Oleh Umar Syarifudin*
(Arrahmah.com) – Indonesia, negeri yang gemah ripah, kekayaan alam yang melimpah. Tempat kita berpijak, merasakan nikmatnya ibadah. Di atas tanah ini kita memenuhi sandang pangan, papan dengan kerja. Di atas tanah inilah, kita temukan gumam dan harapan para ibu yang kalut di tengah himpitan dan sesaknya persaingan dalam kapitalis ini. Kaum miskin desa dan kota hanya bisa ‘sedikit bernafas’ sekedar untuk mempertahankan diri.
Indonesia, di atas tanah ini dengan tanpa rasa berdosa seorang jambret merampas kalung emas itu demi anaknya yang akan masuk perguruan tinggi. Entah para Koruptor berhasil atau tidak bertobat dan mengembalikan harta rakyat di tengah keboborokan ini semua. Di negeri ini ada banyak buruh, berangan-angan dan bertanya, adakah lingkungan yang lebih baik, yang bisa membawa mereka dan anak-anaknya menikmati hidup sebagai manusia, bukan sebagai hewan piaraan yang siap disuruh-suruh oleh majikannya diupah murah menggerakkan mesin-mesin industri demi sesuap nasi.
Indonesia, di atas tanahmu para pecandu narkoba semakin kelam dan akut. Di atas tanah ini seorang wanita rela menjadi PSK untuk membiayai hidup keluarganya. Di atas tanah ini seorang ibu menggendong anaknya mencari sisa-sisa makanan di kedai-kedai KFC atau Mc Donald yang tak habis dimakan. Dulu para pencoblos kertas suara berharap kondisi ini semakin baik dan membawa mereka laksana ‘di negeri awan’. Tapi apa daya cuma janji politikus demokrasi, isapan jempol dan kemakmuran yang diobral tak pernah kunjung datang. Hanya sampah dan kotoran kapitalis yang kita nikmati, mulai dari persamaan hak, demokrasi, pluralisme, kesejateraan rakyat dan apapun namanya, semakin membelit rakyat dalam kubangan permasalahan.
Indonesia, sebagian remaja lebih memilih meratap galau di dinding-dinding twitter dan facebook daripada memenuhi ruang pikiran dan hatinya dengan al qur’an. Konser-konser padat, kajian-kajian pemikiran sepi. Dalam lingkungan dan sistem yang tak pernah mengingatkan penguasa pada Sang Pencipta ini, penguasa semakin kelam, larut dalam ketundukan menjual aset-aset rakyat kepada tuan-tuan kapitalis. Antrian padat di SPBU, sebagian terduduk lesu di rumah sakit dijerat beban tanggungan biaya pengobatan. mereka di sawah, di warung, di pabrik, di sekolah, di kantor, di mana-mana ingin berteriak dan terbebas dari beban ini. Tapi harus bagaimana? Kemana?
Indonesia, untuk kepentingan para kapitalis dan pemilik modal dan dengan alasan kelangkaan dan mempermainkan subsidi yang sangat jelas mengada-ada, pranata negeri ini menyembunyikan sebagian BBM dari pemiliknya (rakyat). Rakyat dibuat mengemis BBM di negeri sendiri yang seharusnya melimpah dan cukup tersedia. Untuk kepentingan kapitalis juga, pendidikan menjadi sangatlah mahal. Pendidikan bukan lagi untuk mencerdaskan, tetapi hanya sarana menindas dan memeras. Dan hasil-hasil pendidikan hanya ditujukan menjadi alat untuk mengokohkan baru kapitalis dalam pikiran dan kehidupan generasi kita.
Indonesia, kapitalisme telah memaksakan budaya yang serba bebas dan tanpa batasan kepada peradaban manusia yang mulia. Kini manusia sudah menjadi budak nafsu dalam buasnya pornografi dan pornoaksi yang melahap naluri. Agama sudah dimatikan oleh kapitalis ini. Allah, Islam, Rosul dan umatnya dihina, rakyat dininabobokan dengan kata “sabar, jangan marah”, sementara militer dan penguasanya hanya bisa mengecam. Di atas tanah ini, sebagian hidup manusia menjadi pertarungan dahsyat memperebutkan -harta, tahta, dan wanita-dalam kotornya persaingan dalam payung penjajahan kapitalisme.
Indonesia, kapitalisme masih kokoh di atas tanah ini, semakin sengit menyerang kehidupan manusia. Menyeret dan menjerumuskannya dalam lubang kenistaan kehidupan. Kapitalisme telah membawa manusia kepada kemiskinan ekonomi, penindasan tak bermoral, kebudayaan yang diliberalkan, pendidikan yang sekuleris, hilangnya rasa kemanusiaan adalah efek yang diberikan kapitalisme ini untuk kita, rakyat. Sementara komunisme mengendap-endap menunggu kesempatan untuk menerkam bangsa ini.
Indonesia, janganlah kau lupa, semangat dan harapan untuk berjuang di atas tanah ini meneruskan semangat Diponegoro dan Patimura membebaskan dari penjajahan masih bergelora, menyala-nyala. Di atas tanah ini masih banyak putra-putri terbaik yang mengabdikan hidup sampai akhir hayat untuk perjuangan membebaskan negeri ini dari keterpurukan. Di atas tanah ini mereka bergerak serentak siang dan malam. tercucurlan harta, keringat, air mata dan nyawanya untuk perjuangan. Mereka memenuhi panggilan Allah dan Rasul untuk memuliakan diri dan negerinya dengan tegaknya syariah-Nya secara kaffah. Selamat datang saudara, euforia perjuangan menyambutmu, api ideologi Islam mendidihkan darahmu, kencangnya kereta perubahan akan memeras adrenalinmu, dan perjuangan murni akan menuntun keikhlasan dan hati nuranimu. Perjuangan ini memanggilmu. Senang dipersaudarakan denganmu.
* Penulis dari Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Kota Kediri
(*/arrahmah.com)