(Arrahmah.com) – Komandan Junud As-Syam, Syaikh Muslim Syisyani, menyampaikan pesan kepada para pemuda mengenai hak para ulama.
Syaikh Muslim Syisyani adalah seorang mujahid yang telah berjuang selama tiga dekade. Beliau pernah bertugas di divisi pertahanan udara tentara Soviet di Moldova sebelum runtuhnya Uni Soviet. Setelah itu Syaikh Muslim bergabung dengan jihad di Chechnya dan berjuang bersama Syaikh Ibn Khattab rahimahullah sebelum beliau dibunuh pasukan Rusia pada tahun 2002.
Dalam pesan audio berdurasi 15 menit ini Syaikh Muslim memperingatkan para pemuda yang belum berilmu dan berpengalaman dalam jihad agar tidak menyulut fitnah bagi kaum Muslimin dan menyalahgunakan bendera jihad.
Berikut terjemahan pesan Syaikh Muslim tersebut, yang dipublikasikan Muqawamah Media pada Jum’at (6/3/2015).
بسم الله الرحمن الرحيم
Semoga keselamatan dan kasih sayang Allah serta barakahNya senantiasa tercurakan pada kalian.
Sudah menjadi sangat umum saat ini bahwa banyak pemuda yang masih berstatus ‘penuntut ilmu’ dan baru menjadi mujahidin yang baru keluar berjihad (belum berpengalaman), tapi bertindak bagaikan ahli dan sekarang menyulut fitnah bagi kaum muslimin. Saya ingin memperingatkan para pemuda tentang gejolak yang disebabkan oleh orang-orang seperti ini, mereka yang tidak melakukan apa-apa disini selain menyalahgunakan bendera mulia jihad.
Pada awalnya, hal ini muncul sebab dari kebodohan dan perilaku buruk yang mana mereka hanya menfitnah umat Islam biasa, tetapi masih bisa menahan diri dari mengkritik tokoh-tokoh penting di antara umat Islam. Tapi hari ini orang-orang yang sama telah kehilangan rasa takut mereka pada Allah dan berani memfitnah bahkan ulama dan para pemimpin jihad yang telah menjaga Islam dan umat selama tiga dekade terakhir.
Orang-orang yang tidak tahu berterimakasih ini lupa betapa kecilnya pengetahuan yang baru mereka miliki, mereka kemarin belajar dari para ulama yang mereka tuduh (ulama jihad). Dan hari ini dengan kesombongan dan iri hati, mereka menyatakan bahwa mereka berada di atas kebenaran dan para Ulama dari umat ini berada di atas kesesatan. Dan beberapa dari mereka telah menuduh bahwa para ulama yang tidak berangkat ke medan jihad kini telah bergabung dengan barisan Mujahidin. Mereka berkata: “Jika mereka tidak lagi duduk di antara para thagut dan keluar untuk berjihad kami akan mengikuti mereka”
Pertama, ini jelas suatu kebodohan dan mereka tidak mengerti bahwa jihad tidak hanya melawan dengan tangan. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi kaum mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” QS. At-Taubah: 122.
Dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya jihad yang paling besar adalah kalimat ‘adil (benar) yang disampaikan pada penguasa yang dhalim” [HR. Abu Dawud]
Kedua, kita semua tahu bahwa tidak benar tuduhan bahwa para Ulama ini tidak berpartisipasi dalam jihad, buktinya adalah sang a’lim, seorang mujahid, Dokter Ayman Az-Zawahiri (semoga Allah melindungi dia). Dan ketika orang-orang ini ingin melanggar sumpah mereka dan keluar dari bai’at, mereka mulai memfitnah dan menuduh Dr. Az-Zhawahiri. Tapi, Alhamdulillah, mereka tidak bisa membawa bukti apapun untuk pembenaran vonis mereka, karena semua itu hanya fitnah yang mereka ciptakan. Juga ada banyak ulama lain yang berpartisipasi secara langsung atau tidak langsung dalam jihad selain Syaikh Az-Zhawahiri: Khalid Al-Aga Al-Ansari, Ibrahim Rubaysh, Harith An-Nazari dan lain-lain. Dan di Kaukasus kita memiliki Syaikh Ali Askhab, Abu Muhammad dan Abu Usman Sheikh Al-Gimravi (semoga Allah melindungi mereka).
Mereka yang dungu sering berhujjah bahwa mayoritas ulama dalam sejarah Islam tidak berada diatas kebenaran, seperti di masa Salahuddin Al-Ayyubi (semoga Allah merahmatinya). Tapi mereka tidak mampu menghadirkan setidaknya satu kasus, dimana semua ulama keliru dan bodoh serta tidak berada diatas kebenaran. Mungkin mereka lupa bagaimana keadaan umat jika semua ulama menuju jihad, serta konsekuensi dari tugas mereka yang bekerja sebagai bahan bakar dan pembangkit umat kita.
Berikut adalah beberapa nama:
Imam Ahmad bin Hanbal, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, ‘Izz bin Abdus Salam, Muhammad bin Abdul Wahhab, Izzuddin Al-Qassam, Abdullah Azzam, Fathi Shishani, Muhammad At-Tamimi (Abu Umar As-Saif) dan banyak lainnya, semoga Allah merahmati mereka.
Saya menyerukan kepada saudara-saudara yang tulus mencari kebenaran, dan saya ingin bertanya pada mereka: apa tujuan perjuangan kita dan didasarkan pada apa? Apakah berdasarkan panggilan untuk kebenaran dan kesatuan dan kekuatan itu kita arahkan terhadap agresi kufur? Atau didasarkan pada pembagian umat ini: orang yang baik dan buruk, kuat dan lemah dan pasukannya diarahkan untuk menghina ulama dan memisahkan mereka dari umat Islam, bukankah kita seharusnya berlapang dada atas umat dan mencoba untuk mengarahkan tindakan mereka?
Kita semua harus memahami bahwa mereka, para ulama, adalah benteng dan perisai dari umat ini. Dan kita tahu dari pengalaman militer kita bahwa jika sebuah benteng jatuh maka tidak ada pertahanan. Saudara, ada kemungkinan bahwa kita mungkin tidak setuju dengan beberapa Ulama dalam isu-isu tertentu dan mereka mungkin memiliki dalil untuk ijtihad mereka. Jika kita perhatikan dengan seksama, kita akan melihat ulama-lah yang senantiasa melawan apa yang disebut pemikiran orientalis, ateisme, filsafat, dan sebagainya, isu-isu yang menyebabkan keraguan di benak kaum muslimin yang kemudian menyebabkan iman mereka rusak.
Mereka juga melindungi Sunnah Nabi kita SAW. Mereka menjelaskan kepada kita masalah fiqh dan aqidah. Jadi, tidakkah kebaikan mereka untuk Islam dan apakah patut umat kecewa pada mereka?
Kita harus berpikir dengan hati-hati apakah ketidaksetujuan kita dengan mereka didasarkan pada bukti syariah, atau itu hanya sekedar tuduhan yang tidak memiliki dasar? Karena begitu umum saat ini hal ini terjadi di antara para pemuda internet.
Dan kemudian, apakah mereka tidak memiliki hak atas kita untuk dihormati atas semua yang mereka lakukan untuk umat ini?
Terutama, ketika hanya ada sedikit ulama yang mendukung jihad dan mujahidin, dan kita tidak mampu untuk menggantikan mereka dalam peran mereka untuk umat ini. Dan karena itu, kita berada dalam kebutuhan tersebut bagi mereka, yang dapat mengarahkan umat Islam kepada pemahaman yang benar? Apakah pemuda-pemuda dungu ini mampu untuk melawan serangan ideologis sistematis oleh musuh-musuh Islam? Dan diatas itu semua, ketika kita mengkritik ulama dan menyebutkan beberapa kesalahan mereka, yang mereka diizinkan (ijtihad -red), apakah tidak bisa kita menunjukkan moralitas dan etika Islam dalam pernyataan kita?
Dengan demikian, kita harus selalu ingat bahwa semangat Islam harus berada di tempat pertama untuk ditampilkan dalam diri kita untuk mengalahkan peradaban kosong Barat. Dan ketika kita bisa seperti itu, maka kita akan dapat mencapai tujuan kita, yang karena itulah kita pergi berjuang di jalan Allah.
Syaikh Abu Mus’ab As-Suri (semoga Allah merahmatinya) berkata:
“Tidak diragukan lagi bahwa kita berada dalam bahaya jika posisi kita tetap seperti sekarang. Saya tidak mengatakan bahwa umat terancam, karena Rasulullah SAW telah mengabarkan bahwa umat ini yang akan bertahan dan menang. Tapi kita mungkin akan menghadapi lebih banyak penindasan, penderitaan , penyiksaan, kelaparan, ketakutan, pembunuhan, penghinaan dan rasa malu.”
Tentang hal ini saya dapat mengatakan bahwa jika kita terus melakukan tindakan yang salah dan menginspirasi diri kita terus-menerus bahwa kita lebih baik daripada yang lain, buah pahit sebagai hasilnya mungkin akan kita terima dalam waktu dekat. Juga, kita harus memahami bahwa kontrol parsial, pemberdayaan, yang disebut “tamkin” yang sekarang kita miliki adalah tidak lengkap dan bersifat sementara. Maka demi Allah, sesungguhnya Allah sedang melihat apakah kita benar-benar siap untuk waktu dimana kita memiliki kontrol penuh kelak? Apakah kita sedang memegang kuat syari’at atau memegang urusan duniawi? Ataukah kita hanya hanya sedang menikmati keuntungan duniawi? Atau apakah kita sedang mengambil manfaat untuk kelompok kita sendiri dan bukan untuk seluruh umat?
Dan jika kita tidak tahu bagaimana untuk bekerja, dan Allah adalah saksi bahwa tindakan kita bertentangan dengan kata-kata kita, maka konsekuensi dari semua ini akan sangat pahit, dan kemenangan akan terhambat, dan Allah akan mengganti kita dengan orang yang tulus yang mencintai DIa dan Allah mencintai mereka.
Dalam sebuah pertemuan yang didedikasikan untuk isu-isu jihad dan takfir dimana beberapa tokoh yang memiliki pengetahuan dan intelektual berpartisipasi, Syaikh Atiyatullah Al-Libi (Semoga Allah merahmatinya) ditanya tentang para ulama saat ini. Dia mengatakan: “Berkenaan dengan para Ulama yang kita tidak setuju dengan mereka di beberapa isu, dan mereka memiliki dalil. Maka kita tidak boleh melampaui batas dalam bersikap terhadap mereka, dan sebaliknya kita harus memberikan hormat kepada mereka dan bersikap adil.”
Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَٱللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلْهَوَىٰٓ أَن تَعْدِلُوا۟ ۚ وَإِن تَلْوُۥٓا۟ أَوْ تُعْرِضُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” QS. An-Nisaa: 135
Syaikh Al-Libi melanjutkan perkataannya: “kita tidak boleh melanggar batas yang diizinkan saat berdiskusi dengan seseorang. Juga kita tidak boleh menghilangkan rasa hormat terhadap lawan kita. Dan kita tidak menolak kebenaran, walaupun untuk hal yang kecil. Sebaliknya kita harus mengakui kebenaran dan menerimanya, dari siapapun itu dan juga menolak kesalahan dan kebohongan dari siapapun juga. Dan apapun yang terjadi, maka kita harus mematuhi moralitas, menunjukkan ketenangan dan martabat.”
Tidak ada kontradiksi antara berpegang pada kebenaran dan rasa hormat pada orang-orang yang kita tidak setuju dengan mereka di beberapa isu, terutama jika mereka adalah satu di antara orang-orang yang telah mendahului kita dalam Islam dan menunjukkan kekuatan. Para Ulama ini memiliki kelebihan dan kabaikan, dan juga mereka lebih tua dari kita dalam usia, mereka menghabiskan usia mereka dalam Islam untuk mencari ilmu dan berdakwah karena Allah.
Mengenai isu kaum muslimin yang mengikuti ulama yang tidak melakukan takfir pada penguasa di negara-negara kaum muslimin hari ini (ulama salafi –red), Syaikh Al-Libi berkata:
“Ada banyak manfaat bagi umat Islam dalam mengikuti Ulama secara umum, tetapi itu adalah tugas kita untuk menjelaskan kepada umat bahwa mereka harus mempelajari agama mereka dan mendekati kebenaran, karena sudah umum bahwa ada banyak perbedaan pendapat antara ulama dalam berbagai isu. Dan sangat terpuji, bila ada muslim yang dirinya bukan penuntut ilmu, dan ia memberika pertanyaan pada ulama, maka hendaknya ia bertanya kepada Ulama yang dapat dipercaya, kredibel, salih, dan selalu mengatakan yang hak dan yang menyuruh pada kebaikan dan melarang kejahatan.”
Mengenai ulama suu’ (korup) Syaikh Al-Libiy berkomentar:
“Kami menyarankan para pemuda untuk tidak tertarik dengan ulama seperti ini. Tinggalkan mereka dan mereka tidak akan membahayakan kalian dan jangan pernah berurusan dengan mereka, karena Allah Ta’ala berfirman..:
إِنَّهُۥ لَا يُفْلِحُ ٱلظَّٰلِمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan berhasil.” QS. Yusuf: 83.
Tentu terdapat sifat baik dan jahat dalam setiap diri manusia, namun dalam diri setiap muslim harus dominan sifat kebaikan, itu sebabnya kita harus menyeimbangkan diri kita sendiri. Jika kita tidak bisa menyelesaikan beberapa masalah, maka kita harus menyerahkannya pada para Ulama dan mujahidin yang telah berjihad untuk waktu yang lama.
Wahai saudaraku, Allah Ta’ala telah berjanji kepada kita bahwa Islam akan menang dan Dia telah memeunculkan para ulama menjadi alasan untuk itu.Orang-orang kafir berusaha sangat keras untuk menyebarkan kekacauan di antara kita dan mereka sangat menyadari bahwa mereka dapat berhasil dalam hal ini dengan mempermalukan para ulama.
Alhamdulillah, para Ulama kita tidak memberikan musuh kesempatan untuk mengubah walaupun sedikit saja dari agama ini. Jika mayoritas para ulama saat ini telah rusak, maka tentu kita akan membaca banyak hadis palsu dan akan sering menyadari tentang pernyataan-pernyataan sesat yang dilakukan oleh ulama besar.
Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan serta merta mencabutnya dari hati manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ‘ulama. Tatkala Allah tidak lagi menyisakan seorang ‘ulama pun, maka manusia akan menjadikan pimpinan-pimpinan yang bodoh. Kemudian para pimpinan bodoh tersebut akan ditanya dan mereka pun berfatwa tanpa ilmu. Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.” HR. Al-Bukhari dan Muslim.
Hadits ini mendorong kita untuk memikirkan kembali sikap kita terhadap para Ulama umat, karena dikatakan disana bahwa Allah tidak mengambil mujahidin atau pemimpin mereka, tetapi Allah mengambil para Ulama.
Segala puji bagi Allah bahwa kita memiliki para Ulama yang tegas dan tetap pada kebenaran serta menjaga agama ini. Kita melihat bagaimana para pemuda bodoh ini membandingkan Ulama jihad dan Ulama yang mengikuti kebenaran dengan para ‘ulama suu’ yang selalu dekat dengan penguasa yang tidak adil dan mengeluarkan fatwa yang cocok bagi mereka.
Si dungu ini tidak bisa membedakan antara kebenaran dan kepalsuan. Mereka memiliki cakrawala sempit dan pandangan yang terbatas. Mereka ingin mendorong seluruh agama ini ke dalam bingkai yang sempit. Mereka memecah belah barisan mujahidin dan menumpahkan darah orang-orang yang tidak setuju dengan mereka.
Ada pepatah yang sangat baik dari salah satu saudara kita:
<p>”>”Mujahid tanpa pengetahuan dan imannya lemah adalah seorang yang dhalim, tapi Ulama selalu tetap Ulama”.
Segala puji hanya bagi Allah, dibalik segala sesuatu ada hikmah-Nya. Jika gejolak ini tidak terjadi kita tidak akan dapat mengenali orang-orang yang hendak menipu umat.
Allah SWT berfirman:
أَفَمَن زُيِّنَ لَهُۥ سُوٓءُ عَمَلِهِۦ فَرَءَاهُ حَسَنًا ۖ فَإِنَّ ٱللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ ۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَٰتٍ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌۢ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” QS. Fathir: 8.
Kami memuji Allah bahwa masih ada umat Islam yang tidak tertipu oleh tuduhan palsu ini, dan mereka masih mendengarkan apa yang para ulama katakan dan mengikuti saran mereka; dan kami bekerja keras untuk itu agar Allah ridha dengan kami, dan mendapatkan pahala di sisi Allah.
Dan sebagai penutup, kami ingin katakan kepada para masyayikh kami yang terhormat:
Kami bangga bahwa kalian memberikan dukungan pada jihad kami, dan kami akan terus berada dibawah perintah kalian sampai kami melihat bahwa kalian membuat kekeliruan yang nyata.
Kami memohon kepada Allah agar Dia menguatkan kalian dan memberikan kalian ganjaran terbaik atas segala kebaikan kalian.
Pengikut setia kalian, Junud As-Syam.
(banan/arrahmah.com)