
Terdapat hampir sepuluh juta Muslim di Kenya yang memiliki populasi 36 juta jiwa. (haninmazaya/arrahmah.com)